Otomotif Indonesia Harus Berperan di ASEAN

Loading

Laporan: Redaksi

Soehari Sargo

Soehari Sargo

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pemerintah hendaknya memercayai kemampuan industri otomotif di dalam negeri dengan mewujudkan secara sungguh-sungguh cinta produk dalam negeri, supaya tidak hanya slogan. Misalnya, menggunakan kendaraan bermotor buatan dalam negeri sebagai mobil dinas pejabat, kendaraan operasional dan angkutan umum milik negara. Tunjukkan bahwa kendaraan-kendaraan itu produk lokal dan semua menggunakan pelat merah.

Pengamat industri otomotif, Soehari Sargo, dalam diskusi dengan tubasmedia.com, pekan lalu, mengemukakan, dengan meningkatkan kepercayaan, maka industri otomotif kita akan dapat berkembang seperti yang diharapkan. Tapi, payung hukum atau regulasi untuk itu juga harus memadai dan jangan dilanggar dengan alasan apa pun. Kalau regulasi dilanggar, maka kebijakan otomotif nasional tidak akan mencapai sasaran.

Berkaitan dengan itu, Soehari Sargo, lulusan jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (1960), menyatakan ketidaksetujuannya terhadap impor bus yang akan dijadikan angkutan umum, seperti yang direncanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia mengajukan alasan, industri otomotif kita sudah mampu memproduksi bus, mengapa impor lagi. Produsen dalam negeri harus dilindungi agar dapat berkembang.

Ia juga mengatakan, sebenarnya semua moda angkutan umum dapat diproduksi di dalam negeri. Termasuk monorel, industriwan kita mampu memproduksinya, mulai dari prasarana sampai sarananya. Ia menyebut nama seorang kenalannya yang dapat menyiapkan monorel (jalur dan kendaraannya) dengan biaya sekitar Rp 150 miliar untuk 1 kilometer.

Menjadi Produsen

Menjawab pertanyaan, mengapa kita masih ingin mengimpor otomotif, Soehari mengatakan, untuk mencari gampangnya dan tidak mau bersusah-susah. Padahal, lebih baik kita menjadi produsen otomotif daripada hanya sebagai pedagang. Dengan menjadi produsen, kita menikmati nilai tambah. Lagi pula bahan baku dan komponen sudah tersedia, sekalipun masih ada bagian yang mesti diimpor. Menjadi produsen otomotif, dengan sendirinya pabrik baja akan lebih cepat berkembang.

Ia mengapresiasi langkah pemerintah menyusun program MP3I atau Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia, dengan menyiapkan koridor atau kawasan pengembangan komoditas, mulai dari hulu hingga hilir. Sebaiknya, industri otomotif begitu. Jelas konsepnya, mulai dari penyediaan bahan baku hingga pasarnya.

Dikemukakan, salah satu kelemahan kita dalam pengembangan industri otomotif adalah tidak memiliki konsep jangka panjang, yang dapat dianalisis. Masalahnya, kembali ke sikap, cari mudahnya. Padahal, konsep tersebut adalah dasar kokoh, yang cakupannya amat luas. Sebagai contoh, ia menyebut program pembangunan mass rapid transit atau MRT dari Lebak Bulus ke Kota. Mestinya, dianalisis dulu, untung mana, apakah MRT dari Lebak Bulus atau dari Sentul, Bogor. Ia berpendapat, untuk MRT lebih baik dibuka jalur dari daerah commuter, dalam hal ini kota penyangga Jakarta, seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi ke kawasan kota. Misalnya, dari Sentul ke kawasan Ragunan. Nah, dari Ragunan penumpang beralih ke Transjakarta (bus way)

Mengapa demikian? Alasannya, sangat banyak penduduk kota-kota penyangga yang beraktivitas di Jakarta. Mobilitas mereka sehari-hari cukup tinggi. Hal-hal seperti itu yang mestinya lebih dulu dianalisis agar prioritas program tepat.

Mobil Murah

Mengenai program mobil murah, dia mengatakan, setuju, dengan penekanan, pemerintah harus ikut menanamkan modal. Jangan semuanya diserahkan kepada investor asing. Pemerintah sebagai pemilik saham harus juga dapat menentukan desain mobil murah serta daerah pemasarannya.

Dikemukakan, Indonesia adalah pasar besar bagi produk-produk dari mancanegara, termasuk otomotif. Oleh karena itu, wajar pengusaha asing meminati pasar dalam negeri. Ini harus diantisipasi dengan cara membangun industri otomotif. Otomotif Indonesia harus berperan di ASEAN dan Asian, jangan sampai kalah dari Thailand, apalagi Vietnam. “Tidak ada salahnya melihat Malaysia, pemerintahnya ikut invest di otomotif,” katanya.

Pada sisi lain, Soehari juga mengingatkan agar infrastuktur terus dikembangkan. Pembenahan prasarana dan sarana tak kalah pentingnya. Ia menyebut China, yang begitu giat membangun infrastruktur dan hasilnya juga dinikmati industri negara tersebut. Selain itu, taati ketentuan. Jangan sampai peraturan sendiri dilanggar. (ender/apul)

TAGS

COMMENTS