Sakti
Oleh: Sabar Hutasoit
KETUA Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Andi Nurpati disebut-sebut masih terlalu ‘sakti’ bagi pihak Mabes Polri. Buktinya? Hingga kini, kendati sebulan kasus pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penentuan anggota DPR dari Dapil Sulawesi Selatan I ditangani, Andi Nurpati belum juga disidik.
Polri berdalih Andi belum diperiksa karena penyidik masih memintai keterangan dari sejumlah saksi lainnya. Sementara, Ketua MK Mahfud MD dan Wakil Ketua Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR, Ganjar Pranowo, mengindikasikan secara kuat Andi Nurpati berada di balik pemalsuan surat keputusan MK.
Penyidik masih terus melakukan pendalaman serta mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi untuk mengetahui alur lahirnya dua surat untuk satu putusan MK. Pendalaman dimaksud membutuhkan proses dan waktu sehingga membuat penyidik belum bisa memastikan jadwal pemanggilan dan pemeriksaan Andi Nurpati.
Hingga saat ini terdengar berita belum ada tersangka tambahan dalam kasus tersebut setelah Mabes Polri menetapkan satu tersangka, yakni mantan juru panggil MK, Masyuri Hasan.
Hasan disebut-sebut menjadi tokoh kunci dari alur kasus dugaan pemalsuan dan penggelapan surat MK untuk memenangkan salah satu kader Hanura, Dewi Yasin Limpo, sebagai anggota DPR 2009-2014 itu.
Nah, kalaulah pemalsuan dan penggelapan surat berharga yang nota bene surat yang isinya turut serta menentukan nasib bangsa ini, lalu apalagi yang bisa kita lakukan? Jangan-jangan banyak yang palsu di negeri ini. Tidak heran pula akibat pemalsuan surat untuk memenangkan seseorang jadi anggota DPR itu, berkembang tuduhan kalau pemimpin lainnya juga diindikasikan ada pemalsuan.
Untuk mengungkap tabir pemalsuan demi pemalsuan inilah, rasanya aparat Polri bisa bersikap tegas dan tanpa pandang bulu memberlakukan sama kepada siapa saja yang dianggap melawan hukum dikenakan sanksi hukum.
Jika benar ada yang ‘sakti’ di hadapan aparat penegak hukum, maka harapan kita untuk membawa negeri ke alam yang makmur dan berkeadilan hanyalah mimpi yang tidak akan ada wujudnya.
Pertanyaan kita, bisa dan maukah aparat penegak hukum memberlakukan seluruh warga negara ini sama di hadapan hukum. Misalnya, jika pencuri semangka, pisang, sandal jepit, kakao, piring dan lain-lain yang tergolong kelas ‘teri’ gampang diproses, bisakah sekelas Andi Nurpati, Nazaruddin dan Nunur Nurbaeti diproses secepat para pencuri kelas teri dimaksud? ***