Kemenperin Fokus Kembangkan Industri Hijau

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Kementerian Perindustrian fokus untuk mengembangkan program industri hijau, di mana setiap sektor manufaktur nasional perlu menerapkan prinsip yang ramah lingkungan. Upaya yang dilakukan melalui efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan bahan baku secara berkelanjutan pada proses produksi.

“Selain sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, elemen pokok industri hijau juga guna menghadapi kesiapan Konvensi Stockholm terkait peningkatan daya saing,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Kamis (19/10).

Terkait langkah tersebut, pada tanggal 16-18 Oktober 2017, Ngakan memimpin rombongan kunjungan kerja ke Negeri Tirai Bambu, yang diikuti antara lain dari perwakilan Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau, Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Direktorat Industri Kimia Hulu serta United Nations Development Program (UNDP) Indonesia.

Delegasi Indonesia bertemu langsung dengan Direktur Jenderal Kerjasama Ekonomi Luar Negeri, Kementerian Perlindungan Lingkungan Tiongkok beserta jajarannya dalam rangka membahas kemajuan implementasi Konvensi Stockholm, terutama terkait pengelolaan limbah elektronika serta proses daur ulangnya.

Tiongkok telah meratifikasi Konvensi Stockholm pada tahun 2004, sedangkan Indonesia meratifikasi pada tahun 2009 melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten.

“Dalam pertemuan, kami saling bertukar informasi tentang bahan tahan api (flame retardant) alternatif untuk menggantikan polybrominated diphenyl ethers (PBDE) dan manajemen limbah elektonika (e-waste),” tuturnya.

PBDE merupakan senyawa kimia organik yang secara internasional telah dilarang penggunaannya di industri karena berpotensi sebagai bahan pencemar yang bersifat persisten di lingkungan atau Persistent Organic Pollutants (POPs) sesuai dalam Konvensi Stockholm tentang POPs yang ditandatangani 172 negara pada tahun 2001.

“Setiap tahun, sejumlah bahan kimia baru diusulkan untuk menjadi POPs setelah terbukti secara ilmiah memiliki potensi bahaya terhadap lingkungan dan makhluk hidup,” jelas Ngakan. (ril/sabar)

 

CATEGORIES
TAGS