Presiden Jokowi Lakukan Persekongkolan Jahat dengan Prabowo Subianto dan Anwar Usman
Oleh: Petrus Selestinus
MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian Permohonan Uji Materiil menguji konstitusionalitas pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017, Tentang Pemilu, dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023, pada persidangan tanggal 16/10/2023, setelah sebelumnya MK menolak Perkara yang sama yaitu Perkara No. : 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Isi putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, intinya adalah “Menyatakan pasal 169 huruf q UU No.7, Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pilkada”.
Putusan MK ini kontroversil, kompleks dan problematik, serta berdaya rusak yang tinggi, karena, baik Presiden Jokowi sebagai Pihak Pemberi Keterangan, maupun Ketua MK Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi, telah bersikap tidak jujur dan tidak fair karena membiarkan persidangan Perkara No. 90/ PUU-XXI/ 2023, berlangsung tanpa ada kesadaran Anwar Usman untuk menyatakan mundur karena ada conflict of interest dan tanpa Presiden Jokowi sebagai Pihak Pemberi Keterangan dalam Uji Materiil menyampaikan keberatan terkait adanya kondisi terlarang oleh ketentuan pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009.
Hal yang sama tidak dilakulan oleh Para Pihak (Pihak Pemohon dan Pihak Pemberi Keterangan) dalam persidangan untuk mengingatkan Hakim Konstitusi Anwar Usmam agar mengundurkan diri dari persidangan Perkara Uji Materiil dimaksud, karena mundur dari persidangan perkara Uji Matriil dimaksud bersifat wajib sesuai perintah pasal 17, UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Membelenggu MK
Tidak adanya sikap dari Presiden Jokowi sebatas mengingatkan Anwar Usman atau pernyataan keberatan dari Presiden Jokowi sebagai Pihak dalam Perkara Uji Materiil, agar Anwar Usman mundur dari persidangan Perkara Uji Materiil atau Anwar Usman secara sukarela men-declare dirinya mundur dari persidangan, karena adanya hubungan keluarga semenda sehingga membuat dirinya berada dalam conflict of interest.
Hal itu selain berakibat tidak sahnya putusan perkara dimaksud, juga menunjukkan ada gelagat terjadi kolusi dan nepotisme yang sudah jauh membelenggu MK.
Tidak adanya kejujuran dari dalam diri Anwar Usman untuk menyatakan dirinya berada dalam conflict of interest karena ada hubungan ipar dengan Jokowi terkait perkara untuk anak Jokowi Giran Rakabuming Raka yang adalah keponakan Anwar Usman, begitu juga tidak adanya kejujuran dari Pihak Presiden Jokowi sebagaimana terbukti dari tidak adanya keberatan kepada Anwar Usman agar mundur dari persidangan Uji Materiil dimaksud.
Kondisi demikian menunjukan adanya kolusi dan nepotosme yang diduga dilalukan oleh Jokowi dengan Anwar Usman beserta pihak lainnya (Pemohon, Pihak Pemberi Keterangan lainnya).
Karena itu TPDI melaporkan ke KPK pada hari ini, 23/10/2023, untuk diproses hukum guna memastikan apakah ada peristiwa pidana kolusi dan nepotisme dan jika ada maka siapa-siapa saja pelakunya.
Terkait Laporan ini, sejumlah nama diserahkan oleh TPDI ke KPK untuk dimintai keterangan, antara lain : Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pangarep, Partikno (Mensesneg), Prabowo Subianto, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Guntur Hamzah, Manahan M. Sitompul, Daniel Yusmic, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih Dan I.Made Gede Widya Tanaya K (PP. MK).
Persekongkolan Jahat
Terdapat petunjuk kuat adanya persekongkolan jahat untuk memenangkan perkara Uji Mareriil di MK dalam perkara No. 90/PUU-XXI/2023, yang putusannya sudah diorder dan diyakini akan dilabulkan, karenanya jauh sebelum MK membacakan putusan Uji Materiil dimaksud, pihak istana meminta agar nama Gibran Rakabuming Raka segera dicawapreskan berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Sejumlah kejadian atau peristiwa yang mendahului dan menyertai sebelum putusan MK dibacakan terkait upaya menjadikan Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres, telah diungkap banyak pihak, ada pemasangan baliho, dll di forum-forum diskusi nama Gibran disebut Cawapres Prabowo semakin kencang menjelang Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, seakan-akan memaksa MK untuk memastikan Permohonan Uji Materiil Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 dikabulkan dan semua mata menunggu putusan MK, ternyata aroma putusan MK ke arah kolusi dan nepotisme jauh lebih kuat dari hati nurani Hakim Konstitusi untuk menjaga marwah dan keluhuran serta integritas Hakim Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi.
Nepotisme di MK dan Istana
Negara dan seluruh Rakyat Indonesia tidak boleh biarkan Presiden Jokowi perkuat posisi politik kekuasaannya dengan menjadikan dan membiarkan iparnya sendiri, Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi sekaligus Ketua MK menyandera MK untuk dinasti politik Jokowi. Dengan kita membiarkan Anwar Usman sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi, maka selama itu MK dan Hakim Hakim Konstitusi lainnya tersandera kemerdekaannya, sementara predikat MK sebagai Mahkamah Keluarga tak terhindarkan dan pada gilirannya merusak Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang merdeka, adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu melalui Laporan dugaan Kolusi dan Nepotisme TPDI ke KPK, meminta agar KPK memanggil sejumlah nama antara lain Jokowi dkk. sebagai saksi, diharapkan KPK dapat menemukan peristiwa pidana Kolusi dan Nepotismenya dan siapa-siapa saja pelakunya dari nama-namq saksi yang disebutkan di atas.
Praktek kolusi dan nepotisme yang diduga dilakukan Presiden Jokowi dan Anwar Usman, Ketua MK dkk. harus dihentikan karena perilaku kolusi dan nepotisme yang merusak marwah MK dan marwah Lembaga Kepresidenan harus dijaga dan dihormati.
Upaya membangun dinasi politik, melalui cara mafia peradilan, sebagai cara tidak elok. Jangan biarkan ipar Jokowi sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK berkuasa di MK.
Ini jelas telah melanggar UUD 1945, karena membuat MK dan Hakim Konstitusi tidak merdeka dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24 UUD 1945). (Penulis adalah Koordinator Perekat Nusantara tinggal di Jakarta)