Produk Anak Bangsa untuk Siapa ?

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

 

RASANYA seluruh insan di bumi pertiwi Indonesia ini pasti sama-sama menyatakan bangga akan seluruh produk buatan Indonesia, buatan anak bangsa. Tampaknya sih keterlaluan jika ada yang menyatakan tidak bangga. Tul ndak ? Yang baca tulisan ini juga pasti mengatakan bangga.

Pertanyaannya, maukah yang menyatakan bangga akan produk nasional itu membeli produk nasional itu sendiri ? Atau jangan-jangan lebih bangga memakai produk asing ?

Nah, ini pertanyaan menantang dan harus dijawab secara jujur dan jangan ada yang bohong. Sebab bohong itu dosa loh…Siapa diantara pencinta produk nasional yang juga adalah pemakainya. Unjuk tangan…

Ini penting untuk membuat data apakah benar warga NKRI ini sudah sepenuhnya mencintainya produknya sendiri. Atau jangan-jangan hanya hiasan bibir atau isapan jempol belaka.

Baru saja Presiden Jokowi, tepatnya 14 Mei 2020 meluncurkan gerakan nasional “Bangga Buatan Indonesia”. Tujuannya sama agar produk buatan Indonesia menjadi tuan di negeri sendiri sekaligus mengurangi nilai impor yang nilainya sangat signifikan.

Sesuai data, segera setelah gerakan nasional itu dicanangkan, telah berhasil meningkatkan jumlah jumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang terhubung dengan platform digital atau go online. Bila sebelumnya UMKM yang sudah terhubung wadah digital sebanyak 8 juta unit UMKM atau sekitar 13 persen, setelah gerakan nasional tersebut, berhasil menambah jumlah UMKM yang go online sekitar 1 juta unit UMKM.

Ini artinya sejak pencanangan gerakan cintai produk anak bangsa tersebut, hingga 30 Juni 2020 telah ada penambahan sebanyak 789.116 unit UMKM yang masuk ke dalam ekosistem digital. ‘’Data terakhir sampai saat ini mungkin sudah mencapai angka 1 juta dari 2 juta yang ditargetkan,” demikian Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo RM Manuhutu dalam peluncuran “Platform Khusus UMKM untuk Solusi Pemasaran di TikTok” melalui webinar, Jumat lalu.

Atas pertumbuhan jumlah pelaku UMKM tersebut, penulis kembali bertanya apakah pencanangan mencintai produk anak bangsa sasarannya untuk menumbuhkembangkan pelaku UMKM. Bukankah pencanangan itu diharapkan agar pencinta produk anak bangsa itu tidak sekedar mencintai, tapi bersedia menjadi konsumen atau pembeli dan pemakai produk Indonesia itu sendiri.

Kurang Tepat

Jika hanya sekedar menambah jumlah pelaku UMKM tampaknya kurang tepat sebab nantinya pelaku UMKM yang jumlahnya semakin bertambah akan kesulitan memasarkan produknya karena saingannya semakin banyak pula sementara konsumen jalan di tempat.

Nah, langkah yang harus ditempuh saat ini adalah bagaimana melahirkan konsumen produk nasional dari yang tidak ada menjadi ada atau dari yang sedikit menjadi banyak.

Para pemangku kepentingan negeri ini tampaknya wajar jika tampil memberi contoh kepada masyarakat konsumen bagaimana caranya menjadi pembeli produk nasional.

Para pemangku kepentingan bersama para selebritis negeri ini harus menyesuaikan kata dan perbuatan. Jika di bibir mencintai produk anak bangsa, di sekujur tubuh juga wajib melekat produk-produk anak bangsa.

Jangan-jangan usai berpidato cintai produk anak bangsa, pemangku kepentingan itu mengambil sapu tangan dari kantongnya untuk melap keringat yang mereknya crocodile misalnya atau yang sejenis buatan luar negeri. Kan berabe….Atau isteri Anda dengan bangganya menenteng tas tangan livitonk atau hermez saat Anda pidato cintai buatan dalam negeri…..

Demikian juga para penanggungjawab proyek, khususnya proyek-proyek pemerintah, seharusnya mengutamakan barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri. Jangan lagi import minded. Kasihan itu uang rakyat dipakai hanya untuk beli barang-barang impor. Emang ada komisinya ya…. (penulis adalah wartawan tinggal di Jakarta)

 

 

 

CATEGORIES
TAGS