Program Pembangunan Jakarta Tahun 2015 Tertunda

Loading

221114-nas1

JAKARTA,(tubasmedia.com) – Program pembangunan untuk masyarakat Jakarta menjadi tertunda, karena pembahasan anggaran untuk tahun 2015 tidak bisa dilaksanakan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru-baru ini telah mengajukan rencana anggaran pendapatan dan belanja pembangunan daerah (RAPBD) tahun 2015 sebesar Rp 76,9 triliun, meningkat dari APBD DKI tahun 2014 sebanyak Rp 72,9 triliun. Namun hingga kini alat kelengkapan DPRD DKI Jakarta belum terbentuk, sehingga pembahasan tidak bisa dilakukan.

Menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah, Tim Anggaran Pemprov DKI hari Rabu (5/11) lalu telah menyerahkan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk dipertajam lagi oleh alat kelengkapan dewan seperti Komisi-Komisi menurut bidangnya. Namun, Komisi-Komisi dan Badan Anggaran dewan tersebut belum terbentuk, sehingga proses penajaman dan pembahasan tidak bisa dilakukan.

Sementara itu, selain program tahun depan yang tertunda, APBD DKI Jakarta tahun 2014 ini juga dilaporkan hanya bisa terserap sekitar 31 persen dari total anggaran sebesar Rp 72,9 triliun. Sehingga, setelah perhitungan anggaran nanti di awal tahun 2015, sisa lebih anggaran tahun 2014, diperkirakan masih cukup besar, atau sekitar lima puluhan triliun. Hal ini berarti program pembangunan yang sudah dianggarkan, tidak bisa dinikmati masyarakat Jakarta secara maksimal.

Sebenarnya, kesalahan ini tidak bisa ditimpakan hanya kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau pejabat eksekutif yang lambat mengeksekusi pekerjaannya, tetapi juga pihak legislatif (DPRD) yang sejak dulu tidak fokus melaksanakan tugasnya. Dana untuk mensejahterakan rakyat Jakarta menjadi menganggur (idle), karena hanya tersimpan di kas daerah.

Padahal, program unggulan yang mendesak di Jakarta saat ini, adalah penataan dan penambahan alat transportasi, penanggulangan banjir, peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta perbaikan fasilitas sosial dan ekonomi yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Semuanya ini terjadi sebagai imbas perseteruan pemilihan presiden yang belum cair hingga saat ini. Fraksi-fraksi di DPRD yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih pendukung calon presiden Prabowo-Hatta, seolah-olah saling menjegal dengan fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat pendukung pemerintah, yakni calon presiden Jokowi-JK. Perpecahan parlemen di DPR RI juga terjadi di tingkat DKI, padahal Pemerintah Daerah menurut Undang-Undang adalah Gubernur dan DPRD. Artinya Gubernur dan DPRD sama-sama bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengawasi pembangunan.

Ironisnya, anggaran pembangunan untuk masyarakat Jakarta mandek, sedangkan anggaran rutin, berupa belanja pegawai pemerintah daerah, termasuk anggota dewan, tunjangan, honor, biaya rapat, uang saku, insentif, gratifikasi, dan lain-lain, harus lancar keluar dari kas daerah. Anggota DPRD periode 2014-2019 yang dilantik 25 Agustus lalu, mestinya sungkan menerima gaji dan tunjangan tiap bulan, tanpa ada hasil kerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Perseteruan mestinya diakhiri karena Gubernur DKI Jakarta yang definitif, Basuki Tjahaja Purnama, sudah dilantik Presiden RI yang resmi. (anthon)

CATEGORIES
TAGS