Pemerintah Tidak Miliki Solusi Redam Kenaikan Harga Sembako

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu (IB) Jilid II tidak memiliki solusi untuk meredam gejolak harga bahan pokok pangan yang terus membubung tinggi menjelang Ramadhan tahun ini. Seperti yang sudah-sudah, mereka terkesan tak berdaya oleh dinamika pasar yang notabene dikendalikan pedagang.

Hal itu diungkapka pengamat kebijakan publik/ekonom Asosiasi Ekonomi-Politik Indonesia (AEPI) Ichsanuddin Noorsy di Jakarta, Rabu pekan silam.

Sementara itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Gunaryo mengklaim pemerintah sudah mengantisipasi lonjakan harga daging sapi memasuki semester II/2012, khususnya menjelang Ramadhan.

Menurut Ichsanuddin Noorsy, kenaikan harga bahan pangan pokok akibat meningkatnya permintaan, seharusnya dijaga pada ambang batas kewajaran. Namun kenyataannya, lonjakan harga belakangan ini terbilang fantastis.

Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dan tidak mampu dalam mengendalikan harga bahan pangan pokok masyarakat. Bahkan pemerintah terkesan tidak tergerak melakukan intervensi terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok yang jelas-jelas akibat permainan oknum pedagang/distributor besar ini.

“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, bagaikan bebek lumpuh yang hanya melihat kenaikan harga barang di pasaran tanpa bisa berbuat banyak. Paling operasi pasar yang selama ini hasilnya terbukti tidak efektif,” kata Noorsy.

Menurut dia, kenaikan harga barang kebutuhan pokok pada masa-masa tertentu mendorong inflasi. Lonjakan inflasi terutama menjelang hari-hari besar keagamaan tak pernah membuat pemerintah mau berbenah dan mengambil kendali, sehingga semua urusan perdagangan di pasar dikendalikan pedagang.

“Sekarang semua produksi pangan, khususnya dari sisi hulu sudah dikuasai swasta. Pemerintah tidak lagi punya peran dalam pengendalian harga barang kebutuhan pokok,” kata Noorsy.

Dalam hal stabilisasi harga, pemerintah hanya mempunyai Bulog yang juga geraknya terbatas hanya untuk komoditas gula dan beras.

Padahal untuk bahan pokok, bukan hanya dua komoditas tersebut, melainkan masih banyak dan seharusnya itu berada di bawah kendali pemerintah.

“Yang namanya barang kebutuhan pokok, termasuk di negara-negara maju, kendalinya ada di bawah pemerintah. Indonesia sudah salah kaprah dengan pasar bebasnya. Karena itu negara ini selalu saja dipusingkan dengan masalah kenaikan harga yang tidak bisa dikendalikan,” tutur Noorsy.

Kondisi itu diperparah dengan ketidakmampuan menyelesaikan berbagai persoalan mendasar yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat luas. Selain tidak ada peningkatan produksi bahan pangan, perbaikan pada sistem logistik yang menyumbang 22 persen dari ongkos produksi juga tidak kunjung terealisasi.

“Jelas harga barang menjadi mahal, karena biaya logistiknya juga sangat tinggi. Infrastruktur yang buruk disertai pungutan liar di mana-mana, menjadikan biaya pengiriman barang makin tinggi dan berpengaruh dengan harga jual tentunya,” ujar Noorsy.

Noorsy menunjuk kasus kemacetan karena antrean truk pengangkut barang di Pelabuhan Merak, Banten. Truk-truk pengirim barang harus antre hingga berhari-hari untuk naik ke kapal ferry. Akibatnya terjadi kemacetan hingga ke jalan yang mencapai di atas 10 kilometer. “Ini seharusnya yang menjadi fokus pemerintah dalam pembenahan,” ujarnya.

Sesuai pengamatan di beberapa pasar tradisonal, selain gula, minyak goreng, daging ayam dan telur ayam, saat ini harga daging sapi mengalami lonjakan hingga Rp 10.000 per kilogram (kg). Pada sepekan jelang Ramadhan ini, harga daging sapi mencapai Rp 80.000 per kg. Padahal pada pekan sebelumnya maksimal Rp 70.000 per kg. (tim)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS