Galangan Kapal di Batam Tergantung Komponen Impor

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

BATAM, (TubasMedia.Com) – Impor komponen kapal terpaksa dilakukan karena industri dalam negeri tidak mampu menyediakan kebutuhan industri galangan kapal dan kalaupun ada, harganya jauh lebih tinggi dibanding impor. Setiap tahun, nilai impor dari 86 industri galangan kapal di Batam mencapai Rp 8,6 triliun.

“Sebenarnya kami tidak senang memakai barang impor dan jika di Indonesia tersedia dan harganya bersaing, kami pasti gunakan produk sendiri,’’ kata Direktur PT Usda Seroja Jaya, Joseph Endi kepada Staf Ahli Menteri Perindustrian bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN), Ferry Yahaya di kantornya, Kamis.

Ferry Yahya berada di Batam bersama sejumlah wartawan untuk melihat secara langsung potensi pasar galangan kapal yang bisa menyerap komponen kapal produk dalam negeri. Seperti diketahui, sentra industri di Tegal, Jawa Tengah selama ini telah memproduksi sebagian dari komponen yang dibutuhkan galangan kapal. Namun produk tersebut belum terserap di Batam.

Sementara itu Herman Tan, Direktur PT Asia Pertama Abadi selaku distributor komponen kapal di Batam mengakui adanya produksi di Tegal dan telah dijajaki untuk kemungkinan dipasarkan di Batam mengganti produk impor.

Namun katanya, tidak efisien karena biaya pengiriman dari Tegal ke Batam jauh lebih mahal dibanding dari Singapura. Demikian juga waktu pengiriman. Impor dari Singapura delivery time-nya hanya hitungan jam sementara dari Pulau Jawa bisa berminggu-minggu.

Untuk itu katanya, agar produk Tegal bisa dipasarkan di Batam, pihaknya bersedia melakukan kerjasama dengan produsen di Tegal dengan cara membuka industri sejenis di Batam. Jika industri itu ditumbuhkan di Batam, biaya operasional dan biaya distribusi otomatis jauh lebih ringan.

‘’Itu yang sedang kami jajaki dan kami mengharap adanya bantuan serta dukungan dari pemerintah sehingga rencana membuka industri komponen kapal dengan mendatangkan teknisi dari Tegal ke Batam, bisa segera terwujud,’’ kata Herman.

Herman menambahkan bahwa pihaknya telah menyediakan lahan seluas 5 hektare untuk lokasi workshop dan siap mendatangkan mesin pengolah. ‘’Kami sudah siap untuk benar-benar mendekatkan produsen Tegal dengan pasar,’’ tegasnya.

Mengomentari kesiapan Herman, Ferry berjanji untuk segera memflow-up rencana dan niat Herman tersebut. ‘’Ini pioner. Kita akan lihat kemungkinannya dan kita pasti dukung itu semoga Batam tampil menjadi kluster galangan kapal,’’ kata Ferry.

Sebelumnya Yoseph mengatakan bahwa perbedaan harga besi baja Indonesia dengan impor teranmat mencolok. Baja dari Krakatau Steel katanya harga mencapai Rp 9.800 per kg sementara baja impor dari Ukraina hanya Rp 6.400 per kg. Demikian juga komponen atau asesoris lainnya.

‘’Kami tidak tahu kenapa baja dari Ukraina jauh lebih murah dibanding baja produksi Kratau Steel. Kalau saja harganya bersaing, kami akan beli dari Indonesia,’’ katanya.

Menjawab pertanyaan berapa banyak besi baja yang digunakan galangan kapal, dikatakan, untuk satu unit kapal membutuhkan 1.100 ton besi baja dan di galangan kapal miliknya setiap tahun membangun sedikitnya 12 unit kapal ukuran 88 m x15 m x 5,3 m.

Satu galangan kapal ukuran kecil menurutnya setiap tahun belanja komponen dan besi baja sekitar 12 juta dolar Singapura atau setara dengan Rp 80 miliar sehingga jika ke-86 industri galangan kapal di Batam masing-masing belanja Rp 100 miliar, nilai transaksi penjualan komponen mencapai Rp 8,6 triliun.

‘’Inilah potensi pasar produk dalam negeri yang harus kita rebut,’’ kata Ferry menambahkan. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS