Budaya Kritik Ngrasani

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

YOGYAKARTA, (TubasMedia.Com) – Bagi masyarakat Jawa, budaya ‘ngrasani’ atau istilah orang Betawi ‘ngrumpi’ adalah budaya yang paling sering dilakukan di masyarakat menengah, bawah, tinggi meski cara berkomunikasinya berbeda. Sehingga, budaya ngrasani ‘bukan persolan tabu’. Sebab mau menyampaikan langsung, takut menjadi konflik. Lagi pula budaya ngrasani sebagai penyampaian rasa tidak puas, kritik terhadap perilaku orang, kata Sunarto.

Nilai ini datangnya dari masyarakat umum. Jika seseorang itu tidak pernah muncul saat ada layatan, ronda, arisan, bahkan saat berjalan tidak pernah menegur sapa dengan baik, sudah pasti bagi masyarakat yang sudah memberikan contoh yang baik serta pernah menegurnya. Tapi seseorang itu tetap saja berperilaku yang tidak pantas bagi ukuran lingkungan masyarakat.

Karena bosan menegur ‘ngrasani’ dari contoh itu sudah bisa diartikan dari kalangan bawah sendiri di Jawa (Yogya) ada contoh yang cukup rumit dan menarik. Nah tidak beda yang dimunculkan para tokoh politik serta birokrat, eksekutif akan memunculkan budaya ‘ngrasani’ sebelum memastikan seorang publik figur itu terlibat korupsi. Cuma bedanya di jaman reformasi saat ini sudah kebablasan.

Menurut Sunarto di Indonesia tidak ada rem yang bisa menata peta politik dengan budaya ngrasani, paling tidak timbang kita ngrasani individu lebih baik berbuat positif dan melahirkan sebuah karya. Misal untuk apa ada lembaga penelitian, kampus ISI, UGM, UII, kalau tidak melahirkan sarjana yang bisa melahirkan temuannya di bidang apa saja. Bukankah kita kuliah untuk jadi seorang ahli, bukan pegawai negeri.

Meski jalan pintas, sarjana jadi pegawai negeri, bukankah sarjana diminta bisa melahirkan konsep yang lebih jelas tentang pola, tatanan politik, seni, mengkaji alam dan kehidupan. Negeri kita kaya, tapi siapa yang bisa mengolah potensi alam dan budaya kita, kalau semua jadi pegawai negeri.

“Sementara Indonesia banyak memiliki kekayaan, kenapa kita harus menunggu pemerintah harus membantunya atau menyediakan fasilitas. Kenapa kita tidak mencoba sendiri dengan pola kemampuan kita dan kapan kita melakukan eksperimen, jangan berpangku tangan. Ayo kita coba membuat sesuatu yang lebih bermanfaat bagi umat,” kata Sunarto kepada Tubas sebelum bertolak ke Amerika Serikat, pekan lalu (bani).

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS