Hilirisasi untuk Siapa

Loading

Oleh: Fauzi Azis

ilustrasi

ilustrasi

MESKIPUN kebijakan hilirisasi adalah kita anggap tepat dalam rangka peningkatan nilai tambah, tetapi karena investasi untuk pengembangannya memerlukan modal yang tidak sedikit, teknologi dan jaringan bisnis yang luas, pantas kalau pertanyaan hilirisasi untuk siapa, muncul.

Kondisi yang demikian bisa berpotensi bahwa secara integratif akan terjadi sentralisasi pengusahaan pada rantai nilai proses dari hulu sampai hilir sampai dengan jalur distribusinya di satu tangan. Sistem ini sangat mungkin dilakukan oleh pemodal kuat untuk melakukan integrasi proses yang seperti itu karena beberapa alasan.

Pertama, rantai nilai prosesnya akan berjalan lebih efisien karena sistem yang integrated. Hilirisasi yang paling idial memang kalau proses rantai nilai produksi dan distribusinya teraglomerasi mengingat hambatan utama yang akan terjadi bila simpul-simpul produksi dan distribusi terpisah-pisah sehingga membutuhkan biaya logistik yang tidak murah.

Kedua, potensi untuk terjadinya integrasi proses dapat pula terjadi karena dipicu oleh faktor harga dan biaya transaksi akibat proses industrinya tidak terintegrasi. Artinya progam pelaksanaan hilirisasi akan banyak memunculkan hambatan dalam proses bisnisnya terutama jika industrinya tidak integrated.

Contoh yang sudah terjadi di sektor biodiesel. Pemerintah menetapkan standar harga penjualan biodiesel dari para produsen ke ertamina ditetapkan atas dasar Mops (Mean of platts Singapore) minyak solar. Namun patokan harga ini tidak serta dapat diterima produsen di wilayah Indonesia karena berbagai alasan sehingga Pertamina harus melakukan pengkajian dengan mencari berbagai alternatif untuk wilayah Indonesia timur.

Catatan yang dapat disampaikan adalah bahwa biaya logistik yang harus dipikul oleh industri tergolong tinggi di Asia, rata-rata mencapai sekitar 17% lebih dari biaya produksi. Ketiga, sistem perpajakan nasional yang menerapkan sitem kredit pajak dan sistem PPN secara potensial dapat mendorong dan peluang bisnis atau hilirisasi yang bersifat integrasi karena proses administrasi pajaknya dapat dilakukan lebih efisien, baik dilihat dari kepentingan perusahaan maupun dilihat dari kepentingan ditjen pajak.

Dengan proses integrated, pemungutan dan perhitungan PPN dapat dilakukan lebih simpel karena dilakukan hanya sekali di ujung dari sekian banyak rantai proses yang terjadi di industri sampai ke tahap distribusinya. Bandingkan dengan perusahaan yang tidak integrated , PPN akan dipungut di setiap transaksi dan akan diperhitungkan pada setiap periode masa pajak di saat perhitungan tadi dapat menimbulkan kelebihan/kekurangan bayar sehingga selalu ada proses restitusi jika terjadi lebih bayar.

Sistem demikian terjadi karena Indonesia menganut sistem kredit pajak (tax credit). Menjawab pertanyaan, hilirisasi untuk siapa, maka ini akan menjadi isu penting di ranah kebijakan publik yang harus diperhatikan pemerintah agar misi melaksanakan progam hilirisasi akhirnya akan digugat pula karena dinilai berlawanan dengan konstitusi, khususnya pasal 33 UUD 1945 ayat (1),ayat (2) dan ayat (3).

Di lihat dari sudut pandang penciptaan nilai tambah di dalam negeri barangkali posisinya bisa dianggap clear. Namun bilamana dilihat dari sudut pandang yang lain, yaitu sebagian besar nilai tambah yang dihasilkan hanya dinikmati oleh pemodal asing, maka hilirisasi bisa dianggap hanya menambah beban persoalan lama yang sudah sering digugat bahwa hilirisasi makin memperkuat bercokolnya sistem kapitalisme liberal di Indonesia.

Hal ini seperti yang telah dilansir oleh media cetak nasional bahwa dalam progam hilirisasi kakao sekitar 75% perusahaan multinasional menguasai produksi. Bea keluar kakao yang diberlakukan sejak 2010 memang berhasil menekan ekspor biji kakao yang pada tahun 2013 hanya mencapai 125.000 ton.

Biji kakao sekarang ini dalam rangka peningkatan nilai tambah telah banyak dilakukan penggilingannya di dalam negeri, tetapi hanya sedikit yang dilakukan oleh pengusaha lokal atau hanya sekitar 25% saja. ***

CATEGORIES

COMMENTS