Bali Menuju Daerah Otonomi Khusus

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

PROVINSI Bali yang diwacanakan menjadi daerah otonomi khusus, kini terus mengembangkan obyek-obyek wisata yang baru. Perkembangan pariwisata yang terus mendunia, menyebabkan investasi dari luar Bali maupun mancanegara terus mengalir. Tidak hanya di bidang perhotelan dan resort-resort, tetapi juga restoran yang tidak asing lagi dimiliki dan dikelola oleh pemodal asing. Nama jalan juga sudah disesuaikan dengan selera asing, Sunset Road menuju arah matahari terbenam di Pantai Kuta.

Setelah Bali Safari sebagai duplikat Taman Safari Cisarua Bogor dibuka di Bali, kemudian Dreamland di Pecatu Resort, kini duplikat Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, juga merupakan obyek wisata paling terbaru dibuka di Pulau Dewata tersebut, dengan nama Indonesia Cultural Park. Bulan Desember tahun lalu telah dilakukan soft opening, dengan memanfaatkan momen perayaan Hari Natal 2013 dan menyambut Tahun Baru 2014. Pengunjung pun lumayan banyak. Tarif masuknya waktu itu masih harga promosi, separo dari tarif yang sesungguhnya. Untuk dewasa separo dari 50 dolarAS, yaitu 25 dolar AS per orang, dan untuk anak berusia 2 sampai 12 tahun, separo dari 25 dolar AS atau 12,5 dolar AS per orang.

Di areal taman nusa yang cukup luas itu telah dibangun rumah-rumah adat dari hampir seluruh Indonesia, antara lain Ruma Batak, Rumah Banjar, Minangkabau dan Rumah Toraja. Taman budaya nusantara ini, terletak di Desa Sidan, Gianyar.
Kini, lengkaplah sudah hampir seluruh obyek wisata yang ada di nusantara, ada di Provinsi Bali. Sehingga berkunjung ke Bali, serasa telah mengunjungi Indonesia. Mulai dari taman satwa, taman burung, taman kupu-kupu, goa kelelawar, taman rekreasi bawah laut sampai arung jeram, berselancar, atau mendaki bukit, semua ada.

Obyek wisata religi di Bedugul, dengan Danau Beratan di puncak bukit, Desa Klunyan di sekitar puncak Kintamani yang merupakan satu-satunya tempat penguburan jenazah yang hanya diletakkan saja di atas tanah, hingga patung Garuda Wisnu Kencana sebagai land mark bagi pariwisata Bali di bukit Jimbaran, semuanya melengkapi obyek wisata yang menjadi andalan daerah ini.

Provinsi Bali yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber utamanya, telah diwacanakan menjadi daerah otonomi khusus. Bali memang tidak memiliki sumber daya alam yang kaya seperti pertambangan atau bahan mineral lainnya, tetapi kegiatan pariwisatanya yang bertumpu pada keunggulan adat dan budaya serta berbagai keajaiban alamnya, sudah tersohor ke seantero dunia.

Di mancanegara pun, ada yang lebih dulu mengenal Bali daripada Indonesia, atau dianggap Bali bukan Indonesia. Bahkan, ada yang beranggapan bahwa Bali adalah pintu gerbang Indonesia, bukan Ibukota Jakarta, karena pertemuan internasional dengan tuan rumah Indonesia, sering dilakukan di Pulau Dewata itu.Guna mewujudkan wacana daerah otonomi khusus itu, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah memprakarsai penyusunan Rancangan Undang Undang tentang Otonomi Khusus Bali sebagai tindak lanjut hasil kajian otonomi khusus dan otonomi asimetris sejak awal tahun 2013. RUU Otsus Provinsi Bali itu akhirnya disahkan DPD pada bulan Desember lalu sebagai RUU usul inisyatif DPD, dalam suatu rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPD Irman Gusman, di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen di Senayan, Jakarta. Kelak, RUU Otsus Bali usul inisyatif DPD ini akan diajukan ke DPR untuk disahkan menjadi UU.

Sebelum disahkan sebagai RUU usul inisyatif DPD, Komite I DPD yang membidangi ruang lingkup otonomi daerah, telah melakukan pendalaman substansi bersama narasumber dalam kegiatan nasional dan lokal, wawancara dengan para pemangku kepentingan (stakeholder), seminar-seminar dan finalisasi masalah di Bali.

Menurut pokok pikiran Komite I DPD, seperti dikutip Bali Post Jumat (27/12), Otsus Bali merupakan respons atas kegiatan pembangunan dan pemerintahan di Bali yang dinamis, sekaligus menjaga, memelihara, dan melindungi daya tarik pariwisata Bali yang memberikan efek ganda (multiplier effect) ke daerah lain.

Pokok pikiran lainnya, RUU Otsus Bali ini diperlukan agar ada pengakuan hak masyarakat hukum adat dan kelembagaannya seperti desa pakraman dan subak. Dalam pelaksanaannya, desa pakraman bisa membuat peraturan-peraturan sendiri.
Dalam RUU Otsus Bali itu juga diberi kewenangan di bidang kebudayaan, pertanahan, tata ruang, lingkungan hidup, pariwisata, penanaman modal, kependudukan dan ketenagakerjaan, kelautan, dan kehutanan. Atas dasar kewenangan itu, Pemerintah Provinsi Bali bisa membuat peraturan daerah khusus, peraturan gubernur dan keputusan gubernur.

Ada Rasa Keadilan

RUU Otsus Bali juga dimaksudkan agar ada rasa keadilan dalam pengaturan keuangan. Selama ini, memang Provinsi Bali menerima sharing (bagian) keuangan sektor pariwisata dan devisa negara, mengingat perkembangan kegiatan pariwisatanya mampu menjadikan Bali sebagai destinasi yang menghasilkan pendapatan nasional lebih dari Rp 32 triliun per tahun atau sekitar 30% devisa negara.

Namun, menurut Ketua Komite I DPD, Alirman Sori, sharing keuangan sektor pariwisata tersebut tidak memenuhi rasa keadilan, karena Bali hanya memperoleh sumber pendapatan dari pajak, retribusi, bagi hasil pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, atau bantuan lain. Bali belum memperoleh dana bagi hasil dari pendapatan nasional kegiatan pariwisata di Bali.

Selain menuntut ada rasa keadilan dari pendapatan pariwisata ini, penetapan Daerah Otonomi Khusus Bali dengan kewenangan mengatur pertanahan dan tata ruangnya sendiri, tidak akan terjadi lagi unjuk rasa rakyat Bali, seperti terjadi baru-baru ini, menentang rencana revisi Peraturan Presiden No 45 Tahun 2011 tentang tata ruang Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) yang ditengarai dipengaruhi oleh para investor untuk bisa mereklamasi Teluk Benoa menjadi lahan investasi yang menggiurkan. Revisi Perpres Sarbagita ini, tanpa konsultasi dengan para stakeholder di Bali, ditengarai oleh rakyat Bali, khususnya yang berdiam seputar Teluk Benoa, akan merusak alam Bali dan tatanan budayanya. ***

CATEGORIES
TAGS