Industri Rotan Nasional Butuh Penyelamatan
Laporan: Redaksi
PALU, (tubasmedia.com) – Sangat menyedihkan, kondisi industri rotan nasional kini tengah berada di ujung tanduk, bahkan sedang terbaring di unit gawat darurat. Padahal, seperti kita ketahui, 80% bahan baku rotan dunia disuplai dari Indonesia.
Pemerintah perlu segera mengambil tindakan penyelamatan agar keberadaan rotan nasional tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak mengerti diagnosanya. Di samping itu, lahirnya Pusat Inovasi Rotan Indonesia (PIRNas), yang dibidani oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), tidak hanya sekadar menyelenggarakan pameran dan pelatihan. Tapi lebih dari itu, memberikan sumbangan bagi penemuan-penemuan inovasi teknologi dan pengembangan desain produk rotan yang memiliki nilai tambah, sesuai selera pasar dalam negeri maupun global.
Kesimpulan itu terungkap dari perbincangan wartawan dengan para ahli di bidang rotan seperti Kepala PIRNas Prof DR H Andi Tanra Tellu MS, Design Director PIRNas DR Andar Bagus Sriwarno dan Technology Advisor PIRNas Drs Dodi Mulyadi, di gedung PIRNas Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/3).
Sementara itu, Walikota Palu, Rusdi Mastura, sebelumnya membuka pelatihan Rattan Design Development diikuti oleh 20 peserta dari berbagai daerah sentra rotan Indonesia. Kegiatan berlangsung selama enam hari dan diadakan oleh Direktorat Wilayah III Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kemenperin menghadirkan ahli desian rotan asal Jerman masing-masing Prof Jan Armgardt dan Prof Auwi Stubbe.
Menurut Andar, komplikasi yang tengah melanda industri rotan Indonesia mengakibatkan kita tidak bisa memaksimalkan pemanfaatan kekayaan alam yang cukup berlimpah tersebut. Di sisi lain, konflik internal antar kementerian juga ikut memberikan warna, sehingga perjalanan untuk memajukan industri rotan nasional menjadi terhambat.
“Anehnya lagi, kementerian-kementerian tersebut justru kekeh dengan pendiriannya masing-masing, sehingga terkesan tidak ada yang mau kalah. Maunya menang sendiri. Belum lagi persoalan pada daerah sentra penghasil rotan, di mana masih ada keinginan kuat untuk membuka kran ekspor rotan, sehingga lahirlah kebijakan tarik ulur,” tegasnya.
Tanra menambahkan, sebagai penghasil rotan terbesar di dunia, Indonesia sudah seharusnya leading di bidang industri dan produk rotan. Tapi nyatanya, sampai sekarang kebijakan rotan nasional belum mapan,’’ tegasnya.
Karena itu, sambung Dodi, Indonesia ke depan ini perlu mencanangkan program ‘Gerakan Rotan Nasional’, agar semua pihak yang kompeten dalam industri ini ikut terlibat membenahi berbagai kebijakan yang ada.
“Yang terpenting, kita harus mengutamakan kepentingan nasional, bukan untuk kepentingan kelompok. Kemudian, pemerintah pusat juga sudah harus mulai mewajibkan soal penggunaan produk rotan bagi setiap pengadaan barang dan jasa sebesar 30%,” usulnya.
Jika program ini bisa diwujudkan, lanjut Dodi, industri rotan nasional diyakini bakal booming lagi. Sekaligus dapat mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat yang sumber kehidupannya dari rotan. (sabar)