Problematika Penyaluran Bensin di Tingkat Kecamatan, Pengecer Jadi Sapi Perahan Oknum Polisi
TARUTUNG, (tubasmedia.com) – Kelompok petani di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara mengeluhkan penyaluran bahan bakar bensin. Pasalnya, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau yang dikenal dengan pompa bensin yang ada hanya sampai tingkat kabupetan.
Kalaupun ada di kota-kota kecamatan, statusnya adalah pengecer bensin liar alias tidak memiliki izin sebagai penyalur bensin. Namun tanpa penyalur bensin liar itu, para petani tidak mungkin dapat membeli bahan bakar bensin untuk alat-alat pertanian dengan kata lain, kegiatan bertani akan terhenti.
Seperti diketahui, kelompok tani di desa-desa, kini mengoperasikan alat-alat pertanian yang digerakkan mesin dan tentunya digerakkan oleh bahan bakar bensin dan bensin yang mereka butuhkan tidak banyak, hanya sekitar dua literan setiap mengoperasikan alat-alat pertaniannya.
‘’Nah, untuk membeli bensin yang dua liter itu, kami tidak mungkin pergi ke kota kabupaten sebab biaya ke kota kabupaten sudah lebih mahal dari bensin dua liter dan kami terpaksa beli di penyalur liar yang ada di kota kecamatan,’’ tutur seorang petani yang ditemui tubasmedia.com di Pangaribuan, sebuah kota kecamatan di Tapanuli Utara.
Menurut pengamatan tubasmedia.com, di kota kecamatan itu tidak sedikit pengecer bensin dan para pengecer bensin itu dapat ditemui di pingir-pinggir jalan. Harga eceran bensin bervariasi antara Rp 12.000 – Rp 14.000 per liter.
Tampaknya, perbedaan harga antara SPBU dengan pengecer-pengecer liar itu tidak pernah dipersoalkan konsumen. Namun yang menjadi masalah adalah, para pengecer bensin yang tanpa izin itu, menjadi bulan-bulanan oknum-oknum kepolisian dan LSM serta oknum-oknum wartawan.
Dicegat
Seorang pengecer bensin yang enggan disebut namanya menceritakan proses pengambilan bensin dari kota kabupaten. Untuk stok bensin selama sepekan, mereka mengisi belasan jerigen dengan bensin di SPBU.
Antara pengecer bensin dengan petugas SPBU sepertinya sudah terjalin kerjasama yang baik sehingga tidak ada masalah soal pengisian jerigen. Yang jadi masalah adalah, selepas keluar dari SPBU, di tengah jalan sudah ada oknum-oknum polisi, LSM dan oknum wartawan yang mencegat lalu pura-pura meminta izin pembelian bensin dalam jumlah yang banyak. Tentu, si pengecer liar itu tidak dapat menunjukkan surat izin karena tidak memilikinya.
‘’Akhirnya yang terjadi adalah ‘’damai’’ di pinggir jalan, terjadilah salam tempel,’’ jelas pengecer bensin tersebut menambahkan kalau tidak ada salam tempel, mereka tidak akan bisa berjualan bensin bahkan mereka sering diancam pidana.
Disinilah problematikanya. Jika pengecer bensin itu tidak diizinkan berjualan bensin di kota-kota kecamatan, maka akan ‘’matilah’’ seluruh petani karena tidak punya bensin menggerakkan peralatannya, namun jika ada pengecer yang menyediakan bahan bakar itu, mereka menjadi sapi perahan oknum-oknum aparat.
‘’Pemerintah sebaiknya memikirkan jalan keluarnya agar petani bisa tetap mengoperasikan alat-alat pertaniannya dan pengecer bensin tidak lagi kucing-kucingan dengan oknum-oknum polisi,’’ pinta pengecer bensin yang tetap merahasikan namanya.
Hal lain yang dikeluhkan warga di Tapanuli Utara soal pengisian bensin, pihak SPBU tidak melayani pengisian bensin full tangki jika tidak memiliki surat izin. SPBU hanya melayani pengisian bensin maksimal Rp 100.000.
Sebagaimana diketahui, pemerintah sudah melaksanakan program kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga di ratusan daerah di Indonesia sejak 2017 lalu. Saat ini sudah terdapat sebanyak 423 lokasi yang menerapkan kebijakan BBM Satu Harga di seluruh Indonesia.
Pemerintah pusat mengungkapkan bahwa kebijakan BBM Satu Harga ini dilakukan agar setiap daerah di Indonesia memiliki harga seragam, seperti harga BBM Pertalite kini Rp 10.000 per liter dan Solar subsidi Rp 6.800 per liter. Namun faktanya ada masalah di tingkat kecataman. (sabar)