Ganjar Minta Prabowo Tunjukkan Lokasi Pemakaman 13 Aktivis Korban Penculikan

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ganjar Pranowo, Calon Presiden Nomor Urut 3, mengajukan pertanyaan kepada Prabowo Subianto, Calon Presiden Nomor Urut 2, terkait kasus pelanggaran HAM berat selama Debat Capres 2024 di Gedung KPU RI, Jakarta, pada Selasa (12/12/2023).

Antara lain peristiwa 1965, penembakan misterius, Talangsari Lampung 1989, penghilangan paksa dan peristiwa Wamena.

Ganjar menanyakan apakah Prabowo akan membentuk Pengadilan HAM dan menyelesaikan rekomendasi DPR, serta apakah bisa menemukan lokasi pemakaman para korban agar dapat diziarahi.

Dalam jawabannya, Prabowo menyatakan bahwa pertanyaan semacam itu sering diajukan oleh lawan politiknya selama debat capres. Dia menyoroti bahwa peristiwa yang disebutkan oleh Ganjar terjadi pada 2009.

Persoalan ini telah ditangani oleh [calon] wakil presiden Ganjar, Mahfud MD dan Prabowo menegaskan telah menjawab pertanyaan tersebut berulang kali.

“Berkali ada rekam digitalnya saya sudah jawab berkali-kali tiap poling saya naik ditanya lagi soal itu. Bapak tahu data gak, Bapak tanya ke Kapolda tahun ini berapa orang hilang di DKI tahun ini ada mayat ditemukan beberapa hari lalu dan sebagainya. Come on Mas Ganjar,” imbuhnya.

Prabowo juga menekankan bahwa kesan bahwa dirinya pernah melakukan pelanggaran HAM berat sulit dibuktikan, dengan menyebutkan bahwa orang yang dulu pernah dinyatakan hilang sekarang justru menjadi pendukungnya.

“Jadi saya tadi katakan saya merasa bahwa saya yang sangat keras membela hak asasi manusia nyatanya orang-orang yang dulu ditahan, yang katanya saya culik sekarang ada di pihak saya, membela saya saudara sekalian,” ucapnya.

Prabowo memberikan pesan kepada Ganjar untuk tidak mempolitisasi masalah HAM. “Jadi masalah HAM jangan dipolitisasi Mas ganjar menurut saya, saya kira begitu jawaban saya,” tutupnya.

Di sisi lain, selama dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. Namun, progres penyelesaian HAM di era Jokowi dinilai masih jauh dari harapan.

Penyelesaian Kasus HAM

Komitmen Jokowi akan penyelesaian masalah HAM terlihat dari peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia, di Rumah Geudong Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie, Banda Aceh, Selasa (27/6/2023).

Dalam kesempatan itu Presiden merealisasikan pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Di sisi lain, menurut A Taufan Damanik, Eks Komisi Nasional (Komnas) HAM, terdapat satu kasus lagi pelanggaran HAM berat di Bener Meriah, Aceh Tengah.

“Sebetulnya bukan 12, tapi 13, itu ada yang ketelisut istilahnya, yaitu soal pelanggaran HAM berat di Bener Meriah, Aceh Tengah,” kata Taufan dalam diskusi daring yang dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (12/1/2023).

Meski demikian, Taufan mengapresiasi pengakuan Jokowi terkait adanya belasan pelanggaran HAM berat yang belum tuntas. Menurutnya, pengakuan pemimpin negara merupakan langkah penting dalam memulai penyelesaian.

Sebelumnya, Jokowi pada Pilpres 2014 silam menyebut terdapat 15 pelanggaran HAM. Ketika itu, Jokowi berkomitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di Indonesia dan menyoroti tiga kasus pada tahun 2023, yaitu tragedi Tanjung Priok, Timor Leste dan Abepura.

Tidak hanya itu, dalam daftar 15 pelanggaran HAM yang diumumkan oleh Jokowi pada tahun 2014, belum termasuk peristiwa Paniai berdarah di Papua.

Meskipun peristiwa Paniai diakui sebagai kasus HAM berat oleh Komnas HAM, kejadian tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jokowi. Berkurangnya pengakuan kasus HAM berat Jokowi menjadi 12 mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dari pernyataannya. (sabar)

CATEGORIES
TAGS