Presiden Pengelola Keuangan Negara

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

DALAM UUD 1945, APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan dengan setiap tahun dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selanjutnya dinyatakan bahwa RAPBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Tanggungjawab pengelolaan keuangan negara tersebut, berdasarkan pasal 6 ayat (1) UU Keuangan Negara No 17/2003 kekuasaannya diserahkan kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan untuk mengelola keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

Ayat 2-nya menyatakan kekuasaan dimaksud dikuasakan kepada Menkeu selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan (ayat 2 butir a); dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya (ayat 2 butir b); dan diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Sehubungan dengan harapan dari seluruh masyarakat Indonesia, yang paling pokok dan paling utama mendapat sorotan adalah tentu bagaimana fungsi APBN/APBD digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai pandangan umum dapat disampaikan bahwa sebelum presiden selaku pengelola keuangan negara semestinya di setiap menjelang RAPBN disusun setiap tahun harus ada kebijakan umum yang ditetapkan melalui Perpres tentang gideline penggunaan APBN/APBD yang berfokus dan bermuara pada upaya mewujudkan kemakmuran rakyat.

Kebijakan fiskalnya seperti apa dan penggunaan anggarannya di masing-masing K/L dan dilingkungan pemda juga seperti apa. Selama ini tidak pernah ditegaskan secara eksplisit. Yang ditetapkan selama ini hanya menyangkut tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Kedua Peraturan Pemerintah tersebut penting sebagai arahan umum yang lebih bersifat normatif. Tetapi ada hal yang tak kalah penting untuk ditetapkan oleh Presiden selaku pengelola keuangan negara adalah sebuah panduan tentang kegiatan apa yang boleh dilakukan dan dibiayai dengan dana APBN/APBD dan kegiatan apa yang tidak boleh dilaksanakan dengan menggunakan APBN/APBD berdasarkan klasifikasi masing-masing fungsi.

Kisi-kisi ini penting karena akan banyak membantu unit pengguna anggaran dan pengguna barang milik negara di masing-masing K/L dan juga pemda untuk efisiensi dan efektifitas penggunaan angggaran. Selama ini yang ditekankan baru sampai tahap prioritas progamnya, belum sampai menukik ke jenis prioritas kegiatannya.
Bias progam justru banyak terjadi di ranah kegiatan karena banyak kegiatan yang dilaksanakan secara business as usual. Kualitas kegiatannya tidak terukur. Perputaran uangnya cenderung tidak menetes secara efektif dan efisien untuk menjawab tujuan, sasaran dan target dari progam yang diprioritaskan.

Hal yang demikian terjadi karena pada umumnya di masing-masing K/L dan juga di SKPD di daerah kegiatan dari suatu progam lebih banyak disiapkan oleh staf eselon 3 ke bawah. Para menteri dan eselon 1 dan 2 tidak banyak memberikan perhatian sampai ke kegiatan yang bersifat detil. Pada umumnya yang terjadi adalah pengulangan dari kegiatan yang dilakukan pada tahun sebelumnya.

Bahkan sebagus apapun nomenklatur progamnya, kegiatan yang akan dikerjakan sebenarnya hanya itu-itu saja di setiap tahun anggaran. Dampaknya adalah akuntabilitas publiknya menjadi rendah dengan akibat bahwa tekanan publik atas pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah menjadi semakin kuat dengan tingkat ketidak percayaan yang makin tinggi karena pemerintah dinilai kurang berkualitas dalam mengelola keuangan negara.

Jenis, sifat kegiatan dari satu progam yang tidak ada panduannya tersebut sudah barang tentu mudah diintervensi oleh berbagai kepentingan, baik kepentingan para oknum politisi di DPR maupun pihak-pihak yang sekarang ini sering disebut “makelar” proyek APBN/APBD.

Di dalam perpres yang menetapkan kegiatan prioritas di masing-masing progam dan fungsi sudah eksplisit menetapkan lokasi dan penanggung jawabnya, baik progam, fungsi dan kegiatan prioritas yang hanya dilakukan oleh K/L dan SKPD masing-masing atau yang sifatnya joint progam dan kegiatan prioritas.

Di samping itu kegiatan yang single year maupun yang multy years sudah dapat diketahui sejak awal. Jika hal yang demikian dapat dilakukan, paling tidak banyak manfaat yang akan diperoleh, antara lain :1) Kemampuan pemerintah sebagai pengelola keuangan negara untuk melaksanakan sistem pengendalian intern pemerintah semakin terukur.

2) Publik secara transparan akan lebih mudah melakukan pemantauan atas berbagai kegiatan yang dikerjakan oleh K/L di pusat dan SKPD di daerah karena dari awal publik sudah tau apa saja yang dikerjakan, bukan hanya progamnya.

3) Memudahkan aparat pengawas (BPK dan Itjen dan Irwil) menjalankan tugas pengawasan dan audit. 4) Intervensi dari manapun datangnya bisa dicegah sejak dini. 5) Transparansi dan akuntabilitas publik lebih terjamin. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS