Tersangka Angelina Masih Dipercaya Mengurus Negara

Loading

Laporan: Redaksi

Angelina Sondakh

Angelina Sondakh

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Persoalan bangsa, bukan hanya pada masalah hukum, tapi lebih memprihatinkan lagi adalah masalah moral, hati nurani dan etika yang terabaikan. Dan itulah yang terus membelenggu sehingga bangsa dan negara ini terus terpuruk.

Menurut pengamat politik Fadjroel Rachman, hal itu sudah terbukti dan terasa hingga sekarang. Kenyataannya, orang yang sudah bermasalah secara hukum, masih dipercaya memimpin atau mengurusi rakyat.

“Ini sudah jelas tidak benar, dan ada yang salah pada manusianya,” katanya kepada TubasMedia.Com ketika dihubungi di Jakarta.

Sebagai contoh, dijelaskan, banyak pejabat dan anggota legislatif yang sudah berurusan dengan hukum, malah sudah tersangka karena kasus korupsi, tetapi masih dipercaya untuk memimpin dan mengurusi rakyat. “Apa Angelina Sondahk itu masih layak dipercaya untuk mengurusi rakyat, sementara orangnya malah masih ngotot dan ngeyel lagi?” papar pengamat politik dari Universitas Paramadina ini.

Menurutnya, mungkin ratusan atau ribuan pejabat atau anggota legislatif di negara ini berurusan dengan masalah hukum. Tetapi, mereka masih terus dipertahankan atau bertahan dengan jabatannya, walaupun sudah berkali-kali disorot oleh media atau dipergunjingkan masyarakat.

Fadjroel menjelaskan, masalah ini terjadi secara legal walaupun tidak etis. Justru ada tradisi secara legal atau political will yang mengiyakan persoalan ini walaupun secara moral telah mengganggu kemasyarakatan. Namun ditegaskan, para koruptor ini seolah tidak peduli malah cenderung tidak punya rasa malu dengan bertahan dalam kesalahannya dengan berbagai cara.

Seharusnya, bila memang para koruptor sadar dan mempunyai hati nurani dan moral, mereka tidak perlu mempertahankan jabatan atau kedudukannya. Sebaiknya mereka tidak membohongi hati nuraninya dengan memutarbalikkan fakta hanya demi mempertahankan sesuatu yang tidak benar atau yang sudah melanggar hukum.

Diakui, kondisi masyarakat koruptor yang cenderung berebut untuk jabatan atau mengurusi rakyat, sudah merupakan tradisi di Indonesia. Artinya, kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para koruptor, cenderung dilindungi dengan memberikan jabatan lainnya untuk mengurusi rakyat atau negara.

Hal ini menurut Fadjroel, seolah sudah dianggap menjadi tradisi. Padahal, kurangnya moral atau hati nurani itu, bukan saja merusak tatanan bermasyarakat, tetapi lebih jauh lagi telah hilaangnya peradaban berbangsa dan bertanah air. Para politisi hanya memikirkan diri masing-masing dan kelompoknya.

Negara lain yang sama posisinya seperti Indonesia, pada masa-masa krisis, negara-negara itu cepat pulih dan maju karena sadar secara hukum, moral dan mendahulukan hati nurani.

Mengundurkan Diri

Di negara-negara yang sudah maju, seperti Jepang, Korea dan lain-alain termasuk di negara-negara Eropa, ketika pejabat publik mendapat sorotan atau bermasalah, tidak saja hanya mengundurkan diri, tetapi juga langsung bertanggung jawab atas apa yang dituduhkan kepadanya.

Di negara Jepang, ketika pejabat merasa tidak mampu dalam menjalankan tugasnya, atau kena musibah karena efek internasional, ia bukan bukan hanya mengundurkan diri, tetapi malah ada yang bunuh diri (harakiri).

“Ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab dalam mengemban tugas. Mereka tidak saja mundur, tetapi kalau perlu bunuh diri,” tegas Fadjroel.

Sama halnya dengan seorang pejabat yang mengalami masalah akibat ulah para anak buahnya, si pejabat akan mengundurkan diri ketika anak buahnya ketahuan bermasalah. “Jangankan diberitakan, baru hanya digosipkan saja, sudah langsung mengundurkan diri. Kalau di Indonesia itu justru sebaliknya, bertahan bahkan tidak malu ” jelas Fadjroel.
Dalam hal ini dikatakan, sebaiknya para pejabat atau anggota legislatif yang sudah merasa bersalah, tanpa diberitakan, sebaiknya langsung mengundurkan diri, karena hal itu akan lebih terhormat daripada harus diproses selanjutnya.

Sering menjadi bahan obrolan atau bahan dalam berbagai diskusi, bagaimana koruptor terus merajalela di Indonesia, maka untuk menyadarkan para koruptor itu, langsung ditempeleng saja. Sebab, ketika diproses secara hukum, justru sangat melukai hati masyarakat karena hanya sandiwara.

Sebagai contoh dikatakan, Angelina yang sudah jadi tersangka saja, hingga hari ini masih bebas berkeliaran dan malah dipercaya untuk mengurusi rakyat. Sebaliknya, teman sejawatnya, Nazaruddin belum tersangka, sudah langsung dimasukkan ke dalam bui. “Berarti dalam hal ini ada yang salah dan tidak beres dalam negara ini, makanya harus ditempeleng,” tegasnya. (aru/apul)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS