Konvensi Internasional Mengizinkan Polisi Lakukan Kekerasan Bila Nyawanya Terancam

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com)– Pakar Hukum Pidana Universitas Katolik Parahyangan, Liona Nanang Supriatna menegaskan berdasarkan konvensi internasional, polisi diberikan kewenangan untuk menggunakan senjata bila nyawanya terancam.

“Polisi punya kewenangan melakukan tindakan tegas, bahkan keras melalui penggunaan senjata, tetapi sesuai prosedur, ada protapnya dari Kapolri,” ujar Liona Nanang Supriatna ketika dihubungi Senin (7/12/2020).

Berdasarkan hal itu, lanjut Liona, siapa pun yang melakukan pengancaman kepada pihak keamanan sampai membahayakan nyawa, polisi bisa melakukan pembelaan diri.

“Dalam konteks itu dapat dibenarkan, jika polisi terancam. Dapat dibenarkan menggunakan kekerasan dalam bersenjata. Memang prosedurnya demikian. Ada protapnya dari Kapolri dan konvensi intenasional,” tegas Liona Nanang Supriatna.

Liona membenarkan kalau ada kelompok bersenjata di Indonesia. Keberadaan kelompok bersenjata di dalam suatu negara, menurutnya sudah menjadi masalah hukum nasional negara tersebut. Artinya, hukum pidana sudah berbicara dalam penanganan kelompok bersenjata.

“Ya kelompok-kelompok itu memang ada, seperti di Papua, kelompok kriminal bersenjata. Itu adalah masalah hukum negeri Indonesia, masalah keamanan,” terang Liona.

Dalam penanganan kelompok bersenjata ini, Liona mengatakan aturan hukum yang digunakan murni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Jadi hukum pidana yang berbicara di situ kalau ada seseorang membawa senjata tanpa izin,” tukasnya.

Dikatakan, pemerintah dalam hal ini aparat kepolisian, punya kewenangan melakukan penertiban kelompok bersenjata di markas Front Pembela Islam (FPI) maupun ormas-ormas lainnya. Apalagi kelompok bersenjata itu mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Semua (kelompok bersenjata) di seluruh Indonesia menjadi tanggung jawab polisi kalau mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat. Tetapi kalau sudah mengancam eksistensi negara, pertahanan, ya itu adalah porsinya tentara,” paparnya.

Polisi dan tentara bisa bekerja sama untuk menertibkan keamanan, pertahanan dan ketertiban. “Itu tidak ada masalah. Tidak bertentangan dengan hukum. Sepanjang itu berada di dalam koridornya,” tuturnya lagi.

Ditegaskannya, kasus penembakan enam anak buah FPI adalah murni masalah dalam negeri Indonesia. Karena itu semua pihak harus menghormati penyidikan yang sedang dilakukan polisi.

“Kita harus menghormati temuan dari polisi. Karena di zaman sekarang ini kan, polisi sudah transparan, tidak bisa main-main, kongkalikong, merekayasa, karena bukti-bukti forensik secara akademis dan ilmiah dipertanggungjawabkan,” jelasnya.(sabar)

CATEGORIES
TAGS