Me Marketing I Produk Unggulan Daerah

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

DESENTRALISASI dan otonomi daerah telah berjalan satu dasawarsa lebih, namun berdasarkan kondisi obyektif yang ada, belum semua daerah dapat dipandang berhasil memperbaiki kinerja perekonomiannya dilihat dari berbagai ukuran yang lazim dipakai. Misal PDRB dan ukuran-ukuran lainnya.

Di era otonomi daerah, sudah waktunya masing-masing daerah (propinsi/kabupaten/kota) seyogyanya skill manajemen para kepala daerahnya untuk membangun dan mengembangkan ekuitas sumber daya ekonomi yang dimilikinya dapat dikelola secara professional sebagaimana layaknya organisasi bisnis yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan kaidah keprofesionalan.

Kalau tidak dapat dilakukan dengan cara demikian, maka tentu tidak banyak hal yang dapat dihasilkan dilihat dari sudut pandang karya dan prestasi yang bisa membuahkan legacy. Atau masyarakat akan mengatakan apalah artinya desentralisasi dan otonomi daerah kalau tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

Ini tantangan yang harus bisa dijawab oleh para kepala daerah dan jajarannya. Organisasi publik di daerah harus memiliki kemampuan professional yang berbasiskan kewirausahaan. Dengan landasan ini, diharapkan keinovatifan dapat berkembang untuk dapat merespon kebutuhan masyarakat dengan cepat dan tepat, serta berkemampuan untuk menciptakan perubahan guna mengantisipasi dinamika perkembangan keadaan yang senantiasa cenderung berubah.

Pendek kata, organisasi publik di daerah tidak bekerja dengan prinsip business as usual. Dunia sekarang adalah persaingan dan yang bersaing adalah bukan hanya monopolinya organisasi bisnis saja, tetapi juga persaingan antar organisasi publik, bahkan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok.

Persaingan hanya dapat dijawab dengan dua kata, yaitu efisiensi dan produktifitas. Organisasi publik harus dibangun dan dikembangkan berdasarkan kaidah ini, bukan atas dasar memenuhi kebutuhan yang tidak jelas, seperti mengakomodasi “orang-orang yang dianggap berjasa selama proses pilkada” (political appointy).

Organisasi publik di daerah harus menjadi organisasi yang inovatif agar mampu mengantisipasi perubahan yang sangat cepat dan berkemampuan untuk memanajemeni seluruh potensi dan kekuatan di masyarakat, baik yang bergerak di bidang produksi maupun di bidang lain. Prosesnya harus berkelanjutan dan selalu melakukan perbaikan dalam hal produk (regulasi) dan layanan (fasilitasi) yang betujuan untuk menghasilkan efisiensi dan produktivitas kegiatan ekonomi yang dihasilkan oleh masyarakat.

Zaman telah berubah, tuntutan masyarakat juga telah berubah seiring terjadinya perubahan zaman. Oleh karena itu, perlu ditegaskan kembali bahwa kultur organisasi publik di daerah pun harus mengubah dirinya menjadi kultur pelayanan dan tidak boleh lagi bekerja pada ranah kultur kekuasaan dan bagaimana menjalankan kepentingan kekuasaan.

Sebagian dari organisasi publik di daerah masih beraktifitas pada ranah yang seperti itu. Pelayanan publik masih dilakukan berdasarkan paradigma lama, yaitu supply-driven belum sepenuhnya berparadigma demand-driven, artinya mampu melayani kebutuhan masyarakat dengan baik, mampu menjadi fasilitator dan intermediator yang handal agar nilai tambah secara sosial dan ekonomi yang tercipta di masyarakat bisa optimal dan berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kondisi ideal yang diharapkan adalah berarti bahwa organisasi publik di daerah harus mampu bekerja dalam satu irama dengan organisasi bisnis dan organisasi kemasyarakatan dengan membulatkan suatu tekad dan komitmen yang sama untuk membangun kekuatan ekonomi dan bisnis di daerahnya berdasarkan semangat “Regional Incorporated”.

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Semangat desentralisasi dan otonomi untuk memajukan ekonomi daerah harus dikembangkan berdasarkan semangat ini, bukan dibangun berdasarkan semangat kultur kekuasaan.

Paradigma demand-driven dalam realitanya dapat diwujudkan antara lain misalnya daerah dapat membentuk organisasi publik yang berfungsi untuk me-marketing-i produk unggulan daerah, yang terutama dihasilkan oleh petani dan UMKM/IKM. Lembaga ini bertugas membangun kerangka kerja marketing produk unggulan daerah secara holistik dan melaksanakan aktifitas pemasaran dan promosi secara riil dan berkesinambungan.

Pendekatannya adalah product, price, place, dan promotion (4P). Alasannya sederhana saja, yaitu sangat tidak efisien kalau pemasaran produk-produk UMKM/IKM ditangani sendiri oleh yang bersangkutan, baik di pasar lokal maupun ekspor. 4P sebagai sebuah pendekatan marketing harus dikembangkan secara komprehensif dalam satu manajemen strategik pemasaran yang professional dan kompeten.

Lembaga tersebut dapat berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) sebagai “marketing agency”. Lembaga ini dibangun dan dikembangkan berdasarkan kaidah-kaidah organisasi yang profesional, jenjang kariernya harus jelas termasuk sistem penggajiannya, dan dikembangkan berdasarkan azas meritokrasi.

BLU ini cukup dibentuk ditingkat propinsi saja yang wilayah operasinya bersifat lintas kabupaten/kota. Pendanaan BLU tersebut bersumber dari dana APBN dan APBD propinsi. Bank Pembangunan Daerah Propinsi bertindak sebagai lembaga pembiayaan untuk mendukung proses bisnisnya melalui berbagai skema, misalnya untuk pembiayaan, buyers credit dan penjaminan.

Pembentukan BLU sudah banyak dilakukan untuk berbagai keperluan. Misal, Kementerian Keuangan memiliki Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai BLU yang menangani investasi Pemerintah. Pemprov DKI memiliki BLU yang mengelola angkutan TransJakarta (busway). Sekarang saat yang tepat Pemprov memiliki BLU yang mengelola pemasaran produk-produk UMKM/IKM.

Pandangan dan gagasan tersebut seyogyanya harus bisa segera diwujudkan karena selama ini kegiatan membantu UMKM/IKM di bidang pemasaran hampir dilakukan tanpa konsep dan business as usual, yang ujung-ujungnya hanya memboroskan anggaran. Kegiatannya kecil-kecil saja, tetapu volumenya diperbanyak sehingga daya ungkitnya hampir tidak ada sama sekali.

Sekarang saat yang tepat untuk melakukan semua itu, yaitu melakukan reorientasi dan restrukturisasi menuju terbentuknya organisasi publik yang efisien, tidak lambat bertindak, tidak lambat memproses suatu bentuk pelayanan dan tidak lambat mengambil keputusan. Organisasinya kompeten dan personilnya direkrut berdasarkan standar kompetensi tertentu sesuai kebutuhan. Organisasinya terpimpin dan kepemimpinannya baik.

Sekarang waktu yang tepat untuk melakukan penataan ulang sistem kelembagaan organisasi publik di daerah termasuk pelayanannya agar kehadirannya benar-benar memberikan manfaat secara riil bagi masyarakat, bukan sebaliknya malah menjadi beban masyarakat.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang antara lain mengamanatkan bahwa fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah propinsi (termasuk lintas kabupaten/kota), dan menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota untuk yang berskala kabupaten/kota dapat menjadi landasan hukum untuk dapat melakukan penataan tersebut, antara lain mengembangkan BLU sebagai marketing agency.

Lembaga ini yang diharapkan secara professional dapat membantu UMKM di bidang pemasaran. Lembaga inipula sebagai marketing agency dapat membuat/membangun gerai sebagai pusat pembelanjaan produk UMKM yang sekaligus dapat diberikan pula status sebagai pusat perbelanjaan bebas pajak (free tax shop).

Pengembangan model pusat perbelanjaan seperti itu adalah salah satu bentuk affirmative policy yang sangat ditunggu-tunggu oleh pelaku-pelaku UMKM guna menangkap peluang besarnya pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga yang pada tahun 2012 diperkirakan tumbuh 4,7-5,1%. Tahun 2011 yang lalu nilai belanja konsumsi masyarakat terhadap PDB mencapai Rp. 4000 Triliun, belum lagi belanja turis mancanegara yang jumlahnya pasti tidak sedikit.

Amat disayangkan kalau pengeluaran belanja masyarakat tersebut hanya dihabiskan untuk membeli barang impor. Total impor Indonesia tahun 2011 yang lalu tumbuh 13,3%, dan strukturnya dalam PDB mencapai sekitar 24%, ini pemborosan devisa yang tidak sedikit.

***penulis, Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Pemasaran dan P3DN

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS