Investasi Penting, Tapi Jangan Abaikan Hak Masyarakat

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) memberikan perhatian serius terhadap bentrok warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan aparat gabungan dari TNI, Polri dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam. Bentrok dilatarbelakangi penolakan warga Rempang terhadap rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City.

“Kekerasan tidak dapat menyelesaikan persoalan. Perbedaan pandangan terkait pelaksanaan keputusan pemerintah tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara kekerasan yang akhirnya dapat mencederai hati nurani rakyat,” ujar Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pdt Henrek Lokra, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (19/9/2023).

Rencana pembangunan Rempang Eco City sudah mencuat sejak 2004, dimana PT Makmur Elok Graha menjadi pihak swasta yang digandeng pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam melakukan pembangunan.

Tahun 2023, pembangunan Rempang Eco City masuk dalam Program Strategis Nasional sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023, dan ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.

Atas bentrok yang setidaknya terjadi dua kali antara warga Rempang dan aparat, PGI meminta pemerintah lebih menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat atas tanah warga.

‘’Investasi penting, namun tidak boleh atas nama investasi lalu mengabaikan hak masyarakat yang adalah warga bangsa sendiri. PGI mengerti bahwa pemerintah dengan kebijakan pembangunannya akan memperhatikan dengan baik hak-hak masyarakat no one left

behind,” kata Pdt. Henrek Lokra.

PGI mengajak semua pihak untuk menahan diri agar tidak semakin memperkeruh situasi, sehingga dapat menghasilkan penyelesaian yang baik atas persoalan ini.

“Mengajak gereja-gereja di Indonesia, terkhusus yang ada di Kepulauan Riau untuk memberi waktu khusus mendoakan apa yang terjadi di Pulau Rempang, agar kasusnya segera selesai tanpa harus merugikan pihak manapun,” kata Pdt. Henrek Lokra.

Menjadi Sorotan

Pembangunan proyek Rempang Eco City yang berada di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau menjadi sebuah kawasan ekonomi hijau belum lama ini menjadi sorotan setelah mendapat penolakan keras dari masyarakat setempat. Lantas Rempang Eco City punya siapa?

Belakangan proyek ini dilaporkan memiliki nilai investasi fantastis hingga mencapai Rp 381 triliun. Seiring dengan ramainya penolakan investasi di pulau tersebut, sosok Tomy Winata diketahui menjadi salah satu pengusaha yang mempunyai peran penting dalam proyek raksasa ini.

PT Makmur Elok Graha di bawah pimpinan Tomy Winata, digadang-gadang sebagai pemegang hak eksklusif untuk mengelola dan mengembangkan Rempang Eco City, yang merupakam anak perusahaan Grup Artha Graha. Perseroan ini telah mendapatkan sertifikat hak atas bangunan seluas 16.583 hektare dalam kurun waktu selama 80 tahun dari Otoritas Batam serta Pemerintah Kota Batam.

Pada awalnya, rencana pengembangan Pulau Rempang ini telah ditandatangani dan disetujui melalui sebuah perjanjian yang berlangsung sejak Agustus 2004 silam. Saat itu rencana pembangunan proyek tersebut bernama Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif atau KWTE.

Akan tetapi, rencana pembangunan tersebut sempat mandek lantaran adanya dugaan korupsi di kalangan petinghijya. Belasan belas tahun berselang, proyek ini kemudian kembali hidup dan berhasil masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional yang berasal dari pemerintah pusat.

Terbaru, perusahaan kaca dan panel surya asal China, Xinyi Group telah mengumumkan pembangunan pabrik di Kawasan Industri Rempang dengan nilai investasinya mencapai Rp 381 triliun. Hal inilah yang kemudian, memicu penolakan dari seluruh warga setempat lantaran dinilai akan banyak merugikan lingkungan.

Tomy Winata

Tomy Winata sendiri adalah pengusaha yang sangat berpengaruh sejak era Orde Baru. Dia memiliki beberapa bisnis yang bergerak dalam berbagai sektor di bawah naungan Grup Artha Graha atau Artha Graha Network.

Bisnis grup itu mencakup properti, agro industri,  keuangan, perhotelan, pertambangan, hiburan, media, ritel, IT dan telekomunikasi. Pengusaha berdarah Tionghoa ini mengawali bisnisnya pada tahun 1972 melalui proyek pembangunan kantor Koramil yang berada di Singkawang, Kalimantan Barat.

Bermula dari situ, ia mulai kenal dan dekat dengan beberapa kalangan militer bahkan dipercaya untuk memegang proyek-proyek besar lainnya seperti pembangunan barak sampai sekolah tentara. Selain itu, Tomy Winata juga disebut orang yang ada di balik pembangunan kawasan perkantoran SCBD, Jakarta.

Kemudian pada tahun 2016 namanya sempat tercatat dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaannya mencapai Rp1,6 triliun. Maka tidak heran namanya masuk dalam daftar sembilan ‘naga’ konglomerat di Indonesia.

Sememngtara itu diberitakan, kepastian terkait peran Tomy Winata yang ada di balik proyek Rempang Eco City telah dikonfirmasi oleh Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait.

Mengutip profil PT Makmur Elok Graha yang telah tercatat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), bahwa perusahaan ini beralamat di Gedung Artha Graha di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, berdiri sejak tahun 2010. Kemudian pada tahun 2023, perusahaan tersebut pindah ke kawasan Orchard Park Batam.

Namun jauh sebelum proyek ini akan kembali dibangun, jejak Tomy Winata sudah terlihat dalam beberapa foto pertemuannya dengan sejumlah pejabat Pemerintah Kota Batam, Otorita Batam, serta DPRD Kota Batam saat ia memaparkan terkait konsep pengembangan Pulau Rempang.

Dalam foto tertanggal 26 Agustus 2004, Tomy Winata yang saat itu mewakili PT Makmur Elok Graha dan Pemerintah Kota Batam diketahui telah menandatangani perjanjian atas pengembangan dan pengelolaan Kawasan Pulau Rempang seluas 17.000 hektare, Pulau Setokok 300 hektare, serta Pulau Galang sekitar 300 hektare. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS