Produksi + Impor – Ekspor Bagi Kehidupan

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Fauzi Azis

Fauzi Azis

INI adalah rumus sederhana untuk menghitung berapa banyak kebutuhan nasional terhadap suatu produk. Formula sederhana ini populer dipakai di dekade 70an sampai 80an untuk membuat ekstrapolasi dalam menghitung kebuthan nasional tadi dalam satuan hitung volume.

Kalau angka produksi nasionalnya besar dan bahkan bisa diekspor serta kebutuhan nasionalnya ter-produksi+impor-ekspor bagi kehidupan. Ini adalah rumus sederhana untuk menghitung berapa banyak kebutuhan nasional terhadap suatu produk. Formula sederhana ini populer dipakai di dekade 70an sampai 80an untuk membuat ekstrapolasi dalam menghitung kebutuhan nasional tadi dalam satuan hitung volume.

Kalau angka produksi nasionalnya besar dan bahkan bisa diekspor serta kebutuhan nasionalnya tercukupi dari produksi nasional tersebut, maka pada dasarnya impor tidak diperlukan. Kondisi ini yang paling idial. Inilah konsepsi kemandirian dan bersaing.

Berdikari, swasembada, swakarsa dan swakarya inilah menjadi harapan kita. Formula produksi+impor-ekspor pada zaman globalisasi dan perdagangan bebas sepertinya tidak relevan lagi karena aliran barang dan jasa di dunia didesain berlangsung tanpa hambatan.

Yang penting pada saat diperlukan barang dan jasa tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup, harga bersaing dan bisa didistribusikan tepat waktu, tidak perduli dari mana asalnya. Meskipun demikian, ketiganya tetap penting bagi perekonomian suatu negara karena kehidupan ekonomi masyarakat suatu negara memerlukan itu untuk keberlansungan hidupnya.

Produksi, ekspor dan impor simpel dan sederhana bukan. Jadi kalau anda menjadi petinggi negara yang membidangi urusan ekonomi jangan berfikir complicated dan ruwet, muter-muter tidak karuan. Siapkan produksi yang cukup, ada ekses produksi di ekspor membantu rakyat di negara lain yang memerlukan dan kalau kekurangan lakukan impor, serta bilamana produksi telah melimpah ruah, maka stoplah impor.

Gitu saja kok repot. Tapi betulkah sesederhana itu? Realitasnya memang tidak bisa seperti itu karena ulah manusia sendiri beserta pikiran, perasaannya dan tindakannya yang bikin ruwet dan complicated. Disitu bercokol kepentingan, persaingan (sehat/tidak sehat), rakus dan tamak, mau menang sendiri, mau untung sendiri, mau jadi super power, mau gengsi dan lain-lain yang pada akhirnya yang sederhana bisa menjadi ruwet.

Dibuat aturan yang ini boleh, yang itu tidak boleh. Yang itu asing boleh, yang ini untuk saya sendiri dan sebagainya. Berbagai keruwetan tersebut bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Penuh paradox di dunia ini. Teori ekonominya sangat maju dan saking hebatnya tidak semua orang bisa mengerti.

Pasar bebas dan globalisasi jargonnya, tidak boleh ada hambatan dan rintangan agar semuanya menjadi murah meriah tapi nyatanya ruwet dan coplicated juga. Itulah contoh-contoh kecil paradoks dalam kehidupan. Pelajaran penting dari pemahaman sederhana yang seperti itu adalah bahwa ekonomi, politik, globalisasi dan pasar bebas adalah sistem yang apapun hasilnya semuanya tergantung dari nalar manusia yang ditransformasikan dalam pengelolaannya.

Kalau nalarnya ngeres pasti diciptakan hal-hal yang paling menguntungkan kepentingannya, baik pribadi maupun kelompok. Kalau nalarnya waras dan terbebas dari belenggu kepentingan. maka wisdom akan lahir sehingga keruwetan itu bisa diurai agar kemaslahatan bersama bisa dimikmati rame-rame.

Produksi, ekspor dan impor bisa lancar atau tidak lancar tergantung nalar manusia tadi. Produksi, impor, ekspor mau disumbat, ditutup rapat-rapat atau mau dibuat mudah dan murah kembali tergantung nalar manusia digunakan untuk tujuan yang seperti apa.

Kalau sekarang ini dunia ribut soal produksi, impor, ekspor dan harga pangan dan energi mau menjadi cukup atau tidak cukup disediakan atau mau harganya murah/mahal kan yang jahil ulah manusia yang bersembunyi dibalik the invisible hand yang perangainya seperti yang dijelaskan didepan.

Mau perang atau damai karena soal pangan dan energi tergantung penggerak dan provokatornya. Negara bangkrut sangat tergantung bagaimana manusia menggunakan nalarnya. Kurang apa di AS dan zona eropa memilki segudang ahli dari berbagai disiplin ilmu, tapi mereka gagal menggunakan nalarnya dengan akibat negaranya nyaris bangkrut meskipun tetap tinggi hati dan sombong.

Karena produksi, impor dan ekspor penting bagi kehidupan, maka jangan permainkan ketiganya yang akan berujung kepada lingkungan hidup yang bisa membuat malapetaka kehidupan. Manusia berada di balik itu semua. Mau kurang mau cukup sangat tergantung dari nalar manusianya mau digunakan seperti apa.

Jadi urusan produksi, impor dan ekspor bukan urusan investasi dan perdagangan ansich, tetapi bobotnya adalah soal manusia dan kemanusiaan dalam hidup dan kehidupannya.***

CATEGORIES
TAGS