Sulitnya Mencari Pemimpin

Loading

Oleh: Apul D Maharadja

Ilustrasi

Ilustrasi

DALAM ruang ini pekan lalu, kita mengetengahkan bagaimana empat sektor yang paling korup di negara ini, yaitu partai politik, parlemen, pengadilan dan kepolisian. Itu menurut hasil riset dan masa aktualnya tahun 2003-2010. Keempat sektor itu seyogianya menjadi fokus utama arah pemberantasan korupsi yang harus disasar pihak-pihak penegak hukum.

Ironinya, di kalangan penegak hukum sendiri, terrjadi korupsi. Harus diingat, kalau korupsi tidak bisa diberantas, maka negara kita tidak akan bisa menjadi negara demokrasi yang maju, modern dan kompetitif.

Dengan kata lain, sebenarnya kemandekan demokrasi itu juga menyiratkan betapa sulit kita mencari pemimpin sekarang ini. Partai sebagai salah satu sektor terkorup, misalnya, ternyata secara koruptif juga telah “menularkan” mental korup itu kepada generasi mudanya.

Selain menularkan mental korup, partai juga umumnya menghambat anak muda yang brilian dan berprestasi untuk tampil menjadi calon pemimpin. Jadi, secara umum dapat dikatakan kepemimpinan nasional justru mandek karena pemuda yang diharapkan bisa mengubah wajah kekepimpinan nasional, ternyata tidak mampu melakukannya karena tidak diberi ruang.

Seperti dikatakan di atas, parpol yang begitu koruptif, juga ternyata sangat menentukan dalam mengkader pemimpin atau mencetak politisi dan negarawan. Namun, yang banyak dihasilkan oleh parpol hanyalah politikus, bukan politikus dan negarawan.

Seorang pemimpin nasional seyogianya juga diharapkan menjadi seorang negarawan. Apa beda politikus dan negarawan, cukup jelas. Seorang politikus, hanyalah main-main dengan politik dan politicking, selekas dia naik ke posisi kepemimpinann negara dan bangsa, dia minta dilayani.

Seorang politikus seperti ini, hanya sampai tingkat politikus, tidak akan pernah bisa menjadi negarawan. Sedangkan seorang negarawan yang pasti juga sudah melebihi kualitas seorang politisi, mau melayani bangsa dan negaranya.

Yang pasti, dia memiliki kualifikasi menjadi negarawan dan dapat menduduki posisi kepemimpinan nasional. Kualifikasi itu yang sulit kita cari sekarangan ini. Pertama, sistem politik nasional menunjukkan begitu besar peran parpol, sehingga tampaknya parpol menentukan segala-galanya, dan jangan lupa sektor ini termasuk yang paling korup.

Sebenarnya kita bukan kekurangan calon pemimpin nasional dari orang-orang muda yang berkualitas, di dalam partai maupun di luarnya, tapi jalurnya terhambat. Kedua, kalangan muda di luar partai, seperti di lembaga swadaya masyarakat (LSM), kalangan kampus, dan kalangan aktivis demokrasi, juga akan terganjal oleh dominasi partai.

Boleh kita mengatakan, para calon pemimpin itu mungkin belum menunjukkan kesiapan untuk menjalani regenerasi kepemimpinan nasional, tapi kaum muda yang berkualitas itu harus diberi kesempatan untuk tampil.

Memang tidak mudah mencari calon untuk kepemimpinan nasional, tapi harus diberi peluang untuk regenerasi karena perlu penyegaran untuk masa depan bangsa dan negara ini. Hal itu sangat mendesak untuk direnungkan pada Pemilihan Umum 2014. Jangan sampai ada kesan kaum tua tidak mau menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan nasional kepada generasi muda yang berkualitas.

Ada tiga syarat yang utama umtuk menjadi pemimipin, yaitu memiliki skill, knowledge dan attitude. Skill (keterampilan) dapat diperoleh dalam suatu pelatihan, knowledge dapat diperoleh di kampus atau belajar sedangkan attitude adalah sikap yang sudah ada dalam diri seseorang dan dapat dipupuk.

Kualifikasi itu untuk kepemimpinan nasional seyogianya ada di kalangan muda Indonesia. Itulah yang perlu diperjuangkan dalam Pemilu 2014 nanti. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS