Raker Kemenperin Wujudkan Kebijakan Hilirisasi Industri Berbasis SDA

Loading

3

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Kementerian Perindustrian membangun komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan kebijakan hilirisasi industri berbasis sumber daya alam (SDA). Hal tersebut yang menjadi kesepakatan dalam hasil Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun 2016.

“Tahun ini, kami menginisiasi kebijakan pengembangan industri nasional yang difokuskan pada peningkatan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral, serta migas dan batubara,” kata Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat pada Penutupan Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun 2016 di Jakarta, Rabu (17/2).

Raker Kemenperin 2016 diselenggarakan selama dua hari, tanggal 16-17 Februari 2016 dengan memilih tema “Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Sumber Daya Alam”. Raker tersebut dibuka secara resmi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan dihadiri oleh Pejabat Kementerian/Lembaga terkait, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kepala Balai Besar, Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri, Direktur Perguruan Tinggi dan Kepala Sekolah Kejuruan Industri di lingkungan Kemenperin, KADIN, pimpinan asosiasi industri serta para pelaku usaha.

Syarif menyatakan, kebijakan hilirisasi akan meningkatkan nilai tambah dan memperkuat struktur industri, menumbuhkan populasi industri, serta menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha. “Struktur industri nasional akan semakin kuat melalui pembangunan industri hulu yang diintegrasikan dengan industri antara dan industri hilir. Selain itu, peningkatan nilai tambah sumber daya alam Indonesia membawa dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.

Dalam kesimpulan hasil raker, Syarif menyampaikan, hilirisasi industri berbasis mineral logam difokuskan pada empat kelompok industri yaitu besi baja, aluminium, nikel, dan tembaga. Pembangunan industri berbasis sumber daya alam tersebut bergantung pada beberapa sektor, antara lain: sektor transportasi, konstruksi bangunan, permesinan, infrastruktur, energi, listrik, telekomunikasi, kemasan, alat rumah tangga, alat kesehatan, dan elektronik.

Selanjutnya, hilirisasi pembangunan industri migas dan batubara difokuskan pada pembangunan industri petrokimia atau pupuk di Teluk Bintuni dan Aceh. “Migas dan batubara digunakan sebagai bahan baku industri sehingga akan memiliki nilai tambah tinggi jika dibandingkan dengan menjualnya sebagai komoditi,” ujar Syarif.

Untuk industri hulu yang lahap energi dan padat modal, menurutnya, perlu mendapatkan insentif atau fasilitas berupa subsidi energi dan bahan baku agar dapat berkembang dan memiliki daya saing yang tinggi.

Sementara itu, sebagai negara yang memiliki sumberdaya serta cadangan mineral dan batubara yang masih memadai dan dapat mendukung industri hulu dan hilir logam, pembangunan industri berbasis mineral di Indonesia tidak hanya terhenti di industri dasar pertambangan (ekstraksi) tetapi harus dilanjutkan dan difokuskan pada industri hilirnya yang memanfaatkan logam sebagai bahan bakunya. “Sinergi pertambangan dan perindustrian sangat penting,” tegas Syarif.

Indonesia juga merupakan negara produsen minyak mentah sawit (CPO), penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia, dan negara produsen kakao ketiga di dunia. “Untuk meningkatkan nilai tambah ketiga komoditi tersebut, disusun hilirisasi industri agro yang difokuskan pada industri kelapa sawit, rumput laut, dan kakao,” tuturnya. (sabar)

CATEGORIES
TAGS