Para Akrobat Politik Asyik Bagi-bagi Kekuasaan

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

DEMOKRASI sudah bisa kita raih dan sedang berproses. Begitu pula desentralisasi dan otonomi sudah berjalan sampai tingkat kabupaten/kota. Lantas apa yang sudah kita dapatkan setelah negeri ini hidup dalam alam yang demokratis, melaksanakan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah berjalan hampir mendekati 15 tahun.

Jujur harus dikatakan bahwa kita belum mendapatkan apa-apa dari proses yang sudah berjalan selama ini. Paling tidak yang belum kita dapatkan adalah bahwa Indonesia belum siap untuk menjadi bangsa dan negara yang kuat. Ibarat main bola belum menemukan pola permainan yang tepat sesuai dengan kapasitas para pemain yang ada.

Demokrasi dan desentralisasinya tersumbat dan hanya berhenti di kalangan elit politik saja. Mereka asyik bermain politik pragmatis sambil otak-atik kekuasaan dan bagi-bagi kapling yang tanpa mereka sadari telah menghasilkan sekat-sekat kekuasaan/kewenangan yang membelenggu jalannya proses penguatan masyarakat madani.

Kreaifitas dan inovasi masyarakat tidak terfasilitasi dengan baik.Padahal dalam iklim kehidupan yang demokratis dan desentralistis,kekuatan masyarakat madani sejatinya adalah sebagai para pencipta pertumbuhan,kesejahteraan dan kemakmuran. Belenggu ini yang menyebabkan posisi Indonesia menjadi tertatih-tatih dalam membangun hari depannya.

Para elit politik penguasa entah sengaja atau tidak mereka menciptakan berbagai undang-undang di parlemen yang hasilnya berujung pada terjadinya pembagian kewenangan berbagai lembaga birokrasi pemerintah,baik di pusat/daerah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem birokrasi yang terjadi sekarang ini adalah merupakan bentuk “kepanjangan tangan dari proses politik yang dijalankan.

Sistem tersebut diakui atau tidak telah mengakibatkan jalannya roda pembangunan tersandera oleh sistem regulasi yang lahir melalui proses politik di parlemen. Masyarakat madani sebagai para penggerak jalannya roda pembangunan prosesnya menjadi terhambat karena terbelenggu oleh sistem birokrasi yang tersekat-sekat dalam wilayah administrasi secara ketat.

Isu tentang koordinasi dan sinkronisasi menjadi menjadi sangat “mahal” nilainya karena sekat-sekat administrasi dan dampaknya dapat menimbulkan problem ekonomi biaya tinggi. Isu simplifikasi dan debirokratisasi menjadi suatu tema yang tidak menarik sama sekali dan persoalan botlenacking nyaris tidak akan pernah dapat diselesaikan akibat dari sistem yang memang dari awalnya sudah membelenggu.

Fenomena ini menjadi senjata makan tuan manakala pemerintah selama ini sibuk melakukan berbagai kerjasama ekonomi berbasis FTA yang operasionalnya membutuhkan sistem yang efisien, cepat, mudah dan murah. Para elit politik dan elit pemimpin nampaknya terus sibuk, rapat-rapatnya hampir setiap hari, tapi hasilnya tidak banyak dirasakan.

Rencana-rencana besar banyak dihasilkan, namun tidak bisa deksekusi di tingkat pelaksanaan karena tersandera sendiri oleh sekat-sekat administrasi yang membelenggu jalannya roda pembangunan di bidang apapun. Birokrasi postur dan gesturnya tetap gemuk baik di pusat maupun di daerah, gerak tindaknya lamban dan lebih hormat dan”takut” dengan para elit di parlemen yang akibatnya kurang banyak bersahabat dengan rakyatnya.

Dampaknya sangat kasat mata bahwa elit politik dan birokrasi seringkali melakukan perselingkuhan yang menimbulkan perilaku KKN. Inilah sejatinya problem besar yang dihadapi oleh Indonesia dan problem besar itu inti pokoknya adalah terjadinya sekat-sekat yang membelenggu diri sendiri dalam seluruh batang tubuh sistem ketatanegaraan dan pengelolaannya.

Ke depan sekat-sekat yang terus membelenggu ini harus bisa diurai. Bongkar biang keroknya yaitu pada kerangka regulasi yang kita anggap sebagai inti masalahnya.Pemerintah dan parlemen harus berani melakukan pembongkaran itu melalui progam deregulasi dan debirokrtisasi yang komprehensif agar seluruh progam pembangunan di negeri ini dapat berjalan sesuai dengan rencana-rencana besar yang sudah dibuat.

Pembongkaran ini termasuk juga untuk berani merombak sistem perencanaannya itu sendiri. Jangan diulang lagi ada dual perencanaan di negeri ini seperti yang sudah sama-sama kita ketahui, yakni ada RPJP, RPJPMN (yang ditangani Bappenas) dan ada pula MP3EI(yang dikendalikan oleh Menko perekonomian).

Tanggal 10 Nopember 2013, bangsa dan negara ini akan memperingati hari pahlawan. Karena itu, jika para elit politik dan para pemimpin di negeri ini ingin menjadi pahlawan, jadilah pahlawan yang gagah berani untuk melakukan pembongkaran sekat-sekat yang membelenggu agar bangsa dan negara ini dapat melakukan lompatan-lompatan besar membangun bangsanya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS