Hukum Ketatanegaraan Kabinet SBY Jeblok

Loading

Oleh: Marto Tobing

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

TENTU saja belum lupa keteledoran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah “ditelanjangi” oleh pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra soal pengangkatan Jaksa Agung Hendarman Supanji. Yusril menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa jabatan Jaksa Agung yang disematkan kepada Hendarman itu tidak sah karena belum pernah dilantik. Gugatan Yusril dikabulkan MK dan Hendarman pun “lengser”.

Kini hukum ketatanegaraan kabinet SBY yang jeblok itu kembali “ditelanjangi” oleh penggugat yang sama yakni soal keabsahan jabatan Wakil Menteri (Wamen) ke MK.

Hasilnya, majelis hakim pada sidang hukum ketatanegaraan di MK itu menetapkan, semua keputusan presiden (Kepres) tentang pengangkatan Wamen harus diperbaharui agar menjadi produk hukum yang sesuai dengan kewenangan eksklusif presiden dan tidak lagi mengandung ketidak pastian hukum.

Penetapan itu muncul setelah MK mengabulkan sebagian uji materi UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. “MK menyatakan penjelasan pasal yang mengatur posisi Wamen dalam UU tentang kementerian negara itu bertentangan dengan pasal 28 D ayat (1) UUD-1945,” tandas Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD saat membacakan putusan hukum ketatanegaraan itu di ruang sidang gedung MK Jakarta Selasa (5/6).

Pembacaan putusan dilakukan secara bergantian oleh sembilan hakim konstitusi. Gugatan konstitusi itu diajukan Yusril selaku kuasa hukum Gerakan Nasional Pemberantasan Tipikor. Para penggugat menilai Pasal 10 UU No. 39 Tahun 2008 itu bertentangan dengan UUD 1945, sebab jabatan itu tidak diatur dalam Pasal 17 UUD 1945 yang mengatur masalah kementerian negara.

Pasal 10 UU Kementerian Negara berbunyi “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu dan bukan merupakan anggota kabinet”.

Hakim Konstitusi M Akil Mochtar melanjutkan pembacaan putusan dan menjabarkan penjelasan lebih terperinci dalam pertimbangan putusan itu. MK berpendapat penjelasan Pasal 10 itu tidak sinkron dengan pasal 9 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2008. Menurut pasal tersebut susunan organisasi kementerian terdiri dari atas unsur pimpinan yaitu menteri, sekretaris jenderal, direktur jenderal dan badan pendukung di pusat, daerah serta luar negeri sesuai peraturan perundang-undangan.

Apabila Wamen ditetapkan sebagai pejabat karier sudah tidak ada posisinya dalam susunan organisasi kementerian yang berarti bertentangan dengan pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.

“Sampai kepres itu diperbaharui, jabatan Wamen status quo atau dikosongkan. Apabila nantinya Wamen yang sekarang dipertahankan atau diganti itu hak presiden, apakah Wamen itu nantinya masuk kabinet, itu juga hak presiden,” ujar Akil.

MK berpendapat bedasarkan penjelasan pasal 10 UU Kementerian Negara jabatan karier dari PNS. Tetapi dalam pengangkatannya tidak jelas apakah jabatan tersebut merupakan jabatan struktural atau jabatan fungsional. “Persoalannya, jika dianggap jabatan struktural yang bersangkutan haruslah menduduki jabatan Eselon I-A di bawah pembinaaan Sekretaris Jenderal (Sekjen).

Para Wamen yang terkena status qo itu Wardana Wamen Luar Negeri. Letjen Sjafrie Sjamsoeddin Wamen Pertahanan. Denny Indrayana Wamen Hukum dan HAM. Anny Ratnawati Wamen Keuangan. Mahendra Siregar Wamen Keuangan. Widjajono Partiwidagdo (Alm) Wamen ESDM. Alex Retraubun Wamen Perindustrian.

Bayu Krisnamurthi Wamen Perdagangan. Rusman Heriawan Wamen Pertanian. Bambang Susatono Wamen Perhubungan. Achmad Hermanto Dardak Wamen Pekerjaan Umum. Ali Ghufron Mukti Wamen Kesehatan. Musliar Kasim Wamen Pendidikan dan Kebudayaan. Windu Nuryanti Wamen Pendidikan dan Kebudayaan. Nasaruddin Umar Wamen Agama. Sapta Nirwandar Wamen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Lukita Dinarsyah Tuwo Wamen PPN/Bappenas. Mahmuddin Yasin Wamen BUMN. Eko Prasojo Wamen PAN dan Reformasi Birokrasi. Bersamaan status quo para Wamen ini terselamatkanlah pemborosan keuangan negara yang harus dikeluarkan setiap bulannya lebih kurang sebesar Rp 1 miliar. Sebab “upah” yang diterima setiap Wamen selama ini adalah Rp 50 juta per-bulan.***

CATEGORIES
TAGS
NEWER POST
OLDER POST

COMMENTS