Tingginya Biaya Ekspor dan Impor Pengaruhi Ketahanan APBN
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Dalam hitungan hari, rakyat Indonesia akan menyambut pergantian tahun 2014 menuju tahun 2015.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Tubagus Hasanuddin, memiliki catatan kecil mengenai berbagai situasi politik dan ekonomi yang pernah terjadi sebagai refleksi di tahun yang baru.
Kata dia, situasi politik nasional di tahun 2015 akan dipengaruhi oleh ekses pemilu 2014 yang membagi Parlemen ke dalam dua kelompok koalisi besar yaitu KIH dan KMP.
“Friksi kepentingan dua kelompok koalisi tersebut hingga menjelang tutup tahun 2014 belum selesai 100 persen. Tentunya hal ini akan memberikan pengaruh terhadap dinamika parlemen Indonesia di tahun 2015,” ujar dia dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (26/12/2014).
Selain friksi dua kelompok koalisi tersebut, lanjut dia, terbelahnya partai Golkar dan PPP menyebabkan ketidakpastian dalam keberpihakan politik terhadap dua kelompok koalisi di Parlemen.
Kemudian, soal Perppu Pilkada kata Tubagus, akan mempengaruhi agenda politik di Parlemen. Hal ini disebabkan karena tarik menarik dan perubahan peta dukungan pada Perppu Pilkada menunjukkan bahwa peta politik dapat saja berubah dengan cepat di tahun 2015.
“Selain dinamika politik Perppu Pilkada yang sangat dinamis, munculnya wacana interpelasi terhadap Pemerintah memunculkan mistrust antara sebagian koalisi partai Politik di Parlemen. Implikasinya, semangat kebersamaan dalam memajukan kepentingan bagsa menjadi terhambat akibat sulitnya membangun rasa saling percaya,” paparnya.
Di dalam situasi ekonomi, menurut dia, masih dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak yang dimulai pada akhir tahun 2014. Segera setelah kenaikan harga BBM, berbagai dampak mulai dirasakan.
Mulai dari kenaikan tingkat inflasi dan kenaikan berbagai harga-harga barang kebutuhan masyarakat. Kenaikan harga BBM memberikan kontribusi terhadap melemahnya daya beli masyarakat.
“Dampak lain dari kenaikan harga BBM adalah terhadap Usaha Kecil Menengah yang turut menjadi penopang ekonomi negara pada sektor riil. Para pengusaha dari sektor tersebut dipaksa melakukan penyesuaian untuk menghadapi kenaikan harga BBM bersubsidi agar tetap produktif. Selain UKM, sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan juga merasakan dampak yang sangat signifikan,” jelasnya.
Anggota Komisi I DPR itu menegaskan, selain kenaikan harga BBM, potensi melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS di tahun 2015 harus menjadi perhatian serius bagi pemerintahan yang baru saja terbentuk.
“Merosotnya nilai tukar uang rupiah terhadap dollar juga berkontribusi terhadap lemahnya daya beli masyarakat. Kegiatan ekspor-impor yang menggunakan mata uang dollar juga merasakan dampak yang sama sehubungan dengan naiknya biaya ekspor dan impor. Hal ini paling tidak juga memberikan pengaruh terhadap ketahanan APBN,” pungkasnya. (nisa)