Indonesia Mengalami Kontraksi Ideologi yang Dahsyat

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

DENGAN jujur dan terbuka harus dikatakan bahwa Indonesia sebagai bangsa menghadapi problem besar yang dahsyat, yakni porak-porandanya tata nilai dan kohesi sosial akibat negeri ini mengalami kontraksi yang luar biasa di bidang ideologi. Amat merisaukan kondisinya.

Secara spiritual menjadi rapuh dan keropos. Manusia Indonesia telah banyak yang pintar, namun karena secara ideologis tidak ada yang bisa dipegang sebagai haluan hidup, sehingga sebagian di antaranya gagal membangun jati dirinya secara paripurna sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Pancasila yang 1 Juni 2013 kita peringati kelahirannya, hanya ada di upacara saja. Tatanan nilai kehidupan berbangsa dan berbangsa rusak, nyaris seperti tidak ada pemimpin formal dan nonformal yang sanggup memperbaikinya. Benar-benar merana hidup di negeri ini yang mengalami krisis ideologi yang kontraktif. Tak ada katub pengaman yang bisa membendung infiltrasi ideologi Barat yang liberal, yang menempatkan nilai kebendaan yang materialistik telah membuat sebagian dari masyarakat kita terbius oleh gaya hidup hedonis, royal, boros, dan konsumtif.

Rasa ke-aku-an makin menonjol dan rasa ke-kami-an atau ke-kita-an hanya ada dalam ucapan, dan tidak ditampakkan dalam tindakan. Koalisi dibangun hanya sekadar untuk saling memberikan rasa aman dan nyaman kepentingan elite politik. Illegal logging, illegal fishing, impor barang dan jasa ilegal, dan bisnis narkoba lalu lalang dengan amannya setiap saat. Law and order parah. Ideologi yang dijunjung tinggi adalah uang, fulus.

Pulau-pulau terluar dicaplok oleh negara tetangga, inggih monggo kerso. Sumber daya alam dikuras habis oleh asing dipersilakan saja dengan alasan kita tak punya uang dan teknologi. Negara ini secara anatomi posturnya besar dan gagah, tapi jiwanya sakit, karena tidak tahu mau diapakan negeri ini. Negeri ini seperti tidak terpimpin dan terbimbing oleh ideologi yang diyakini akan dapat membentengi kehidupan bangsa dan negara.

Badannya besar, tapi nyalinya kecil ketika ditantang bersaing oleh bangsa lain dalam perdagangan bebas. Selalu saja minta time out dengan alasan belum siap. Cinta Tanah Air, patriotisme, nasionalisme emangnya gue pikirin. Tapi, kalau urusan harta, tahta dan wanita semua ikut berebut. Sogok, suap, KKN adalah ideologi yang dianut oleh orang-orang yang menggemarinya. Politik kebangsaan tidak hadir alias nihil. Politik uang yang transaksional yang disambut dengan suka cita di atas hamparan karpet merah. Menjadi pemimpin hanya berburu penghargaan dan pengakuan semu dari dunia internasional, bukan dengan berburu karya, prestasi dan legasi.

Yang seperti ini adalah para penganut ideologi penghargaan dan pencitraan.Weleh-weleh, ngenes banget hidup di negara besar, kaya, tapi hatinya kosong, karena ideologinya telah dihancurkan dari dalam maupun dari luar. Tapi, sebagai bangsa Indonesia yang masih punya jati diri dan harga diri, kita tidak boleh menyerah. Kita selamatkan bersama negeri ini dari kebangkrutan dan kehancuran sebelum akhirnya punah peradabannya meskipun secara fisik negara Indonesia itu tetap ada.

Kita harus berani melakukan perbaikan dan harus kembali ke khitoh yang menjunjung tinggi nilai ke-Tuhan-an, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, selalu bermusyawarah untuk mufakat, dan berkeadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia. Awas!!! Waspadai bahwa negeri ini sedang mengalami kontraksi ideologi yang mahadahsyat yang para destroyer-nya ada di sekitar kita sendiri, baik di dalam maupun di luar. Jayalah Indonesiaku dan berideologilah, kembali ke Pancasila. Dan Pancasila harus hadir di dunia nyata, bukan hanya di upacara bendera. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS