Terkait Penuturan Gembong Narkoba Freddy Budiman, ‘’Nyanyian” Haris Tidak Memuat Unsur Pidana
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Tiga institusi masing-masing Polri, BNN dan TNI kompak melaporkan koordinator KontraS Haris Azhar terkait ‘nyanyiannya’ soal pengakuan gembong narkoba, Freddy Budiman. Namun testimoni Haris melalui media sosial itu dinilai tidak memuat unsur pidana.
Dalam pernyataan yang dipublishnya, Haris menyebut mendapat pengakuan langsung dari Freddy. Dalam pengakuannya, Freddy mengatakan bekerja sama bahkan menyetor uang ke pejabat di BNN dan Polri. Freddy juga menyatakan mendapat bekingan dari jenderal TNI bintang dua serta mendapat pengawalan saat membawa narkoba dengan mobil dinas TNI dari Medan menuju Jakarta.
Meski membawa nama 3 institusi tersebut, Haris tidak menuliskan nama-nama pejabat yang diduga terlibat dalam sepak terjang Freddy. Namun ia dilaporkan karena dianggap melakukan pencemaran nama baik dan melanggar UU ITE.
“Dari pernyataan Haris Azhar yang ditulis berdasarkan pengakuan Freddy tidak ada peristiwa pidananya,” ungkap Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksmana Bondan di JHakarta Rabu malam.
Soal konten yang disebarkan melalui media sosial, Ganjar mengatakan memang pihak yang dirugikan bisa menggunakan UU ITE. Namun untuk pencemaran nama baik, kata Ganjar, mereka harus kembali pada KUHP.
“Tulisan berdasarkan pengakuan Freddy terlepas betul atau tidaknya tulisan itu, atau apakah yang disampaikan Haris benar atau tidak, itu peristiwa pidananya enggak ada. Tidak ada yang bersifat pencemaran nama baik atau penghinaan,” jelasnya.
“UU ITE pencemaran nama baik dengan sarana media sosial, pencemaran nama baik itu menggunakan KUHP. Kalau institusi enggak bisa, harus nyebut orang,” tambah Ganjar.
Dia pun menerangkan, dalam hukum yang menjadi subyek adalah manusia. Dalam arti yang memiliki nama adalah orang per orang yang bisa dimaknai sebagai korban yang dirugikan.
“Jadi harus yang punya nama, subyek hukum dalam arti manusia. Jadi korbannya adalah manusia. Makanya disebut pencemaran nama baik. Enggak bisa menggunakan institusi. Lebih dari itu, tidak ada yang bersifat mencemarkan atau menyerang nama baik,” tamb ahnya lagi.
Setelah ada pengakuan ini, Ganjar menyarankan polisi sudah seharusnya meminta keterangan dari Haris. Pertama untuk mencari tahu apakah testimoni tersebut merupakan karangan atau benar-benar dari pengakuan Freddy.
“Polri harus cari tahu dulu. Kan ada mekanismenya, apakah ngarang atau bener pengakuan Freddy. Bisa dicari tahu dari kapan dan tempat pertemuannya di mana. Saat itu pakai baju apa. Itu kan ada, bisa diketahui. Kalau benar pertemuan ada, polisi lalu menguji kebenarannya. Di sini mentok karena Freddy sudah tidak ada,” lanjut Ganjar.
Selanjutnya, jika polisi berhasil mengetahui bahwa memang pernyataan Haris benar berdasarkan pengakuan Freddy, maka Polri harus mencari tahu kevalidannya. Meski Freddy sudah dieksekusi mati, itu menurut Ganjar bukan berarti mustahil.
“Beberapa keterangan bisa didalami dan jadi pintu. Jangan anggap Freddy sudah mati terus tidak ada pintu lain. Memang sulit tapi bukannya enggak bisa,” ucap Ganjar.
Sebelumnya Polri sudah menjelaskan mengapa memperkarakan Haris meski tidak ada penyebutan nama orang atau pejabat melainkan institusi. Pelaporan dilakukan agar ada pembuktian yang berkekuatan hukum dan supaya tidak terjadi polemik di media dan masyarakat.
“(Ditulis) Pejabat Polri, pejabat Polri banyak sekali. Pejabat kita merasa dicemarkan seolah kita semua terima uang. Kira-kira begitu,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar, Rabu (3/8).(red)