Membangun Industri Mobil Listrik Harus Didukung Industri Baterai

Loading

TANGERANG, (tubasmedia.com) – Upaya pemerintah membangun industri mobil listrik akan lebih maksimal jika didukung dengan hadirnya industri pemroduksi baterai di dalam negeri.

‘’Dengan bisanya Indonesia memproduksi sendiri baterai, apalagi yang berbasis nikel, maka industri mobil listrik yang digagas pemerintah juga bisa lebih didorong lagi,’’  kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate), Kemenperin, Harjanto, saat membuka seminar GAIKINDO 2018 dengan tema “Studi pengembangan electrified vehicle di Indonesia” di ICE BSD City, Jakarta, Kamis (9/8/2018).

‘’Tapi kalau Indonesia menjadi harus mengimpor baterai, gak ada artinya kita kembangkan industri mobil listrik. Industri mobil listrik maju, tapi kalau kita menjadi tergantung baterai impor, itu tak ada artinya,’’ katanya.

Belum lagi kata Harjanto, nantinya limbah lithiumnya mau dikemanakan. ‘’Sudah kebanjiran limbah lithium, kita menjadi negara assembling. Kita gak mau seperti itu,’’ tegasnya.

Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum – Persero) untuk bisa memproduksi baterai mobil listrik yang berbahan dasar Lithium.

“Saya sudah pernah sampaikan di teman-teman Inalum, sekarang banyak bikin stainless saja, kenapa nggak bikin baterai. Karena kuncinya dengan bikin baterai, kita bisa dorong kendaraan listrik,” katanya

Bila Inalum bisa memproduksi baterai, katanya, maka bisa dimanfaatkan tak hanya untuk mobil listrik, namun juga motor listrik. Bahkan bisa untuk alat elektronik lainnya.

Pengembangan baterai listrik menurutnya penting dilakukan. Sebab, kata dia, saat ini baru ada tiga negara yang mampu memproduksi baterai untuk mobil listrik, yakni China, Korea Selatan dan Jepang. Dengan memproduksi baterai sendiri, Indonesia tidak perlu ketergantungan impor.

“Jadi dia bisa bikin buat mobil, buat motor dan sebagainya. Tidak hanya otomotif, bisa elektronik, bisa lari ke pembangkit-pembangkit. Ini contoh ya, karena kita dulu dorong Inalum untuk masuk ke sana,” katanya.

Di Halmahera

Sementara itu, kata Harjanto, saat ini juga sudah ada pihak yang berminat untuk berinvestasi dalam pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Indonesia. Harjanto mengatakan pihak yang tertarik itu merupakan perusahaan asal China, yang ingin membangun Pabrik di Halmahera.

“Tapi sampai saat ini saya belum dapat profile tentang investornya, tapi informasi yang peroleh baru seperti itu, Rp 144 triliun kalau nggak salah ya,” katanya.

Di bagian lain sambutannya disebut,  Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya mendorong pemanfaatan teknologi otomotif yang ramah lingkungan melalui program LCEV (Low Carbon Emission Vehicle).

Hal ini tidak terlepas dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk dapat menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) sebesar  29% pada tahun 2030 dan juga sekaligus menjaga energi sekuriti khususnya disektor transportasi darat. Pemerintah mentargetkan bahwa pada tahun 2025, 20% dari total produksi Kendaraan Baru di Indonesia sudah berteknologi Electrified  Vehicle.

Namun tentunya banyak tantangan yang harus kita carikan solusinya dalam rangka memperkenalkan kendaraan ramah lingkungan ini, diantaranya terkait kenyamanan berkendara oleh para pengguna, infrastruktur pengisian energi listrik, rantai pasok dalam negeri, adopsi teknologi dan regulasi dan juga termasuk dukungan kebijakan fiskal agar kendaraan electrified vehicle dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat pengguna tanpa harus dibebani biaya tambahan yang tinggi.(sabar)

CATEGORIES
TAGS