Jimly Asshiddiqie Melancarkan Teror ke Hakim PTUN atas Pesanan Jokowi

Loading

Petrus Selestinus (berjas paling depan) bersama rekan-rekannya saat hendak memasuki gedung MPR  di Senayan, Kamis, tapi tidak diperbolehkan masuk oleh Dasco.-tubasmedia.com/ist

 

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pernyataan  Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie yang menyebut apabila Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan pencalonan Gibran, maka tindakan tersebut bertentangan dengan konstitusi negara, sehingga hakim yang membuat keputusan itu bisa dikenai sanksi berat dan dapat dipenjara, mendapat kecaman keras dari sejumlah pakar hukum. Salah satunya Petrus Selestinus.

‘’Ucapan Jimly itu merupakan ucapan pesanan dari penguasa negeri ini dan yang pasti Jimly mendapat bayaran yang nilainya cukup tinggi. Jimmly sudah meneror hakim,’’ kata Koordinator TPDI dan Advokat Pengacara Nusantara, Petrus Selestinus kepada tubasmedia.com melalui telepon seluler di Jakarta, Kamis malam.

Menurut Petrus, semua kalimat yang diucapkan Jimly dalam hal menakut-nakuti hakim, sudah dapat dipastikan adalah pesanan dari Presiden Jokowi.

Jimly Gelap Mata

Jimly menjadi gelap mata dan pura-pura bodoh bahwa pihak manapun dilarang mencampuri kekuasaan kehakiman dalam bentuk dan cara apapun.

‘’Jimy harusnya tau dan paham tentang itu, tapi dasar ada pesanan dari pennguas, Jimly jadi salah menempatkan diri karena jadi gelap mata melihat bayaran yang super mahal itu,’’ jelas Petrus.

Namun, dalam pernyataannya yang konyol inilah yang kami sayangkan karena bagaimanapun Jimmly dinilai masih punya pengaruh dalam lingkaran kekuasaan atau setidak tidaknya punya akses ke kekuasaan

Jimly sebelumnya  menggarisbawahi bahwa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang adalah agenda final yang tidak bisa diganggu gugat oleh lembaga atau pejabat manapun. Hal ini, kata dia, sudah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan keputusan mengenai keabsahan pasangan yang akan dilantik sudah mencapai titik akhir di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kalau terjadi, misalnya PTUN memutus dengan perintah membatalkan, maka majelis hakimnya wajib ditangkap, diberhentikan, dan bahkan dipenjarakan dengan hukuman sangat terberat, karena telah berkhianat pada negara dengan melawan konstitusi negara,” tuturnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, dikutip Kamis (10/10/2024). (sabar)

CATEGORIES
TAGS