Gagalnya Dunia Pendidikan Memberantas Perundungan

Loading

Oleh: Anindya Wulan Ramadhani

INDONESIA telah merdeka selama 79 tahun tetapi masih saja banyak tindakan bullying yang terjadi di dalam dunia pedidikan di Indonesia. Sebenarnya apa makna merdeka? Bukankah itu kebebasan baik lahir dan batin? Lantas jika masih ada pembullyan dalam dunia pendidikan dapat dikatakan merdeka?

Dikutip dari detik.com Seorang siswa kelas IX di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Cimanggis, Kota Depok, diduga menjadi korban bullying. Bocah berinisial R (15) di-bully oleh teman sekolah hingga melukai dirinya sendiri.

R yang merupakan anak berkebutuhan khusus diterima dalam sekolah negeri melalui jalur inklusi, meski begitu ia dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Namun dalam menempuh pedidikannya di sekolah, R seringkali menerima perlakuan tidak adil oleh teman-temannya dan yang sangat disayangkan pihak sekolah seakan menormalisasi tindakan bullying yang diterima R seperti pengakuan oleh ayah R yakni F yang mengatakan bahwa anaknya sering mendapatkan bullying dari teman-temannya dan puncaknya terjadi saat peringatan hari Pancasila 1 Oktober 2024 saat R dilempari batu oleh temannya.

Berdasarkan pengakuan F saat dihubungi pihak, F mengungkapkan bahwa “Memang anak saya berkebutuhan khusus, tetapi dia tidak mengganggu. Kalau bercanda, kalau dia dimulai duluan, dia baru gitu (bereaksi).”

Ia juga mengungkapkan saat menerima bullying R tidak mampu membalas dan akhirya memecahkan kaca sekolah sebagai bentuk ungkapan kekesalannya hingga melukai dirinya sendiri. Akibat dari keadian itu R mengalami luka di bagian lengan kirinya hingga perlu menjalani operasi penyambungan urat.

Seperti yang diungkapkan oleh ayah R yakni F “Semalam ada tindakan operasi untuk menyambung urat jarinya karena putus, jadi semalam ada tindakan dari rumah sakit,” ujarnya.

Menormalisasi Tindakan

Yang sangat disayangkan oleh F pihak sekolah seakan-akan menormalisasi tindakan bullying tersebut, seperti yang diungkapkan F saat meminta penjelasan pihak sekolah, pihak sekolah mengatakan itu hanya candaan anak-anak karena terlalu lama menunggu upacara, bahkan hingga saat R dirawat di rumah sakit Brimob Kelapa Dua Depok pihak sekolah belum ada yang datang menjenguk R.

Namun F belum berencana membawa kasus ini ke ranah hukum, sehingga saat detik.com meghubungi polisi secara terpisah, Kapolsek Cimanggis Kompol Tatang Targuna mengatakan pihaknya belum menerima laporan dari keluarga korban, sehingga menurut kapolsek pihak korban dan pelaku sudah berdamai.

Tetapi  F membantah telah ada perdamaian dengan pihak pelaku, F mengatakan dirinya bahkan belum bertemu dengan pihak keluarga pelaku.

Dari kasus ini kita perlu mengingat kembali apakah sebenarnya negara kita ini sudah merdeka? Kenapa masih ada terjadi tindakan keji seperti ini?

Penulis kira tindakan seperti ini sudah sangat menciderai nila-nilai budaya Indonesia, serta sangat menciderai nilai-nilai Pancasila yang seharusnya kita anut dalam berbangsa dan bernegara.

Parahnya lagi tindakan tidak bermoral tersebut terjadi di lingkungan sekolah dan dinormalisasikan oleh kalangan pendidik yang katanya berpengetahuan, yang seharusnya  di lingkungan sekolah memberikan keamanan dan kenyamanan bagi siswanya dalam menempuh pendidikan formal.

Seperti yang sudah diketahui tindakan bullying merupakan tindakan perundungan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan merugikan dan menyakiti, serta merendahkan orang lain.

Bullying yang menimpa siswa berkebutuhan khusus di SMP Depok, hingga berujung pada upaya melukai diri sendiri, sangat mengguncang hati nurani penulis sebagai mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidayaiyyah, yang nanti   penulis mungkin akan menjadi seorang guru.

Kejadian ini tidak hanya sekedar kasus kekerasan di sekolah, tetapi juga refleksi tentang ketidakpedulian dan kegagalan sistem pendidikan dalam melindungi anak-anak yang rentan terhadap kasus kekerasan baik itu fisik maupun batin.

Bully bukanlah sekadar candaan atau perundungan biasa. Di baliknya tersembunyi luka batin yang mendalam,  menghancurkan kepercayaan diri dan harga diri. Bagi siswa berkebutuhan khusus, yang sudah menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah, bullying menjadi pukulan telak yang dapat menghancurkan semangat dan cita-citanya.

Kejadian ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita masih belum sepenuhnya inklusif dan ramah terhadap siswa berkebutuhan khusus.  Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang bullying, minimnya pelatihan bagi guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus, serta kurangnya sistem pelaporan yang efektif menjadi faktor penyebab tragedi ini.

Masyarakat, termasuk guru dan siswa, seringkali  kurang memahami  kondisi  dan  kebutuhan  khusus  siswa  berkebutuhan  khusus.  Kurangnya  kesadaran  ini  menyebabkan  siswa  berkebutuhan  khusus  dianggap  berbeda  dan  mudah  menjadi  sasaran  bullying.

Stigma  negatif  terhadap  siswa  berkebutuhan  khusus  masih  melekat  di  masyarakat.  Persepsi  bahwa  siswa  berkebutuhan  khusus  “tidak  normal”  atau  “kurang  beruntung”  menimbulkan  perlakuan  diskriminatif  yang  merugikan  mereka.

Siswa  berkebutuhan  khusus  seringkali  mengalami  kesulitan  dalam  mengatasi  stress  dan  trauma  akibat  bullying.  Kurangnya  akses  terhadap  konseling  psikologis  yang  profesional  membuat  mereka  terpuruk  dan  tak  berdaya

Penting  untuk  meningkatkan  kesadaran  masyarakat,  terutama  guru  dan  siswa,  tentang  bullying  terhadap  siswa  berkebutuhan  khusus.  Edukasi  tentang  hak  asasi  manusia,  inklusivitas  dan  pentingnya  menghormati  perbedaan  sangat  diperlukan

Kurikulum  sekolah  harus  dirancang  secara  inklusif  dan  mampu  mengakomodir  kebutuhan  khusus  siswa.  Guru  harus  menerima  pelatihan  khusus  untuk  menangani  siswa  berkebutuhan  khusus  dan  mengembangkan  metode  pembelajaran  yang  sesuai  dengan  kondisi  mereka.

Ancaman Serius

Penting  untuk  membangun  sistem  pelaporan  yang  mudah,  aman,  dan  efektif  bagi  korban  bullying.  Siswa  berkebutuhan  khusus  harus  merasa  aman  untuk  mengungkapkan  pengalaman  mereka  tanpa  takut  dipermalukan  atau  diabaikan.

Kasus  bullying  terhadap  siswa  berkebutuhan  khusus  merupakan  ancaman  serius  bagi  masa  depan  pendidikan  kita.  Ini  adalah  momentum  untuk  bersama-sama  mencari  solusi  dan  membangun  sistem  pendidikan  yang  benar-benar  inklusif,  adil,  dan  ramah  terhadap  semua  anak,  terutama  mereka  yang  memiliki  kebutuhan  khusus.

Peristiwa  bullying  ini  mengingatkan  kita  semua  tentang  pentingnya kejadian ini bukan hanya dilihat sekedar kasus kekerasan di sekolah, tetapi refleksi miris tentang ketidakpedulian dan kegagalan sistem dalam melindungi anak-anak yang rentan.

Peristiwa ini adalah tamparan keras bagi kita semua.  Bukan hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi seluruh masyarakat,  khususnya  dunia  pendidikan.  Kejadian  ini  mengungkap  kegagalan  sistem  dalam  melindungi  anak-anak  yang  rentan  dan  mengindikasikan  kekurangan  kesadaran  tentang  pentingnya  inklusivitas  di  sekolah.  Kita  harus  bersama-sama  mencari  solusi,  menghentikan  lingkaran  setan  bullying  di  sekolah  dan  menciptakan  lingkungan  yang  aman  dan  kondusif  bagi  semua  siswa,  terutama  mereka  yang  memiliki  kebutuhan  khusus.

Menerima  perbedaan  bukan  hanya  sebuah  kewajiban  moral,  tetapi  juga  syarat  mutlak  untuk  membangun  masyarakat  yang  harmonis.  Setiap  anak  berhak  mendapatkan  pendidikan  yang  berkualitas,  mendapat  perlakuan  yang  adil  dan  merasa  aman  di  lingkungan  sekolah.  Mari  kita  bersama-sama  berjuang  untuk  mewujudkan  impian  tersebut,  sebelum  luka  batin  lain  terukir  di  hati  anak-anak  kita.

Ini  bukan  tentang  mempermalukan  sekolah  atau  memperburuk  situasi.  Ini  tentang  mencari  solusi.  Momen  ini  merupakan  peluang  bagi  kita  untuk  berintropeksi  dan  mencari  jalan  keluar  dari  permasalahan  ini.  Mari  kita  bersama-sama  berkomitmen  untuk  menjadikan  sekolah  sebagai  tempat  yang  aman  dan  menyenangkan  bagi  semua  anak,  tanpa  terkecuali.

Bully bukanlah sekadar candaan atau perundungan biasa. Di baliknya tersembunyi luka batin yang mendalam,  menghancurkan kepercayaan diri dan harga diri. Bagi siswa berkebutuhan khusus, yang sudah menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah, bullying menjadi pukulan telak yang dapat menghancurkan semangat dan cita-citanya.

Kejadian ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita masih belum sepenuhnya inklusif dan ramah terhadap siswa berkebutuhan khusus.  Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang bullying, minimnya pelatihan bagi guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus, serta kurangnya sistem pelaporan yang efektif menjadi faktor penyebab tragedi ini. (Penulis adalah mahasiswa Universitas Islam Malang)

 

 

 

CATEGORIES
TAGS