Koruptor Setya Novanto Dapat Remisi Lebaran, Pembrantasan Korupsi di Titik Nadir
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pemberian remisi Hari Raya Idul Fitri kepada Setya Novanto mendapat sorotan dari kalangan pegiat anti korupsi.
Pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) itu bahkan dianggap sebagai bukti lemahnya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha mengatakan pemberian remisi terhadap koruptor akan memberikan efek buruk.
Publik akan melihat kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia lemah sampai-sampai seorang yang telah merugikan negara dan merampok uang rakyat mendapat pengurangan hukuman.
“Pemberian remisi terhadap koruptor akan memberikan efek buruk secara luas karena publik akan melihat bahwa pengurangan hukuman menjadi sinyal lemahnya kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia,” ucap Praswad.
KPK Tak Berfungsi
Ketua Indonesia Memanggil 57 Institute ini menekankan pemotongan masa hukuman kepada pelaku tindak pidana korupsi telah membuktikan upaya pemberantasan korupsi berada di titik nadir. Sistem yang ada, termasuk keberadaan KPK seolah tidak lagi berfungsi.
Praswad mengaku khawatir remisi yang diterima mantan Ketua DPR RI itu memberi kesan upaya yang dilakukan KPK selama ini tidak ada gunanya. Penangkapan para koruptor jadi sia-sia karena pada akhirnya hukuman yang diterima pelaku tindak pidana korupsi dikurangi atau diringankan oleh pemerintah.
“Jangan sampai ada kesan, KPK lama sudah susah payah menangkap koruptor, pascarevisi UU KPK ada upaya dari pemerintah untuk meringankan sanksi,” ujarnya.
Praswad menegaskan, kasus korupsi memiliki dampak yang sangat luas terhadap kepentingan publik. Sehingga berbagai bentuk peringanan hukuman baik sebelum maupun pascaeksekusi pengadilan, perlu melihat berbagai aspek dan dilakukan secara sangat hati-hati.
“Menjadi pertanyaan, apakah pemberian remisi bagi terpidana yang pada saat dilakukan proses penegakan hukum melakukan berbagai manuver untuk terbebas dari hukuman, layak mendapatkan remisi,” ucapnya.
Praswad mengingatkan Setya Novanto telah berupaya lari kejaran hukum. Mulai dari rekayasa sakit, kecelakaan lalu lintas hingga intervensi politik. Tindakan tersebut menurut Praswad tidak bisa dianggap main-main.
“Hal tersebut mengingat upaya yang dilakukan SN (Setya Novanto, red) tidak dapat dianggap main-main. Mulai dari rekayasa sakitnya dia, sampai berbagai upaya intervensi politik,” ungkap Praswad.
Sebelumnya sebanyak 240 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat mendapat remisi atau pengurangan masa hukuman dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah.
Selain Setya Novanto, beberapa nama yang termasuk dalam 240 narapidana yang mendapatkan remisi adalah mantan Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara, mantan Kepala Korlantas Polri Djoko Susilo dan mantan Bupati Cirebon Sunjaya.
Kepala Lapas Sukamiskin Wachid Wibowo mengatakan dari total 381 narapidana 240 orang dinilai memenuhi syarat mendapat remisi. Jumlah pengurangan masa hukuman beragam, mulai 15 hari sampai 2 bulan.
“Yang mendapatkan remisi pada hari ini seluruhnya berjumlah 240 orang, yang paling kecil 15 hari dan yang paling besar remisi dua bulan,” kata Wachid dalam keterangannya Rabu 10 April 2024.
Setya Novanto pada Lebaran 2024 ini mendapat remisi selama 1 bulan. Jumlah yang sama diterima mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pada Lebaran tahun lalu. Selain remisi Idul Fitri, Setya Novanto juga pernah mendapat pengurangan masa hukuman sebanyak 3 bulan pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-78 Republik Indonesia pada Kamis, 17 Agustus 2023.
Berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Selasa 24 April 2018, Setya Novanto dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun. Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 triliun.(sabar)