Kemenperin-Sucofindo Fasilitasi IKM Peroleh Sertifikat SNI
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Kementerian Perindustrian dan PT. Sucofindo (Persero) memfasilitasi sejumlah pelaku industri kecil menengah (IKM) dari berbagai dareah di Indonesia untuk mendapatkan bimbingan teknis mengenai penerbitan sertifikat standar nasional Indonesia (SNI) bagi produk-produknya. Kegiatan ini sebagai upaya peningkatan daya saing IKM nasional di tengah membanjirnya produk impor di dalam negeri.
“Direktorat Jenderal IKM Kemenperin bekerja sama dengan Sucofindo, melalui program corporate social responsibilities (CSR) dari Sucofindo untuk memberikan bantuan pelatihan bagi IKM dan sertifikasi gratis kepada 20 IKM,” kata Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih pada acara Sertifikasi dan Pelatihan Standarisasi Produk IKM Guna Meningkatkan Daya Saing Produk Indonesia di Jakarta, Kamis (29/9).
Gati menjelaskan, bantuan yang diberikan berupa sertifikat SNI yang akan diberikan kepada industri produsen pakaian bayi dan mainan anak, serta sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) bagi IKM. “Para peserta juga mendapatkan pembekalan mengenai sistem manajemen mutu serta regulasi teknis terkait SNI yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas IKM dalam membuat produk sesuai SNI wajib dan tentunya disukai konsumen,” tuturnya.
Direktur Utama PT. Sucofindo (Persero), Bachder Djohan Buddin mengatakan, biaya sertifikasi yang ditanggung oleh Sucofindo ini merupakan wujud nyata perusahaan untuk memberikan bantuan kepada IKM di Indonesia agar lebih siap dalam menghadapi persaingan bisnis di dalam maupun luar negeri. “Tujuan kegiatan ini juga untuk mendukung kebijakan pemerintah mengenai kemudahan berusaha bagi IKM dan dalam penerapan SNI wajib bagi produk IKM. Untuk itu, Sucofindo terus berkomitmen memberikan kontribusi pada pengembangan ekonomi kerakyatan,” ujar Bachder.
Sementara itu, lanjut Gati, Ditjen IKM Kemenperin juga telah melaksanakan berbagai upaya strategis untuk terus meningkatkan daya saing produk IKM nasional, terutama dalam menghadapi implementasi pasar bebas seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN.
“Upaya tersebut, antara lain fasilitasi penerapan standar produk, penyusunan rancangan SNI untuk komoditas IKM, bimbingan dan sertifikasi SNI bagi IKM, bimbingan dan sertifikasi hazard analysis critical control point (HACCP) bagi IKM pangan, sertifikasi halal bagi IKM pangan, bimbingan dan sertifikasi SVLK bagi IKM furniture dan barang kayu,” paparnya.
Gati memastikan, IKM telah membuktikan mampu bertahan di tengah krisis ekonomi, menyerap banyak tenaga kerja, penunjang dan pemerataan pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang mandiri, serta memiliki kedudukan yang strategis untuk mendukung perekonomian nasional.
“Hingga tahun 2014, jumlah unit usaha IKM mencapai 3,5 juta unit dan menyerap tenaga kerja sebanyak 9 juta orang,” ujarnya. Dari jumlah IKM tersebut, memberikan nilai tambah sebesar Rp 222 triliun serta kontribusi PDB IKM terhadap PDB industri nasional sebesar 34.56 persen pada tahun 2014. Capaian ini menunjukkan bahwa IKM memiliki peran yang cukup penting bagi industri nasional.
Tujuan Penerapan SNI
Gati juga menyampaikan, tujuan penerapan SNI wajib bagi sebuah produk, diantaranya untuk melindungi kepentingan konsumen, pelaku usaha, masyarakat dalam aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan serta kelestarian lingkungan hidup (K3L). Selanjutnya, meningkatkan efisiensi pasar dan memperlancar arus perdagangan.
“Di samping itu, untuk efisiensi industri dalam negeri sehingga mempunyai daya saing yang kuat di pasar dalam maupun luar negeri, menciptakan persaingan usaha yang sehat, transparan, memacu kemampuan inovasi, serta meningkatkan kepastian usaha,” sebutnya.
Kemudian, SNI wajib juga untuk mencegah masuknya produk impor dengan kualitas rendah. “Makanya, SNI wajib untuk IKM harus menjadi prioritas,” tegas Gati. Saat ini, produk IKM yang telah menerapkan SNI wajib adalah mainan anak, helm, dan pakaian bayi.
Gati menjelaskan, industri pakaian bayi misalnya, memiliki potensi besar pada sektor industri fesyen. Hal ini terlihat dari banyaknya produsen pakaian bayi yang telah melakukan registrasi Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI. “Belum lagi ditambah dengan industri pakaian bayi berskala mikro yang masih berproduksi di rumah tinggal,” ujarnya.
Sejak pemberlakuan SNI Wajib Pakaian Bayi yang dimulai pada 17 Mei 2014, telah terdaftar 130 pelaku usaha untuk mendapatkan SPPT SNI melalui Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin. “Ditjen IKM setiap tahunnya juga terus melakukan pembinaan kepada pelaku IKM pakaian bayi baik berupa sosialisasi, bimbingan teknis, dan fasilitasi sertifikasi,” tuturnya.
Pada tahun 2015, Ditjen IKM telah melaksanakan bimbingan teknis SNI Wajib Pakaian Bayi di enam daerah, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali dengan 35 fasilitasi sertifikasi. Sedangkan pada tahun 2016, lokasi bimbingan teknis SNI Wajib Pakaian Bayi dilaksanakan pada lima daerah, yaitu Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara, dengan 20 fasilitasi sertifikasi.
Sementara itu, Bachder menyampaikan, kegiatan pelatihan dan bantuan sertifikasi untuk IKM, termasuk bagi produsen pakaian bayi ini merupakan rangkaian acara perayaan Ulang Tahun ke 60 Sucofindo. Selain mengadakan pelatihan dan sertifikasi gratis untuk IKM dengan ruang lingkup SNI Mainan Anak dan Pakaian Bayi, lanjut Bachder, Sucofindo juga menyiapkan bantuan sertifikasi SVLK dan pelatihan SNI Pasar Rakyat, Sertifikasi Pangan Organik, Pengadaan Air Bersih di enam daerah, Pengujian Air Bersih serentak di 12 kota di Indonesia, yang melibatkan sekolah, puskesmas dan IKM, serta sertifikasi gratis Good Manufacturing Practice (GMP) untuk IKMdi berbagai kota di Indonesia. (ril/sabar)