Pencawapresan Gibran Menuai Kritikan, Putusan MK Cacat Hukum

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Putra Presiden Jokowi yang sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, secara resmi sudah diumumkan, Minggu malam 22/10/23, bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Namun pencalonan Gibran telah menuai kontroversi. Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Advokat Perekat Nusantara menyatakan akan banyak gugatan dari masyarakat karena proses perubahan pasal 169 huruf q dilakukan dengan cara melanggar hukum acara, kode etik hakim dan lain sebagainya.

Di samping itu, lanjut Selestinus, Gibran belum ada pengalaman atau sebagai seorang negarawan atau paham tata negara sehingga hal itu akan menurunkan  dan merusak wibawa dan nama besar pemerintah.

‘’Dan jika pasangan ini terpilih, Prabowo Subianto akan bekerja sendi, padahal Prabowo sudah tua renta. Pasalnya, pengalaman Gibran memimpin organisasi besar dalam pemerintahan, belum ada alias nol besar,” kata Selestinus kepada tubasmedia.com, Minggu malam.

Elite PDIP Junimart Girsang juga menyatakan kalau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia dan persyaratan jadi capres/cawapres, cacat hukum. ‘’Karenanya batal demi hukum,” begitu kata Junimart mengomentari putusan MK tersebut.

Selain itu, kata Junimart, putusan MK yang sudah dibacakan tidak lantas langsung berlakuk. Namun, menurutnya, harus ditindaklanjuti DPR atau presiden sehingga tidak otomatis berlaku.

Semengara itu, di tempat terpisah, pengamat politik Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi  menyebut peristiwa politik ini adalah sesuatu yang amat disayangkan karena memberikan efek buruk bagi demokrasi maupun kontestasi politik dalam banyak hal.

Alumnus Murdoch University, Australia itu pun menyoroti beberapa kontroversi usai Gibran dipastikan jadi cawapres Prabowo. Pertama, kata dia, pemilihan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo adalah rangkaian yang tak dapat dipisahkan dari kontroversi politik putusan MK.

MK menerima gugatan agar mereka yang sedang atau pernah menjabat sebagai bupati wali kota ataupun gubernur dapat menjadi capres dan cawapres meskipun belum berusia 40 tahun. Menurut Airlangga, keputusan tersebut menandai terjadinya krisis etika republik dan melecehkan etika publik.

“Di mana etika imparsialitas terlanggar dalam keputusan tersebut dengan adanya conflict of interest yang muncul ketika Ketua MK Anwar Usman ikut serta memutuskan perkara dengan menerima gugatan,” ujarnya.(sabar)

CATEGORIES
TAGS