Memahami Kehidupan

Loading

Oleh: Triyoga

ilustrasi

ilustrasi

ELIZABETH Tower, 1906 menyatakan, “Manusia adalah magnit, dan setiap detail peristiwa yang dialaminya datang atas dari daya tarik (undangan)-nya sendiri.”

Dapat disimpulkan bahwa pikiran dan perasaan manusia memiliki getaran yang cepat dan kuat yang berakibat pada dirinya sendiri dan dunia sekitarnya. Sebab kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan dengan kelengkapan yang baik, seperti: akal-pikiran, perasaan, nafsu-nafsu yang bekerjanya bersama dan seketika. Budi pekerti manusia menjadi baik apabila pikiran, perasaan dan nafsu bekerja baik/positif, akibatnya menumbuhkan keharmonisan. Sedangkan jika pikiran, perasaan dan nafsu bekerja tidak baik/negatif, maka yang tumbuh adalah kegalauan, budi pekerti manusia pun menjadi buruk.

Sebagai contoh, adalah seperti cerita yang dialami seorang teman yang berwiraswata di bidang kuliner. Peristiwa yang dialaminya menggambarkan kehidupan yang dialami manusia disebabkan dari hasil kerja pikiran, perasaan dan nafsu-nafsunya sendiri dan akhirnya berdampak pada dirinya sendiri. Ceritanya: Belum lama teman saya itu membuka warung makan dan merasakan pasang surutnya usaha sangat terpengaruh dari keharmonisannya dalam kelurga.

Percakapannya demikian: “Mas, keharmonisan keluarga itu menentukan pelanggan di warung ini”, ucapnya kepada saya. “Ah mosok, apa hubungannya,” jawab saya agak ragu. Kemudian dia melanjutkan, “Yah kita maklumi, dalam kehidupan rumah tangga sering ada selisih paham itu lumrah, dan saya rasakan setiap ada rasa tidak enak di hati antara suami istri, misalnya: jengkel, sedih, marah yang berlarut-larut, warung saya menjadi sepi pelanggan. Biasanya yang berkunjung di atas 100 orang perhari bisa surut menjadi kurang dari 30 orang. Nah, kadang-kadang karena keadaan itu, malah menambah kejengkelan.”

Ketika saya mendengar cerita dari pemilik warung makan itu, saya teringat cerita teman lain yang menceritakan pengalamannya sebagai pengusaha budidaya itik petelur. Inti ceritanya hampir sama, hanya berbeda jenis usahanya. Ceritanya, ketika ia akan memulai memelihara itik petelur, sebagai pengusaha baru ia sering mengunjungi teman-temannya yang sudah berpengalaman lama di bidang itu.

Salah satu penjelasan yang menarik adalah mengenai sensitifnya perasaan itik yang mudah stres. Apabila itik-itik stres, mereka tidak dapat bertelur dan akan kembali pulih sekitar dua minggu. Hal yang membuat saya tertarik dari ceritanya adalah produksi telur menurun disebabkan oleh suasana pikiran pemiliknya. Apabila pemilik itik sedang ada persoalan keluarga sehingga berlarut-larut sampai meliputi marah, jengkel, sedih, maka itik yang bertelur hanya sedikit, bisa sampai di bawah 50%.

Pada saat itu, saya katakan kepadanya bahwa sudah semestinya, karena yang memberi makan tidak dengan kasih sayang dan melakukannya dengan perasaan marah. Akan tetapi, teman saya mematahkan pendapat saya itu, dengan pengalamannya sendiri, dia menyatakan sebagai berikut. “Mas saya memelihara itik petelur dengan memperkerjakan seseorang menjadi anak kandang yang tugasnya memberi pakan dan merawat kebersihannya. Sedang saya hanya bagian menerima telur dan membelikan pakannya.

Kawan lain mengalami peristiwa serupa pula sebagaimana yang saya ceritakan, jika sedang mengalami persoalan rumah tangga, itik ikut stres dan enggan bertelur atau itik yang bertelur berkurang.”

Mungkin kita semua pernah mengalami sebagaimana cerita tersebut di atas dalam hal lain, tetapi belum memperhatikan dengan cermat atau belum memahaminya. Apabila kita rasa-rasakan, hal itu dapat terjadi karena bergeraknya cipta (pikiran) dan perasaan membentuk getaran gelombang (aura) di sekitar kehidupan kita. Apabila getaran positif akan diterima sebagai getaran positif oleh sekitar kita, tetapi apabila negatif juga akan menggetar hal yang negatif. Hal ini sesuai dengan sebuah tulisan dari R. Tr. Soemodihardjo yang menulis: “Cipta seseorang itu bergetar. Getaran cipta dapat menggetarkan suasana sekeliling. Suasana yang bergetar akan menggetarkan cipta orang lain.”

Dari pengalaman pengusaha kuliner dan itik petelur itu membuktikan bahwa ada hubungan yang erat antara kehidupan manusia dengan alam semesta dan isinya. Terutama manusia yang telah dianugerahi akal pikiran. Oleh karena itu, kita harus menggunakan pikiran, perasaan dan nafsu-nafsu dengan baik, agar lebih mudah menjalani kehidupan di dunia ini dan menciptakan keharmonisan di sekitar kita. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS