Menperin Apresiasi Upaya Menyerap Garam Lokal

Loading

KONTRAK KERJA SAMA - Menteri Perindustrian Saleh Husin menyaksikan penandatanganan kontrak kerja sama antara petani garam dengan tujuh pengguna garam lokal yang tergabung dalam Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI)  di Sampang, Madura, Sabtu (18/4/2015). (tubas/kemenperin)

KONTRAK KERJA SAMA – Menteri Perindustrian Saleh Husin menyaksikan penandatanganan kontrak kerja sama antara petani garam dengan tujuh pengguna garam lokal yang tergabung dalam Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) di Sampang, Madura, Sabtu (18/4/2015). (tubas/kemenperin)

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Menteri Perindustrian Saleh Husin mengapresiasi Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) atas upayanya menyerap garam lokal yang membawa dampak positif bagi para petani nasional sekaligus mendukung program pemerintah.

”Sebagai mitra pemerintah dalam pengembangan industri pegaraman di Indonesia, saya mengucapkan terima kasih dan selamat kepada pengurus AIPGI atas terlaksananya acara penyerapan garam lokal tahap I, yang diharapkan dapat dilanjutkan dengan tahap selanjutnya di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat,” kata Menperin pada acara penyerapan garam lokal oleh AIPGI di Sampang, Jawa Timur, Sabtu (18/4/2015).

Menperin mengatakan, garam merupakan salah satu komoditi yang strategis bagi industri, karena banyak dibutuhkan sektor kimia, aneka pangan dan minuman, serta farmasi dan kosmetika.

Siaran pers Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenperin, Hartono, menyebutkan, pada 2015, kebutuhan garam nasional diperkirakan mencapai 2,6 juta ton dan sektor industri yang paling banyak menggunakannya. ”Namun, saat ini masih harus diimpor, karena kualitas garam kita belum dapat memenuhi standar industri, sedangkan garam lokal hingga saat ini baru memenuhi kebutuhan konsumsi,” kata Menperin.

Di samping itu, total impor garam tahun 2013 senilai USD 104 juta. Dari total nilai impor garam tersebut, ekspor produk industri makanan dan minuman yang menggunakan bahan baku garam telah berkontribusi dalam meningkatkan devisa negara sebesar USD 4,83 miliar. Belum lagi dari produk industri PVC dan kertas.

Menurut Menperin, kualitas garam yang dibutuhkan oleh industri tidak hanya terbatas pada NaCl yang tinggi (minimal 97%), tetapi juga harus diperhatikan kandungan logam berat lainnya, seperti kalsium dan magnesium, yang masing-masing maksimal 400 ppm untuk industri aneka pangan, sedangkan untuk industri chlor alkali plan (soda kostik) maksimal 200 ppm serta kadar air yang rendah. Sementara itu garam untuk industri farmasi yang digunakan untuk memproduksi infuse dan cairan pembersih darah harus mengandung NaCl 99,9 – 100%.

Dari sisi garam konsumsi untuk kebutuhan manusia, Menperin menyampaikan, permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pasokan Kalium Iodat (KIO3) yang masih terbatas dan harga jual yang masih tinggi, sehingga industri garam beryodium yang skala kecil kesulitan dalam mendapatkan pengadaan kalium lodat.

”Dengan demikian kondisi ini berdampak pada kurangnya jaminan pasokan garam beryodium cukup di masyarakat,” tuturnya. Padahal tim Gangguan Akibat Kekurangan Beryodium (GAKY) merencanakan agar penduduk Indonesia sudah harus mengonsumsi garam beryodium paling tidak 90% pada tahun 2015, sedangkan saat ini baru pada tingkat 75%.

Untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, Menperin menegaskan, pemerintah telah mencanangkan program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pegaraman. (ril/ender)

CATEGORIES
TAGS