Sapu Ijuk Kotor Dipakai Bersihkan Lantai

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

BISA dibayangkan endak, jika sapu ijuk yang akan kita pakai menyapu lantai rumah adalah sapu ijuk yang penuh berlumur lumpur, hasilnya akan seperti apa. Akan semakin bersih atau sebaliknya, menjadi belepotan ? Jawabnya sudah pasti. Endak perlu didiskusikan lagi, pasti akan semakin kotor.

Maka itu, ditinjau dari akal sehat manusia, seseorang penyapu rumah yang memakai sapu ijuk yang kotor, perlu diperiksa tingkat kejiwaannya. Segera dicek ke dokter, jangan-jangan dia sedang sakit jiwa atau jiwanya sehat tapi tidak bisa membedakan mana yang bersih dan mana yang kotor.

Bayangkan pula kalau selembar kain pel yang penuh belepotan oli misalnya, seketika itu langsung digunakan mengepel lantai rumah sebelum bekas-bekas oli itu disingkirkan, hasilnya apa ? Lantai bukannya menjadi bersih malah bekas-bekas oli yang menempel di permukaan kain pel tadi akan pindah ke permukaan lantai.

Ini artinya, jika ada niat untuk membersihkan sesuatu, apakah itu lantai, piring, gelas, mangkok, sepatu, baju atau apa saja, gunakanlah alat yang bersih agar maksud dan tujuan bersih-bersih bisa terwujud.

Tidak terbatas kepada pelaratan rumahtangga. Untuk sebuah institusi, lembaga atau organisasi serta negara sekalipun, jika ada niatan untuk membersihakn yang kotor, gunakanlah komponen-komponen yang beish amalh harus yang lebih bersih dari apa yang akan dibersihkan itu.

Demikian halnya dengan negeri kita Indonesia yang sama-sama kita cintai ini. Harus kita akui secara jantan bahwa negeri kita ini sedang dilanda berbagai bencana, khususnya kasus korupsi yang terus merajalela dan sepertinya belum jelas ujungpangkalnya.

Bahkan yang membuat masyarakat merasa miris, para koruptor dan tersangka pelaku koruptor itu terlihat seperti tidak bersalah. Tampil di muka umum dengan senyum, bahkan masih berani menasehati bahkan memberi petuah kepada negeri ini.

Yang lebih aneh lagi, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu bersuara lantang soal pemberantasan korupsi. Tapi anehnya, para politikus PD di DPR seolah jauh dari cita-cita SBY. Buktinya, tersangka kasus suap Wisma Atlet Angelina Sondakh malah digeser ke Komisi III yang merupakan mitra KPK untuk memberantas korupsi.

Kalau PD serius mendukung pemberantasan korupsi, Angie itu seharusnya dipecat, bukan dipindahkan, demikian dikatakan peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Apung Widadi.

Pergeseran Angie dari Komisi X ke Komisi III yang membidangi urusan hukum malah dinilai blunder bagi PD. Selama ini PD sudah babak belur soal kasus Wisma Atlet, seharusnya keputusan yang diambil harus memberi bukti pemberantasan korupsi.

Apung menilai semestinya Badan Kehormatan (BK) DPR juga bisa ikut campur mengambil sikap. DPR harus mau memperbaiki diri, siapapun yang menjadi tersangka kasus korupsi sudah sepantasnya dikeluarkan sebagai anggota wakil rakyat yang terhormat.

Entah apa dasar berpikirnya para pengambil keputusan yang memasukkan nama Angelina Sondakh untuk menduduki kursi di Komisi III DPR yang tugas utamanya memberantas korupsi sementara Angelina Sondakh sudah jelas dan nyata sebagai tersangka kasus korupsi Wisma Atlit.

Benar, memang, posisi Angelina Sondakh belum mempunyai kekuatan hukum. Tapi secara hukum kepatutan, pantaskah seorang tersangka kasus korupsi kita ikutkan untuk memberantas korupsi ?

Yah seperti itu tadi, sapu ijuk yang belepotan lumpur dipakai menyapu lantai rumah. Hasilnya ya seperti itu, makin kotor. Sulit memang diterima akal sehat, seseorang tersangka kasus tindak pidana korupsi dipindahkan dari tempat lain ke tempat yang diberi kepercayaan memberantas korupsi. Ini apa maksudnya.

Apakah pihak-pihak tertentu yang sedang berkuasa ingin melakukan perlawanan kepada masyarakat atau ingin menunjukkan arogansi kekuasaannya. Apapun alasannya, yang jelas sikap ini sudah melecehkan rakyat. ***

CATEGORIES