Membangun Keikhlasan

Loading

Oleh: K. Wardhani

ilustrasi

ilustrasi

KEIKHLASAN hati seseorang diperoleh karena kelapangan hati ketika ia harus menyerahkan semua miliknya, termasuk wewenang dan semua buah perbuatannya kepada Tuhan dengan tulus, karena menyadari semua itu berada dalam kekuasaan Tuhan. (Ref. Sasangka Jati)

Ini berarti: jika segala perbuatan, walaupun bersimbah peluh, menghabiskan tenaga, menguras pikiran, apabila dilaksanakan tidak dengan keikhlasan menjadi tidak ada nilainya. Begitu juga dengan perbuatan baik dengan memberikan seluruh hartanya, tetapi hanya ingin disebut sebagai dermawan. Itu sebabnya keikhlasan benar-benar menjadi sangat penting dan membuat hidup ini menjadi sangat mudah, indah dan jauh lebih bermakna.

Dalam melatih memiliki keikhlasan, sebenarnya hal yang paling penting adalah niat, oleh karena niat adalah pengingkat amal. Orang yang tidak pernah memperhatikan niatnya berarti ia tengah bersiap-siap membuang waktu, tenaga, harta ataupun pikiran tanpa arti sama sekali.

Apabila keikhlasan telah dimiliki, tidak ada penderitaan dalam hidup ini. Penderitaan terjadi karena orang itu sendiri yang membuat dirinya menderita. Tidak ada kesulitan sebesar dan seberat apa pun, kecuali hasil dari buah pikirannya sendiri. Sekiranya kehidupan yang dialami tampak menghimpit, hendaknya dibuat menjadi lapang dengan keikhlasan.

Dengan demikian yang tampaknya rumit berbelit dapat disederhanakan dan segala yang kelihatan buram, atau kelabu bahkan hitam pekat, dapat dibuat bening dan terang benderang, cobalah rasakan dampak dari watak ikhlas itu. Jika, kita mau sungguh-sungguh mau melatih mendapatkannya, ternyata dunia akan tidak lagi nampak mengerut/sempit/menghimpit dan carut marut. Naik dan berdirilah di puncak menara, maka akan terasa lapang, pemandangan terlihat indah dan luas, hati pun lapang. Kuncinya hanya terletak pada keterampilan mengendalikan suasana hati.

Orang yang ikhlas, adalah orang yang tidak pernah menyertakan kepentingan pribadi ataupun imbalan duniawi dari apa yang dapat dia lakukan. Buah yang segera dipetik dan dinikmati oleh seseorang yang memiliki watak tulus ikhlas adalah: dia akan merasakan ketenteraman batin. Betapa tidak! Oleh karena dia tidak lagi diperbudak oleh penantian untuk mendapat pujian, penghargaan atau imbalan. Dia juga tidak akan membuat sakit hati orang lain dengan sikap dan kata-katanya. Kita tidak akan khawatir jika bergaul dengan seseorang yang berwatak tulus ikhlas. Tidak takut ditipu, dikhianati atau dikecohkan.

Tanda orang yang tulus ikhlas, antara lain:

Tidak mencari popularitas dan tidak menonjolkan diri. Oleh karena siapa pun yang ingin berwatak tulus ikhlas, tidak perlu sibuk menonjolkan diri, memamerkan dan menonjolkan amalnya, ilmunya, hartanya, kedudukannya, pengalamannya, kekuatannya dan lain-lain, yang dipandang dapat menyangkut citra dan pujian dirinya di hadapan sesama manusia.

Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian. Oleh karena sadar bahwa pujian hanyalah sangkaan orang kepada kita, padahal kita lebih mengetahui keadaan diri kita yang sebenarnya. Hampir tidak pernah ada pujian yang sama persis dengan keadaan diri kita yang sebenarnya. Pujian adalah ujian bagi kita. Janganlah kita diperbudak pujian.

Tidak silau dan cinta jabatan. Tuhan tidak menilai pangkat dan jabatan seseorang, namun yang perlu bagi seseorang adalah tanggungjawab atau kewajiban dari jabatan yang sedang diemban. Oleh karena itu, pangkat, kedudukan, jabatan adalah kewajiban yang sangat berat untuk dipikul di dunia dan sangat bahaya bagi keselamatan di akhirat nanti, apabila salah dalam mengemban tugasnya.

Tidak diperbudak imbalan dan balas budi.
Tidak mudah kecewa soal keduniawian.
Tidak membedakan amal besar dan amal kecil. Oleh karena sadar bahwa di hadapan Tuhan tidak ada satu pun amal yang remeh, apabila dilakukan dengan tulus dan sepenuh hati hanya karena Allah semata.
Ringan dan nikmat dalam berbuat baik, sekalipun perlu pengorbanan tenaga, biaya maupun perasaan.
Tidak fanatik golongan dan tidak egois.

Demikianlah, sepintas tanda-tanda orang yang telah sampai pada kesempurnaan ikhlas. Kita perlu mawas diri, apakah kita sudah dapat melaksanakannya? Untuk itu perlu diteliti, dimulai dari watak jujur, sudahkah kita jujur? Kemudian sudahkah kita memiliki watak menerima yang akan menumbuhkan watak sabar? Sebab setelah watak jujur, menerima dan sabar barulah kita akan memiliki kesempurnaan ikhlas dan akhirnya tumbuhlah budi pekerti yang luhur. ***

CATEGORIES
TAGS