Rini Soemarno, Sudirman Said, Thomas Lembong serta Hanif Dakhiri Layak Dicopot

Loading

index

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak segera melakukan reshuffle jilid II untuk mencopot para menteri yang dianggap tak sejalan dengan program pemerintah. Sejumlah nama disebut-sebut sebagai orang yang harus diganti.

“Ada menteri-menteri yang tak mengindahkan perintah Pak Jokowi. Diminta jangan gaduh, tetap saja di luar gaduh,” kata pengamat politik Tjipta Lesmana dalam diskusi bertajuk Bersih-bersih Kabinet, Menggusur Menteri Anti Nawacita dan Trisakti di Restoran Dua Nyonya, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (29/11/2015).

Sesuai perintah Presiden, sambung Tjipta Lesmana, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung diganti dengan kereta sedang. Namun tiba-tiba Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meneken kontrak persetujuan proyek kereta cepat itu tetap berlangsung dengan melibatkan investor Tiongkok.

Nama lain yang kembali disebut adalah Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Sudirman Said. Nama terakhir dianggap melakukan manuver terkait kasus dugaan pencatutan nama Jokowi-JK soal negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport yang melibatkan Setya Novanto.

“Presiden sudah bilang, Freeport diperpanjang dengan sejumlah syarat seperti divestasi dan pembangunan smelter,” katanya.

Selain Rini Soemarno dan Sudirman Said, Tjipta menilai Menteri Perdagangan Thomas Lembong serta Menteri Ketanagakerjaan Hanif Dakhiri masuk dalam kategori layak reshuffle. Dia berlasan, Lembong dianggap sangat neolib, sedangkan Hanif bertanggung jawab atas membeludaknya para pekerja asal Tiongkok.

Selain kinerja menteri-menteri tersebut dianggap tak sesuai dengan program pemerintah, peluang masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai pendukung pemerintah semakin menguatkan adanya reshuffle kabinet jilid II. “Tinggal menunggu waktu,” katanya.

Pendapat serupa dikemukakan Direktur Sabang-Merauke Circle Syahganda Nainggolan, menurutnyapara menteri itu tidak pro terhadap program Nawa Cita dan Trisakti. “Soal buruh tidak dilibatkan dalam pembahasan upah, sekarang naik turunnya upah berdasarkan inflasi,” katanya.

Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari melihat pemerintah saat ini menghadapi hambatan serius dari eksternal berupa pelambatan ekonomi global dan internal politik. Kemudian tak sedikit para pembantu presiden menggunakan nawacita sebagai pembenar bagi kepentingan pribadi dan kelompoknya. “Utang dan impor atas nama nawa cita,” imbuhnya.

Eva mengakui pemerintah sekarang ambisius berorientasi pada negara yang berbasis produksi dan pembagunan kemaritiman. Cara untuk mewujudkan ambisi itu salah satunya dengan pembangunan infrastuktur yang massif. Di sinilah perlunya peran para menteri membantu presiden merealisasikan program-programnya. (sabar)

CATEGORIES
TAGS