Moratorium CPNS

Loading

Oleh : Enderson Tambunan

Ilustrasi

Ilustrasi

PEMERINTAH daerah, kabupaten, kota, dan provinsi, diharapkan menata pegawai negeri sipil. Tepatnya, mengevaluasi penyebarannya secara tepat agar terlaksana pelayanan kepada masyarakat secara maksimal. Ihwal penataan itu disorot belakangan ini setelah mencuat permasalahan bahwa banyak daerah yang sebagian besar pos belanja dalam APBD-nya digunakan untuk membayar gaji pegawai.

Nah, tidak heran masalah belanja pegawai di daerah itu menjadi topik yang hangat dibicarakan berbagai kalangan, belakangan ini. Memang, bagusnya sebagian besar belanja APBD itu digunakan untuk kepentingan pembangunan guna mengakselerasi peningkatan pendapatan masyarakat. Setelah mengkaji permasalahan hangat itu, akhirnya pemerintah, melalui keputusan bersama tiga menteri (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri) memberlakukan moratorium atau penghentian sementara penerimaan calon pegawai negeri sipil atau CPNS.

Seperti diberitakan media massa, ternyata pula, beberapa daerah menilai moratorium tersebut kurang tepat diberlakukan di daerahnya mengingat masih dibutuhkan sejumlah CPNS yang akan menghela kemajuan daerah demi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah. Termasuk dalam kelompok ini adalah daerah hasil pemekaran. Daerah-daerah tersebut masih membutuhkan banyak pegawai, terutama untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam peraturan bersama tiga menteri mengenai moratorium CPNS itu memang dikecualikan, untuk tenaga pendidikan, kesehatan, dan tenaga khusus yang kebutuhannya amat mendesak.

Terkait dengan masalah moratorium ini, menarik pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, EE Mangindaan, baru-baru ini, yang mengatakan bagi daerah yang menggunakan lebih dari 50 persen belanja dalam APBD untuk gaji pegawai, pada tahun 2012, tak akan diberikan formasi baru untuk CPNS. Daerah itu baru akan mendapatkan formasi penerimaan CPNS pada 2013. Termasuk dalam ketentuan ini, tenaga untuk bidang pendidikan dan kesehatan.

Yang memprihatinkan, berdasarkan data Kementerian Keuangan, daerah yang menggunakan lebih dari separuh belanja APBD-nya untuk gaji pegawai mencapai 297 daerah. Lihat, jumlah kabupaten dan kota di Indonesia sebanyak 497 dan 33 provinsi. Maka dapat dibayangkan cukup banyak daerah yang menggunakan sebagian besar belanja APBD-nya untuk kepentingan pegawai.

Baiknya angka ini kita pandang sebagai masalah dalam sistem pemerintahan dan pembangunan kita. Kita sikapi angka ini untuk perbaikan signifikan. Menjadi tugas berat kepala daerah yang bersangkutan untuk menemukan solusi jitu, sehingga pos belanja dalam APBD lebih banyak digunakan untuk kepentingan pembangunan. Jika formula demikian yang diterapkan maka kita yakin kepala daerah akan lebih mampu meningkatkan kesejahteraan masyakarat dan daya saing daerah, seperti yang dituntut oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam hal ini, amat penting tugas menata dan mengendalikan PNS secara konsisten. Ini jangan dijadikan slogan saja, tapi mesti direalisasikan di lapangan. Tentu dituntut peran utama kepala daerah untuk menjadikan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) berdaya guna.

Itu berarti SKPD hendaknya cocok dengan kondisi dan potensi daerah yang bersangkutan. Potensi unggulan harus ditangani oleh SKPD yang berkualitas dan lengkap, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Misalnya, mungkin daerah perlu diperlengkapi dengan SKPD yang menangani pemasaran komoditas unggulan.

Dalam hal ini, kita mengharapkan setiap daerah mengendalikan pertumbuhan PNS-nya supaya tidak menjadi beban berat bagi APBD dan APBN. Ketika pemerintah memutuskan moratorium CPNS tentu sudah diperhitungkan secara matang untung-ruginya. Maka, ketika keputusan moratorium sudah diambil, berarti porsi keuntungannya jauh lebih besar. Lantaran itu, kita pun mengharapkan agar penataan PNS tetap pada tujuan akhir, yakni memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat.

Pendayagunaan secara tepat sungguh penting. Ini terkait dengan penempatan dan pelatihan. Jangan sampai pelayanan terhambat, lantaran kurangnya SDM. Apalagi, setiap tahun tidak sedikit pegawai yang memasuki masa pensiun dan penggantinya tentu diperlukan. Muaranya tentu, tercapainya kesejahteraan masyarakat secepat mungkin.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS