Di Dalam OK Di Luar No

Loading

Oleh : Sabar Hutasoit

ilustrasi

ilustrasi

PEMERINTAH secara resmi sudah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan Juni 2013. Sejumlah penolakan dari elemen masyarakat tidak mampu membendung niat pemerintah menaikkan harga tersebut. Upaya rakyat untuk menghentikan langkah penaikan harga BBM tidak ngaruh.

Bukannya kurang “kencang’’arus penolakan yang terus bergulung-gulung dilakukan para pemerhati kepentingan rakyat banyak. Tapi pemerintah bersama sebagian anggota dewan yang terhormat di Senayan tidak mengabaikanb teriakan dan jerit tangis masyarakatnya.

Bahkan yang aneh, untuk memutuskan kebijakan atas nama kepentingan rakyat, para warga Negara Indonesaia yang duduk di kursi DPR di gedung parlemen tanpa merasa berdosa melakukan pemungutan suara (voting). Mengherankan memang masa untuk menentukan nasib bangsa Indonesia, dilakukan dengan voting. Nasib rakyat dong divoting?, Lucu ya.

Sebenarnya, saat para anggota dewan yang menyatakan dirinya wakil rakyat berdebat dalam sidang paripurna dengan agenda tunggalnya pengambilan keputusan terhadap perubahan UU No 19 Tahun 2012 tentang APBN Tahun Anggaran 2013, di,luar gedung DPR RI sejumlah massa yang terdiri dari berbagai organisasi masyarajkat berunjuk rasa menolak kenaikan BBM.

Namun apa yang terjadi. Kendati rakyat berterik-teriak di luar gedung berhawa dingin dengan kursi empuk yang dibeli dengan menggunakan uang rakyat mengatakan jangan naik, akan tetapi orang-orang berjas di dalam gedung mengatakan harus naik. Di luar boleh berkata No, tapi yang di dalam berkata OK.

Dengan peristiwa yang memilukan ini muncul pertanyaan sebenarnya suara siapa yang harus dan wajib didengar penguasa. Apakah bukan sebaiknya suara rakyat di luar sana ataukah suara anggota DPR yang sering mengatasnamakan rakyat? Apakah para wakil rakyat itu benar-benar mewakili suara rakyat, ataukah mewakili suara kepentingan kelompok atau mewakili kepentingan partainya?

Maka itu tidak heran jika ada suara yang mengatakan bahwa menaikkan harga BBM sama saja pemerintah melukai hati rakyat dan buruh. Pasalnya, dengan kenaikan harga BBM, daya beli masyarakat akan turun sehingga kenaikan upah buruh yang sempat 30 persen itu akan menjadi sia-sia dan tidak ada lagi artinya disebabkan daya beli turun lebih besar dari kenaikan gaji tersebut.

Menaikkan harga BBM sebenarnya tidak menjawab persoalan di masyarakat. Orang miskin dibantu melalui kebijakan BLSM yang lamanya hanya em[at bulan dan setelah itu dibiarkan sementara dampak kenaikan BBM sudah berlanjut seterusnya.

Pengalihan subsidi BBM ke BLSM juga ada yang menilai kalau hal itu hanya sebuah pencitraan dari pihak yang sedang berkuasa dalam kaitannya dengan Pemilu 2014. Ada benarnya tuduhan tersebut. Kenapa? Karena selalu dilakukan saat-saat menjelang pemilihan umum sehingga nyata benar gerakan pencitraan tersebut.

Yang tidak kalah menarilnya lagi adalah nilai BLSM itu tidak seberapa disbanding kenaikan kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) yang lebih dulu naik membubung setelah mendengar renvana pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

Pemerintah jangan-jangan lupa kalau dampak kenaikan BBM merambat hingga kemana-mana. Malah jengkol pun ikut-ikutan naik. Ini artinya penderitaan rakyat akibat kenaikan BBM akan sangtat akan semakin berat.

Ongkos bus naik, sayur-mayur naik, beras naik, uang kontrakan juga naik dan akibat naiknya ongkos angkutan, barang-barang kebutuhan pokok dan primair juga ikut naik yang ditanggung langsung oleh masyarakat.

Walau disebut kenaikan BBM untuk mengurangi subsidi orang-orang kaya, tuduhan itu agak tidak benar. Pasalnya, yaitu tadi, harga-harga naik dan yang membelinya bukan hanya orang kaya tapi juga si miskin. Lalu yang menderita kan rakyat miskin juga. ***

CATEGORIES
TAGS