Perlu Dibenahi Permukiman Padat di Jakarta

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

DENGAN ditetapkannya Peraturan Darerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta tahun 2010-2030, sesungguhnya sudah harus ditetapkan pula pembenahan permukiman penduduk, khususnya permukiman kumuh dan padat di Jakarta. Artinya, perlu ditata ulang adanya permukiman penduduk yang tertib dari segi konstruksi dan tata letak, nyaman dan aman dari segi kepenghunian dan selamat dari ancaman kebakaran, banjir, maupun bencana alam lainnya, seperti gempa bumi, tsunami dll.

Akhir-akhir ini ancaman kebakaran dipermukiman padat semakin merajalela di Jakarta. Seperti hari Jumat (9/9) lalu, dua kebakaran terjadi permukiman kumuh dan padat di Muara Angke dan Kampung Akuarium, Penjaringan (Jakarta Utara), serta satu lagi kebakaran di daerah Angke, Kecamatan Tambora (Jakarta Barat), menghanguskan ratusan rumah penduduk. Tragisnya lagi, rumah penduduk yang terbakar di Kampung Akuarium, belakang Pasar Ikan Penjaringan, belum lama didirikan kembali oleh warga setelah habis terbakar dua tahun lalu. Penyebab kebakaran, sudah dipastikan akibat korsleting atau hubungan pendek arus listrik, dan meluasnya kebakaran akibat permukiman yang cukup padat tanpa sekat.

Selain ancaman kebakaran akibat instalasi listrik yang asal-asalan, di permukiman padat juga sering terjadi gesekan-gesekan sosial yang mengakibatkan terjadinya tawuran massal antarkelompok, seperti terjadi di daerah Johar Baru, Jakarta Pusat. Demikian juga peristiwa-peristiwa tawuran di daerah permukiman padat yang lain, seperti di daerah Manggarai, Jakarta Selatan. Cukup banyak permukiman padat di wilayah kota DKI Jakarta, kecuali di Kabupaten Pulau Seribu. Semuanya rawan kebakaran, dan rawan tawuran massal.

Dalam Perda RTRW 2010-2030, jumlah penduduk DKI Jakarta diprediksi akan menjadi 12,5 juta jiwa, meningkat dari 9,2 juta jiwa pada tahun 2010 ini. Pada tahun 2030, penduduk yang tinggal di Jakarta Pusat diperkirakan 9, 2 persen, di Jakarta Timur 24,1 persen, di Jakarta Barat 25,3 persen, di Jakarta Utara 18,6 persen, di Jakarta Selatan 22,6 persen, dan sisanya di Kabupaten Pulau Seribu sekitar 0,2 persen. Dengan pertambahan penduduk tersebut, sudah pasti membutuhkan tambahan permukiman. Padalah, lahan yang tersedia sangat terbatas. Solusinya haruslah pembangunan vertikal.

Seperti di daerah Johar Baru, Jakarta Pusat, dengan kasat mata dapat terlihat betapa padatnya penduduk, satu rumah petak bisa dihuni dua atau tiga keluarga. Tidak terbayangkan bagaimana padatnya pada tahun 2030. Demikian pula keadaannya di daerah Tanah Tinggi, Rawasari, Paseban dll. Daerah Tambora, Jakarta Barat, mungkin lebih parah lagi. Kecamatan Tambora merupakan permukiman terpadat kedua di Jakarta. Tingkat kepadatan penduduknya saat ini sudah mencapai 43.789 jiwa per kilometer persegi. Mereka tinggal berimpitan di gang-gang sempit dengan petak-petak yang dihuni lebih dari satu keluarga.

Pembangunan Vertikal

Dalam Rencana Umum Tata Ruang 20 tahun pertama (1960-1980) semasa Gubernur Ali Sadikin, sebenarnya sudah pernah dirancang, setelah selesai program perbaikan kampung atau Proyek Muhammad Husni Thamrin (MHT), akan dilanjutkan dengan pembangunan rumah flat (rumah susun) pada permukiman kumuh dan padat. Tetapi berganti Gubernur, berganti pula visi dan programnya. Bahkan, becak yang sempat dihapus, dihidupkan kembali, membuat kota Jakarta kembali semrawut. Konsepnya waktu itu, peremajaan lingkungan (urban renewal) . Yakni, areal permukian padat bila dibangun vertikal, akan menyisakan banyak ruang terbuka hijau yang bisa dimanfaatkan untuk taman-taman dan membangun berbagai infrastruktur untuk drainase, jalan-jalan masuk mobil pemadam kebakaran, angkutan umum, truk sampah, ambulance dll. Penghuni rusun, tetap penghuni lama dan memungkinkan satu rumah untuk satu keluarga.

Dalam RTRW 2010-2030, memang sudah dicantumkan tentang pembangunan rumah susun sederhana di kawasan permukiman kumuh berat, di antaranya di sepanjang Kali Angke, Duri Utara, Tambora, Kali Anyar dan Kedaung Kali Angke. Sebenarnya, pengadaan rumah susun (pembangunan vertikal) sudah waktunya dilakukan di berbagai permukiman kumuh dan padat di pusat-pusat kota Jakarta, baik di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, tidak hanya di Jakarta Barat.

Seperti di daerah Senen, Cempaka Putih, Johar Baru, dan Paseban di Jakarta Pusat. Daerah Matraman, Kayu Manis, Prumpung di Jakarta Timur. Daerah Manggarai di Jakarta Selatan dan daerah permukiman padat di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara, butuh pegadaan rumah susun. Para pemukim di daerah padat, umumnya adalah kelas pekerja atau penjual jasa yang bekerja di pusat kota. Sehingga mereka pun terbantu, hemat biaya transpor, karena dekat dengan tempat bekerja atau tempat berusaha.

Permukiman vertikal dengan konstruksi bangunan yang baik di dalam kota, selain aman dari kebakaran dan bebas banjir, jelas akan mengurangi kebutuhan perjalanan orang, sehingga lalu lintas tidak macet dan beban alat transportasi juga akan berkurang.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS