Seluruh Hakim Konstitusi Tentang Batas Usia Capres/Cawapres, Harus Undur Diri, Sarat Berkepentingan Kelompok

Loading

Oleh: Petrus Selestinus

 

PERMOHONAN Uji Materiil tentang batas usia minimum-maksimum Capres-Cawapres 2024 atau jabatan publik lainnya, secara langsung atau tidak langsung menempatkan seluruh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berada dalam posisi conflict of interest atau konflik kepentingan.

Alasannya, Hakim Konstitusi pernah meminta agar DPR RI mengubah batas usia minimum dan maksimum Hakim Konstitusi yang pada UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konsitusi ditetapkan minimal 40 tahun dan pensiun pada usia 67 tahun yang kemudian diubah menjadi minimal 47 tahun dan usia pensiun pada usia 65 tahun serta pada perubahan ketiga hingga sekarang, berlaku minimal 55 tahun dan pensiun pada usia 70 tahun.

Artinya, selama ini mengenai batas usia minimum dan maksimum jabatan publik, termasuk batas usia jabatan Hakim MK dan Capres-Cawapres, perubahannya selalu dilakukan melalui proses dan mekanisme legislasi di DPR RI dan Pemerintah karena menyangkut kebijakan open legal policy.

Pada rezim UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, soal batas usia minum Capres-Cawapres adalah 35 tahun, kemudian batas minimum usia diubah menjadi minimum 40 tahun dengan perubahan UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu, batas usia minimum 40 tahun tetap dipertahankan.

Hakim MK Melanggar Hukum

Sesuai ketentuan pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, maka Hakim MK dan/atau Panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan Uji Materiil pasal UU Pemilu tentang batas usia minimum-maksimum Capres dan Cawapres, karena terdapat kepentingan langsung atau tidak langsung dari Hakim-Hakim dan Pantera MK dengan perkara yang sedang diperiksa, yaitu keinginan mengubah batas usia minimum Calon Hakim Konstitusi lewat Uji Materiil.

Dengan demikian, ketika Hakim-Hakim MK mengabulkan Permohonan Uji Materiil guna menurunkan batas usia minimum Capres-Cawapres dari minimum 40 tahun menjadi 35 tahun atau pernah menjadi Kepala Daerah, maka tidak tertutup kemungkinan Hakim-Hakim MK-pun akan sangat bernafsu mengubah usia minimum Calon Hakim MK dan memperpanjang batas usia pensiun Hakim MK melalui Uji Materiil untuk kepentingan dirinya atau kroninya kelak.

Karena itu terdapat alasan hukum yang kuat untuk meminta Hakim MK yang memeriksa dan mengadili Permohonan Uji Materiil batas usia minimum-maksimum Capres dan  Cawapres, mengundurkan diri atau setidak-tidaknya dalam putusannya menyatakan Permohonan Uji Materiil tidak dapat diterima, yaitu adanya konflik kepentingan.

Seluruh Hakim MK Harus Mundur

Para Hakim MK memiliki kepentingan yang sama dengan Para Pemohon Uji Materiil terkait upaya mengubah batas usia minimum dan maksimum Capres dan Cawapres 2024, di mana pada saat yang sama Hakim MK memiliki kepentingan untuk mengubah batas usia minumum-maksimum Calon Hakim MK yang selama ini telah beberapa kali diubah dengan mengubah UU MK melalui DPR.

Begitu juga dengan Anwar Usman, Ketua MK berada dalam posisi memiliki hubungan darah sebagai ipar Presiden Jokowi dan pada saat yang bersamaan Gibran yang juga anak kandung Jokowi, berkeinginan untuk maju sebagai Cawapres 2024 tetapi terkendala usia yang masih di bawah 40 tahun, karena itu Gibran sedang menunggu putusan MK.

Pernyataan Gibran menunggu putusan MK, sesungguhnya menegaskan bahwa Gibran sangat berkepentingan dengan keberadaan Anwar Usman dan Presiden Jokowi, karena terdapat pertalian darah yang sangat dekat sehingga menempatkan Anwar Usman dalam posisi dilarang oleh UU Kekuasaan Kehakiman untuk memeriksa dan mengadili perkara Uji Materiil soal batas minimum usia Capres-Cawapres 2024.

Dapat Dipidana

Oleh karena itu, jika MK mengubah batas usia minimum menjadi 35 tahun atau tetap 40 tahun tetapi pernah menjabat sebagai Kepala Daerah, maka Anwar Usman selaku Ketua MK dapat dipidana, karena menjadi kepanjangan tangan kepentingan Dinasti Jokowi, Oligarki dan Kroni-kroni yang ada di belakang Jokowi, yang secara nyata saling berkepentingan sehingga dilarang dan diancam dengan pidana penjara.

Berdasarkan ketentuan UU No. 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman, maka seluruh Hakim MK yang memeriksa dan mengadili Permohonan Uji Materiil pasal 169 huruf q, UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, harus mengundurkan diri karena memiliki kepentingan dengan upaya mengubah batas usia minimum dan maksimum Calon Hakim MK dan terdapat hubungan darah sangat dekat antara Anwar Usman, Ketua MK, Presiden Jokowi dan Gibran yang dilarang UU. (Penulis adalah Advokat Perekat Nusantara & Koordinator TPDI, tinggal di Jakarta).

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS