Sumber Daya Alam Adalah Obyek Konflik

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

JUDUL artikel ini terkesan provokatif, tapi sebenarnya sama sekali tidak diniatkan untuk melakukan suatu pandangan yang bersifat demikian. Namun semata-mata hanya dimaksudkan sebagai faktor pengingat (reminder) bagi kita bersama agar kita harus bersikap arif dalam mengelola sumber daya alam yang kita miliki.

Indonesia kebetulan termasuk salah satu negara di dunia yang ditakdirkan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Konstitusi kita sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tegas menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tapi pada kenyataannya antara teori dan praktek di lapangan sering terjadi perbedaan.

Deviasi tersebut yang dapat berpotensi mengundang konflik. Konflik yang melibatkan antara si kaya (pemilik modal) dengan si miskin (para buruh, pekerja tambang dan masyarakat miskin). Bisa juga terjadi konflik antara wilayah yang mempunyai dan yang tidak mempunyai sumber daya alam di satu wilayah negara maupun di antara negara-negara dalam satu kawasan.

Meminjam istilah dari Stiglitz, jika salah dalam mengelola sumber daya alam, suatu negara akan menderita paradox of plenty, yaitu suatu keadaan di mana sebuah negara mempunyai kekayaan sumber daya alam, tapi negara tersebut ekonominya hanya bisa tumbuh dengan pertumbuhan rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain yang tidak memiliki sumber daya alam.

Keadaan seperti ini yang seringkali menjadi “obyek konflik”. Situasi ini rasanya juga terjadi di negeri ini. Sekali konflik terjadi, kekerasan akan sulit dihentikan. Negara-negara akan jatuh ke jurang kehancuran bila konflik sudah terjadi dan disertai tindakan kekerasan yang bermunculan tanpa terkendali.

Sierra Leone salah satu contoh konflik yang cukup mengerikan dalam persaingan memperebutkan berlian antara pemerintah dan pemberontak selama tahun 1990-an, telah membunuh sekitar 75.000 orang dan 20.000 orang cidera, dua juta orang kehilangan tempat tinggal dan banyak anak-anak yang rusak secara psikologis karena pertarungan atau karena kondisi hidup yang lebih buruk. Semuanya terjadi karena faktor keserakahan.

Masih banyak contoh negara yang negaranya kaya sumber daya alam tapi konflik demi konflik terjadi dalam kurun waktu yang lama seperti yang terjadi di Kongo, Angola dan negara lain di Amerika Latin. Kita sebagai bangsa Indonesia jangan sampai konflik-konflik tersebut terjadi. Pasalnya, pasti menimbulkan kerugian material dan kerusakan lainnya yang sangat destruktif. Kita harus jujur mengakui bahwa di negeri ini juga terjadi konflik. Tanpa harus disebut contohnya, masyarakat sudah pasti mengetahuinya.

Demokratisasi dan desentralisasi yang dengan susah payah kita bangun bersama, jangan sampai ternodai oleh semangat untuk membangun ekonomi berbasis sumber daya alam dengan cara yang salah karena begitu terjadi kekeliruan, akan berpotensi mengundang terjadinya konflik. Rawan pangan dan energi harus kita waspadai bersama dan kita jaga bersama jangan sampai menghadirkan tamu tak diundang, yaitu konflik. Para elite bangsa dan para pemegang kunci kebijakan publik di negeri ini, indera keenamnya harus berfungsi (hati nurani dan kearifannya harus terasah) agar dapat mengambil keputusan yang bijaksana dalam mengelola sumber daya alam yang kita miliki.

Koridornya cukup jelas yaitu kembali ke pasal 33 UUD 1945. Kita harus bersyukur menjadi negara yang demokratis sekaligus memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Pada negara yang menjalankan sistem demokrasi lebih “menjamin” terjadinya kontrol oleh masyarakat karena pemimpin tetap dapat berkuasa dengan alasan mereka berupaya meningkatkan kualitas hidup warga dan demokrasi harus dipertanggungjawabkan kepada rakyatnya.

Pada negara-negara yang kaya sumber daya alam, tapi tidak menganut demokrasi, para diktator bisa menggunakan kekuasaan dan senjata untuk berkuasa. Ini kondisi yang seharusnya dijaga oleh negara demokratis. Namun kenyataan, yang hidup tidak serta merta terjadi seperti yang diidealkan. Perburuan rente oleh para kapitalisme global yang ingin menguasai sumber daya alam masih kasat mata terjadi di depan kita.

Pencurian dana masyarakat masih terjadi di mana-mana sehingga melunturkan kepercayaan publik kepada pemerintahnya dan lembaga legislatifnya karena mereka adalah yang menjadi sasaran tembak oleh para pemburu rente. Oleh karena itu, sebelum langit runtuh mari kita selamatkan bumi pertiwi dari segala kehancuran akibat keserakahan dan kesembronoan para elite dalam mengelola sumber daya alam yang kita miliki bersama.

Langkah dan upaya yang harus dilakukan agar sumber daya alam tidak menjadi obyek konflik, adalah membangun sistem ekonomi nasional sesuai semangat pasal 33 UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Berikutnya adalah memastikan bahwa masyarakat menikmati sebanyak mungkin hasil sumber daya alam yang terpendam di negara tersebut, bukan untuk kepentingan segelintir orang saja.

Segala bentuk peraturan perundangan yang mengatur tentang sumber daya alam dan bertentangan dengan pasal 33 UUD 194 5 harus diubah, diperbaiki dan disempurnakan. Lembaga legislatif seyogyanya yang mengambil inisiatif. Pengelolaan sumber daya alam dengan cara yang baik dan benar adalah bagian tak terpisahkan dari persoalan kedaulatan negara dan kepentingan nasional bersama.

Kalau demikian adanya, maka mudah-mudahan negeri kita akan terbebas dari konflik yang cikal bakalnya diawali cara pengelolaan sumber daya alam yang salah. Sekarang waktunya berbenah dan berbuat nyata untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bukan waktunya lagi untuk gontok-gontokan berebut kekuasaan dan kewenangan. Ramadhan adalah bulan baik untuk saling bermaafan dan berintrospeksi atas tindakan yang dianggap keliru dan kita bangun Indonesia yang lebih mulia di sisi Tuhan dan di sisi kemanusiaan. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS