Pantura yang Sibuk Bersolek
Oleh: Fauzi Azis
PANTAI Utara Jawa yang lalu lintasnya tak pernah tidur selama 24 jam, saat ini sedang terus berbenah dan bersolek merapikan jembatan dan jalan. Maklum pantura adalah lintas utama dimana truk angkutan barang, bus antar kota dan antar propinsi, serta mobil pribadi lalu lalang.
Perjalanan dengan jarak tempuh 300 km lebih paling cepat 7-8 jam. Kalau lagi rame, saat liburan sekolah, lebaran, natal dan tahun baru jangan berharap bisa ditempuh 10-15 jam, bahkan bisa lebih lama lagi. Jalan pantura eks Daendeles adalah jalan nasional. Begitu terjadi kegiatan pemeliharaan dan perbaikan jalan, pada saat yang bersamaan kemacetan menghadang. Kalau toh tidak ada pekerjaan perbaikan, kemacetan pun mudah sekali terjadi karena pasar tumpah yang terjadi di hari tertentu dalam sepekan.
Perbaikan jalan dan jembatan nyaris tak pernah ada jeda waktunya. Karena begitu selesai sudah langsung dilalui oleh kendaraan berat dengan tonase besar, sementara kekuatan tekananan gandar jalan lebih rendah dari tonase truk yang lewat. Alhasil jalan rusak lagi rusak lagi. Masalahnya kalau mau diurai satu persatu menjadi bersifat struktural dan kait berkait.
Lahan yang labil, tekanan gandar jalan yang lebih rendah dari bobot tonase truk dalam kedaan isi/kosong, volume kendaraan yang lalu lalang, pasar-pasar selalu dibangun ditepi jalan besar, aturan berlalu lintas tidak dijalankan dan segudang masalah lain yang menumpuk.
Hampir semua orang yang sebenarnya ingin berkendaraan sendiri pasti akan berhitung seribu kali untuk bepergian jauh yang pasti akan lewat pantura. Untung ada alternatif, dimana orang dan barang sekarang diangkut pakai KA yang jujur pelayanannya makin baik. Begitu pula pesawat udara yang harga tiketnya tidak terlalu mahal ketika layanan Low cost carier (LCC) dioperasikan, masyarakat mulai memanfaatkan layanan tersebut.
Perbaikan jalan dan jembatan pasti butuh dana besar. Kalau jalan itu jalan nasional, maka dana APBN yang bisa mendukungnya. Prosedur lelangnya makan waktu, yang nimbrung tidak sedikit, belum lagi kalau dananya sejak perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan buat bancakan oleh pihak yang hoby main suap, sogok dan korupsi sehingga yang benar-benar jatuh ke proyek sudah berkurang banyak.
Soal kualitas pasti berpengaruh dari segi kelayakannya. Jadi kalau kemudian cepat rusak lagi harap maklum. Mobilitas manusia dan barang antar kota antar propinsi tidak mungkin dihambat atau dikurangi karena kondisi tersebut menandakan kegiatan ekonomi masyarakat tumbuh secara dinamis.
Begitu pula penyediaan BBM tidak bisa diatur-atur karena alasan penghematan. Solusinya adalah suka tidak suka seluruh infarstruktur jalan (termasuk pembuatan jalan tol, jalan layang) dan jembatan dilintasan Pantura Jawa, Sumatera dan lain-lain harus dilakukan dan tidak bisa ditunda tunda.
Sebaiknya anggaran untuk itu tidak dikelola oleh kementrian PU dan perhubungan. Dana tersebut langsung saja dialihkan kekonsorsium BUMN konstruksi untuk mengelolanya dan pemerintah melalui perpres menunjuk mereka menjadi pelaksana pembangunan dan perbaikan infrastruktur di Indonesia.
Konsorsium tersebut yang menjadi jenderal lapangannya dan harus akuntabel mengelolanya. Kementrian PU dan perhubungan cukup jadi regulator/perumus kebijakan dan pengawas saja. APBNnya cukup didanai dari belanja personil dan belanja barang saja. Belanja modalnya atas keputusan pemerintah dialihkan untuk dikelola oleh konsorsium BUMN konstruksi yang ditugaskan.
Selain itu jalur laut juga bisa menjadi alternatif untuk angkutan barang. Interkoneksitas antar propinsi, antar kabupaten/kota dalam satu propinsi menjadi hal yang urgent dan penting dari pada ikut-ikutan sibuk membangun interkoneksitas antar negara Asean meskipun juga penting.
Apalah artinya keterhubungan diantara sesama Asean kalau interkoneksinya di dalam negeri jeblok dan berlubang. ***