Ini Komentar Perantau Indonesia di Kuala Lumpur
Laporan: Redaksi
KUALA LUMPUR – Warganegara Indonesia yang merantau ke negeri orang bukan karena tidak cinta Indonesia. Tapi karena ingin memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan sanak keluarga. Tinggal di Indonesia, kami tidak kebagian apa-apa lagi karena sudah banyak bandit yang menjarah kekayaan Indonesia. Banditnya berdasi lagi.
Kalimat ini meluncur lancar dari mulut sejumlah perantau Indonesia yang bermukim di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka ditemui wartawan tubasmedia.com Sabar Hutasoit di salah satu restoran tempat biasa mangkal mereka di terminal bus antarnegara Pudu Raya, Kualalumpur, Malaysia.
“Ya benar, kami mengadu nasib di sini dan tampaknya jauh lebih gampang cari hidup di Kualalumpur,” kata seorang di antara mereka mengaku bernama Arun. “Saya dari Medan bang,” jelasnya.
Mereka sehari-hari berada di terminal bus antarnegera itu sebagai pekerja perusahaan otobus. “Tapi kami bukan calo seperti di Indonesia itu lho bang. Kami resmi karyawan dari perusahaan dan kami terima gaji setiap bulan ditambah komisi dari penumpang yang kami dapat,” jelasnya.
Para pekerja bus antarnegara itu dilengkapi alat komunikasi HT (handy talky) agar mereka bisa langsung berkomunikasi dengan petugas loket di dalam terminal. Mereka para pemegang HT terlihat “berkeliaran” di antara kerumuman pengunjung sekitar terminal.
Bicara sekitar penghasilan, satu orang pekerja (mereka menolak disebut calo) dalam satu hari bisa mengantongi 50-100 ringgit Malayia (RM) atau setara dengan Rp 300.000. Angka ini ditambah lagi dengan gaji setiap bulan yang sudah ditetapkan. “Gajinya berapa?” tanya tubasmedia.com yang dijawab tergantung lama kerja dan kemahiran mencari penumpang.
Terminal Pudu Rasa adalah terminal bus antarnegara yang menghubungkan Kuala Lumpur dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Brunai Darussalam, Thailand dan sebagainya. Terminal tersebut tertata rapi dan bersih serta jauh dari semrawut.
“Ini bedanya dengan negara kita bang. Kerajaan di sini benar-benar memperhatikan kepentingan masyarakat. Tidak ada korupsi di sini, beda dengan kita yang di mana-mana korupsi dan koruptornya tidak ditangkap,” kata Arun.
Arun dan rekan-rekannya sebagai pencari nafkah di terminal bus sempat memperbandingkan terminal bus di Kuala Lumpur dengan terminal bus yang ada di kota-kota besar Indonesia. Maka itu katanya, sebagai orang kecil mereka hanya berharap kepada pemerintah Indonesia agar selalu mengutamakan kepentingan rakyat dan para koruptor dihukum seberat-beratnya dan bila perlu dihukum mati saja agar Indonesia bisa makmur dan rakyatnya sejahtera. ***