Jebakan Stagnasi

Loading

Oleh: Edi Siswoyo

ilustrasi

ilustrasi

BIASANYA yang namanya jebakan itu sebagai perangkap halus yang tersembunyi. Maka, kewaspadaan dan kehati-hatian diperlukan supaya tidak terjebak dan terperangkap. Sebab, pelukan jebakan bisa membuat klepek-klepek seperti orang yang sedang jatuh cinta. Pelukan maut itu bisa terjadi dimana-mana dan dalam bentuk yang macam-macam. Termasuk, di perjalanan masa depan bangsa yang dibayangi–bayangi oleh jebakan stagnasi pendapatan Indonesia dari negara berpendapatan menengah menjadi berpendapatan tinggi.

Indonesia membutuhkan kenaikan kelas dari negara pendapatan menengah ke pendapaan tinggi. Kenaikan kelas untuk menghindari perangkap negara berpendapatan menengah. Soalnya, kemandekan kelas bisa menjebak perjalanan masa depan bangsa. Itulah kekhawatiran yang membayan sejak tahun awal 1990-an Indonesia masuk menjadi negara berpedapatan menengah yang saat ini berpendapatan 5.170 dollar Amerika Serikat (AS) per kapita.

Biasanya, kesadaran datang di belakang setelah perjalanan masuk perangkap dan terjebak. Untunglah pemerintah cepat sadar terhadap perlunya kenaikan kelas guna menghindari perangkap negara berpendapatan menengah. Pembahasan bertajuk “Menghindari Perangkap Negara Berpendapatan Menengah”, pekan lalu, digelar di Nusa Dua, Bali.

Dalam seminar internasional itu ditegaskan masih ada waktu 20 tahun bagi Indonesia untuk bisa naik kelas. Lho, koq 20 tahun? Ya, soalnya menurut para ahli–dalam seminar itu–suatu negara terjebak di dalam kelas pendapatan menengah jika mengalami stagnasi di kelasnya selama minimal 42 tahun. Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan menengah sejak awal 1990-an jadi tinggal 20 tahun lagi untuk naik kelas sebagai negara berpendapaan tinggi.

Menghadapi jebakan iu Menteri Keungan M. Chatib Basri menyatakan Indonesia memiliki tantangan jangka pendek yaitu pengetatatan stimulus moneter di Amerika Serikat yang diperkirakan akan segera dilakukan dan bisa membuat surut arus modal yang selama ini mengalir deras ke Indonesia. Tantangan lain, besarnya defisit transaksi berjalan–permintaan lebih besar dari pasokan dan kekuranganya ditutup dengan impor– yang pada triwulan kedua tahun 2013 angkanya mencapai 9,8 miliar dollar AS atau 4,4 persen terhadap Produk Domistik Bruto (PDB).

Dalam jangka pendek perlu dilakukan pengereman permintaan pada tahun 2013 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6 – 5,8 persen dan pada ahun 2014 dengan perumbuhan ekonomi sekitar 6 persen. Maka, mulai tahun 2015 Indonesia perlu menggenjot pertumbuhan ekonomi secara maksimal.

Boleh-boleh saja. Tapi, kita juga tidak bisa memungkiri kalau kehidupan ekonomi Indonesia saat ini semakin liberal. Tentu, kondisi yang tidak diinginkan oleh para pendiri republik ini akan membuat situasi menjadi lebih sulit untuk melepaskan diri dari pelukan stagnasi pendapatan negara berpenghasilan menengah. Kenaikan kelas akan ditentukan oleh kemampuan pemerintah melihat jangka panjang sebagai cara terbaik menjamin masa depan bangsa! ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS