Stimulus Ekonomi

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

PEMERINTAH setiap negara yang sedang membangun perekonomian selalu membutuhkan stimulus. Stimulus ekonomi yang lazim diberikan pada umumnya selalu menggunakan instrumen moneter dan fiskal yang dialokasikan secara langsung. Misalnya, dalam bentuk pemberian kredit murah dan dukungan belanja negara dalam jumlah yang cukup untuk membangun infrastruktur ekonomi.

Pemerintah dan DPR yang baru beserta dengan Gubernur Bank Indonesia sebaiknya dapat merancang program tersebut, karena sangat mendesak. Tiongkok adalah salah satu contoh negara yang paling banyak memberikan stimulus ekonomi dalam situasi apa pun. Artinya, bisa diberikan dalam kondisi perekonomian normal maupun dalam sedang melambat pertumbuhannya.

Kebijakan pemerintah Tiongkok tersebut termasuk juga diberikan untuk membiayai pendidikan kewirausahaan dalam rangka mewujudkan bangsa yang inovatif.

Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya 5,15% dan jika di masa mendatang harus bisa tumbuh 7%, pasti memerlukan dukungan stimulus ekonomi yang memadai dengan menggunakan instrumen moneter dan fiskal. Sulit mengharapkan ekonomi tumbuh tinggi, tetapi miskin dukungan stimulus. Pembangunan infrastrukur sudah sangat mendesak dan kucuran dana kredit investasi dari perbankan nasional dengan suku bunga rendah sudah sangat mendesak.

Investasi langsung yang dilakukan oleh pemerintah untuk membangun infrastruktur dengan dukungan dana APBN hingga 4-5% dari total PDB adalah sebuah keniscayaan. Begitu pula untuk membangun industri pioner yang mengolah sumber daya alam strategis, sebaiknya pemerintah dapat melakukan investasi langsung di sektor itu.

Dalam sepuluh tahun mendatang, pemerintah sebaiknya fokus pada pembangunan sektor industri pengolahan dan industrialisasi pertanian untuk mengatasi problem pengangguran terbuka, seperti yang sudah direkomendasikan oleh Bappenas beberapa waktu yang lalu. Rekomendasi itu tepat dan kita harus bergerak ke arah itu dengan langkah yang sama antara pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia.Politik anggaran harus disusun dan dirancang dalam semangat untuk mendukung keperluan tersebut tanpa h keraguan sedikitpun.

Kaji Ulang Anggaran

Penghematan dana APBN yang dialokasikan ke masing-masing kementerian dan lembaga negara harus dilakukan bukan untuk menambal kekurangan belanja subsidi BBM, tetapi ditujukan untuk memperkuat dana stimulus ekonomi yang setiap tahun diperlukan. Pemerintah dan DPR mendatang harus berani melakukan kaji ulang secara menyeluruh atas postur anggaran, yang selama ini lebih banyak terpakai untuk membiayai belanja rutin. Kebocoran harus dicegah, begitu pula pemborosan penggunaan anggaran harus dikurangi.

Program yang menjadi prioritas nasional harus dapat dipastikan bahwa anggarannya sudah dicadangkan dalam jumlah yang cukup dan sistem pengalokasiannya bersifat sinergis berdasarkan pendekatan by design. Dianjurkan, agar dana stimulus ekonomi yang seperti itu sebaiknya dikelola langsung oleh Pusat Investasi Pemerintah. Hanya, programnya tetap disusun oleh masing-masing kementerian yang terkait langsung. Pendek kata, Indonesia di masa 5-10 tahun ke depan perlu mempunyai kebijakan ekonomi yang bisa men-drive proses kapitalisasi nilai tambah di dalam negeri, dan untuk itu, stimulus ekonomi sangat diperlukan.

Mengatasi masalah social, seperti pengangguran dan kemiskinan, memerlukan syarat, yaitu kebijakan ekonomi harus berkualitas guna menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Kebijakan fiscal harus dirancang untuk menjangkau kebutuhan dana stimulus ekonomi selama lima tahun ke depan sekaligus.

Sekarang ini banyak pihak, termasuk para pemerhati ekonomi, mengatakan likuiditas tersedia cukup besar di sektor pembiayaan, namun belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini sangat paradox. A. Prastyantoko mengatakan, perbankan di negeri ini hanya dikuasai oleh segelintir orang dan kepemilikan deposito di tubuh neraca perbankan juga terbatas pada orang-orang kaya saja.

Sekitar 1,3% dari seluruh penabung menguasai tidak kurang 70% dari total dana pihak ketiga di sistem perbankan nasional. Inilah paradoks kasatmata di sektor keuangan yang memilki implikasi cukup luas. Bank tidak mendorong industri, termasuk kebutuhan likuiditas untuk pembiayaan sektor IKM. Masalah ini bukan rahasia lagi dan posturnya tidak pernah berubah secara signifikan.

Harusnya ketika dana pembiayaan pembangunan ekonomi hanya dapat disediakan terbatas oleh pemerintah melalui APBN, kelebihan likuiditas di sektor finansial tersebut dapat menutupi kekurangannya melalui semacam pemberian kredit program. Inilah tantangan yang paling berat dihadapi oleh pemerintah yang akan datang, dan DPR tidak bisa bekerja dengan cara yang standar saja, seperti selama ini.

Indonesia memerlukan stimulus ekonomi untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi. Perdagangan bebas intra-ASEAN di depan mata. Pemerintah bersama DPR dan Bank Indonesia harus menyiapkan seperangkat kebijakan moneter, fiskal, dan administratif yang benar-benar propertumbuhan yang berkualitas. Negeri ini butuh investasi fisik yang besar, memerlukan daya saing yang tinggi agar nilai ekspornya selalu lebih besar dari impor agar cadangan devisa cukup untuk membiayai pembangunan. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS