Memotret Kehidupan TKI dari Jatisaba

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

PURWOKERTO, (Tubas) – Permasalahan yang melingkupi kehidupan TKI bisa tergambar secara menarik dalam Novel Jatisaba. Sudut pandang tokoh utamanya menjadikan novel karya Ramayda Akmal tersebut menampilkan permasalahan TKI dari sisi yang berbeda. Tokoh utama dalam novel pemenang unggulan sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 2010 ini mengambil peran sebagai agen yang menjerat calon-calon TKI.

Acara bedah Novel Jatisaba menjadi lebih ‘hidup’ karena tidak saja dihadiri oleh para pecinta sastra namun juga para aktivis buruh migrant. Bertempat di Angkringan Pojok Nusantara Purwokerto beberapa waktu yang lalu, penulis kelahiran Cilacap tersebut mengatakan bahwa penulisan Novel Jatisaba terinspirasi oleh keadaan sosial di sekitar penulis.

Kehadiran aktivis buruh migrant semakin melengkapi kesaksian penulis tentang berbagai persoalan yang melingkupi kehidupan TKI. Mulai dari persoalan ekonomi, proses rekruitmen, jaringan perdagangan manusia dan minimnya perlindungan pemerintah terhadap mereka.

Menurut dosen sastra Unsoed, Taufikurokhman, Jatisaba bisa disebut sebagai novel antropologi kerana menyajikan fakta dan fiksi secara berdampingan. Sebuah karya fiksi mungkin saja digunakan sebagai bahan rujukan penanganan human trafficking jika apa yang ditulis didasarkan pada realitas sosial yang ada.

Meski setting ceritanya adalah kehidupan di sebuah desa kecil dengan latar belakang budaya Banyumas, namun Novel Jatisaba mampu menggambarkan realitas sosial saat ini secara utuh. Sebuah gambaran tentang praktek perdagangan manusia, lengkap dengan bumbu politik lokal. Melalui Jatisaba, penulis muda kelahiran 1987 tersebut mengangkat persoalan kemiskinan, moralitas politik dan jaringan perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. (joko s)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS