Demam Calon Gubernur Jakarta

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

AKHIR-akhir ini Jakarta diselimuti demam calon gubernur. Sejumlah tokoh mulai pasang kuda-kuda untuk merebut kursi orang nomor satu di Ibukota negara ini. Padahal, selain memiliki penduduk yang cukup besar dan heterogen, Jakarta juga memiliki permasalahan besar, seperti ancaman banjir, permukiman kumuh yang sering kebakaran, carut-marut transportasi dan kemacetan lalu lintas. Lainnya, masalah pendidikan, kesehatan dan tingkat kesejahteraan penduduk yang masih banyak kesenjangan.

Sehingga, untuk memimpin kota yang menjadi etalase Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, tidak bisa hanya modal keberanian. Tetapi, diperlukan orang yang bernyali besar, tegas, cepat ambil keputusan, berani ambil risiko dan punya ilmu kepemimpinan yang kuat.

Ada beberapa prioritas Jakarta yang harus cepat diselesaikan. Antara lain pembangunan infrastruktur dan alat transportasi yang memadai, program penanggulangan kemiskinan, perwujudan keamanan dan ketertiban lingkungan, serta pelayanan kesehatan yang cukup.

Beberapa kandidat calon Gubernur DKI Jakarta, kini mulai mendaftar di ke Komisi Pemilihan Umum Daerah. Antara lain, pakar ekonomi Faisal Basri dan Biem Benjamin dari calon independen yang membawa persyaratan minimal 430.000 tanda tangan pendukung.

Pasangan calon independen lainnya, Prayitno – Teddy, dan Hendardji – Rizapatria, juga harus membawa persyaratan minimal tanda tangan pendukungnya. Sedangkan calon lain adalah dari partai politik yang tak perlu bawa tanda tangan pendukung, antara lain mantan menteri dan gubernur Fadel Muhammad, presenter dan anggota DPR Tantowi Yahya, Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin, Ketua DPD Partai Demokrat DKI, Nachrowi Ramli, Ketua DPD PKS dan Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana, mantan Wakil Gubernur DKI Prijanto dan petahana (incumbent) Gubernur DKI, Fauzi Bowo.

Masing-masing pasangan sudah mempersiapkan diri untuk meraup suara pada Pemilukada yang direncanakan bulan Juli nanti. Pelantikan Kepala Derah DKI Jakarta untuk periode 2012-2017, sudah ditetapkan pada bulan Oktober 2012, bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan gubernur yang sekarang. Dalam kurun waktu kurang lebih lima bulan ke depan, para kandidat harus mengusung sejumlah isu yang bisa menarik perhatian pemilih.

Calon independen Faisal Basri, pakar ekonomi dan dosen UI yang beriklan perlunya kejujuran, mengandeng tokoh Betawi, Biem Benjamin sebagai pasangan. Mereka menjolkan isu untuk membersihkan “pembuluh darah” Jakarta, agar kualitas hidup penduduknya lebih baik. Yakni, memperbaiki lingkungan dan membersihkan sumbatan-sumbatan birokrasi. Mereka bermarkas di Rumah Independen di daerah Tebet Barat, Jakarta Selatan, dan memilih jalur independen, agar tidak terikat dan diintervensi oleh kekuatan partai politik tertentu.

Isu yang diusung memang cukup meyakinkan, karena berkaitan dengan penyediaan trasportasi publik yang nyaman, penyediaan air bersih dan sanitasi yang baik, penambahan ruang terbuka hijau, efektivitas anggaran dan revitalisasi birokrasi, serta penyebaran pertumbuhan penduduk ke sekitar Jakarta. Isu ini diharapkan bisa menjawab persoalan dan menjadi pijakan kuat menuju pengelolaan kota Jakarta yang setara dengan kota-kota besar lain di dunia.

Kandidat lain, ada yang berlatar belakang militer. Khusus petahana (incumbent) Fauzi Bowo, memang sudah teruji kepemimpinannya, walau sudah terlihat berbagai kelemahan selama lima tahun pertama memegang jabatannya.

Namun, sebagai pejabat yang meniti karier dari bawah, untuk periode kedua dan terakhir ini, tentunya Fauzi Bowo harus berani “buang badan” untuk meninggalkan kesan pemimpin yang lemah. Ia harus menunjukkan kepemimpinan yang kuat (strong leadership), dan anak buah yang lemah dan korup, harus disingkirkan. Kiranya, hingga saat ini, belum ada Gubernur Jakarta yang kredibilitas kepemimpinannya menyamai Ali Sadikin.

Fauzi Bowo baru-baru ini mengatakan, Jakarta akan menjadi sebuah megacity (kota besar) dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa. Sebagai megacity, Jakarta tak hanya berkembang sebagai pusat ekonomi Indonesia, tetapi juga menjadi pusat ekonomi dunia.

“Oleh karena itulah, kita dituntut untuk menyediakan sarana dan prasarana kota dengan kualitas sesuai standar dunia,” kata doktor enjinering lulusan Jerman ini. Bisakah diwujudkan? Hal ini tentu tidak sekadar konsep yang mengawang-awang, tetapi harus konkret untuk dirasakan penduduk Jakarta.

Orang Tegas dan Jujur

Kandidat lainnya, khususnya dari parati politik, belum terlihat kepemimpian yang menonjol dan masih mengandalkan popularitas dan ketokohan saja. Jakarta memerlukan orang yang tegas dan jujur. Tidak memanfaatkan jabatan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau kelompoknya. Kandidat harus kuat dari godaan dan mempunyai latar belakang ilmu pengetahuan yang cukup untuk memecahkan persoalan masyarakat perkotaan.

Antara lain bagaimana meningkatkan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, bagaimana menangkal intrusi air laut, banjir kiriman, masalah rob dan mengatasi abrasi pantai, serta bagaimana membangun alat transportasi dan infrastruktur yang memadai bagi jumlah penduduk yang terus bertambah. Semuanya ini memerlukan pemikiran yang komprehensif, keahlian manajemen dan teknokrat yang andal.

Sebenarnya, harapan warga kota Jakarta tidak muluk-muluk. Masyarakat hanya berharap Jakarta bisa menyamai kemajuan negara tetangga Singapura, dalam bidang transportasi, ketertiban umum dan kebersihan lingkungan.

Pegawai kantor dan karyawan berharap kemacetan lalu lintas Jakarta bisa diurai, sehingga tidak terlambat kerja dan lancar mencari nafkah. Seorang pebisnis atau wirausahawan berharap Pemerintah Provinsi Jakarta bisa mengatur tempat berusaha yang aman, bebas pungli dan kemudahan berbagai urusan. Pelajar, mahasiswa dan pekerja, berharap adanya transportasi publik yang baik, cukup dan lancar. Kalau tidak bisa menjawab harapan ini, tak usahlah mencalonkan diri.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS