Kutilang di Kaki Pelangi

Loading

oleh : SM. Darmastuti

Ilustrasi

Ilustrasi

SUARA sepasang burung kutilang terdengar nyaring setiap pagi dan sore dari rumah saya. Sepasang burung itu selalu mampir di pohon kelengkeng depan teras, dan meski pun jarang sekali saya lihat fisiknya, suaranya sudah cukup mewakili keberadaannya. Sekitar jam sembilan pagi dan empat sore, ketika tanki penampung air penuh dan air meluap karena memang mesin penyedot air tidak saya pasangi otomatic stopper, ada lagi beberapa burung yang memanfaatkan limpahan air.

Setidaknya ada empat pasang burung yang minum dan mandi dari air guyuran dari tanki, dan pemandangan seperti itu sungguh sangat menghibur. Burung-burung itu seakan tahu jam-jam tanki air saya bakal meluap.

Pada suatu sore, ketika matahari bersinar lembut setelah sepagian Jogja diguyur hujan, saya melihat pelangi di langit. Begitu jelas semburat warnanya, dan langit biru lembut yang melatarbelakangi menambah perpaduan warna alam nampak serasi. Sepasang kutilang bernyanyi di pohon kelengkeng seperti biasa, tidak peduli dengan kendaraan yang lalu lalang di jalan depan rumah. Saya tergoda untuk mencoba membedakan suara alam dan suara deru mesin motor.

Suara kutilang yang damai dan pemandangan langit yang penuh warna, memang ternyata lebih membuat hari tenang dibanding deru motor dan mobil di antara ketergesaan manusia, yang merasa bebas dengan speed yang makin lama makin bertambah.

Manusia memang selalu ingin melangkah cepat, dan motor adalah sarana efektif untuk mengejar waktu. Manusia tidak memiliki sayap, tetapi dia bisa mengembangkan pikirannya untuk menciptakan alat yang dapat mempercepat langkahnya bahkan untuk terbang sekali pun. Mengapa orang cenderung ingin bergerak semakin cepat?

Kata para ahli, hal ini dikarenakan putaran bumi juga semakin cepat. Anehnya, putaran jam ternyata juga terpengaruh oleh putaran alami. Dua puluh empat jam tak lagi terasa sehari semalam, meskipun bagi mereka yang lagi jatuh cinta, 60 menit menunggu telepon dari pacar terasa seperti setahun.

Ketergesaan gerak manusia ternyata juga memiliki hubungan dengan keinginannya untuk bebas. Manusia selalu ingin cepat bebas dari pekerjaan, ingin cepat bebas dari tanggung jawab membesarkan anak, dan ingin menikmati kebebasannya meski pun dia sebenarnya juga bingung arti kebebasan itu sendiri. Belenggu kehidupan tanpa mereka sadari sebenarnya tetap dapat terus merantai kebebasan manusia di mana pun dan dalam kapasitas apa pun.

Khalil Gibran menyatakan : “Hanya apabila engkau berhenti berbicara mengenai kebebasanlah, maka kau benar-benar bebas”. Sastrawan Lebanon yang kaya rohani itu ternyata juga menyadari betapa pentingnya kebebasan bagi setiap makhluk hidup, karena sebenarnya semua makhluk dititahkan untuk memiliki kebebasannya sendiri-sendiri. Umumnya manusia yang terobsesi oleh kebebasan, akan selalu membayangkan bahwa orang bebas adalah orang yang “Bebas untuk Berkeinginan” atau bebas melakukan apa yang dia inginkan. Pendapat itu ternyata tidak benar, karena orang bebas adalah orang yang “Bebas dari Berkeinginan”.

Artinya, orang tersebut sudah dapat membebaskan rasanya dari segala keinginan yang membelenggu jiwanya. Demikianlah, kini kita dapat menyimak diri kita masing-masing apakah kita mengharapkan menjadi orang yang Bebas untuk Berkeinginan atau orang yang Bebas dari Berkeinginan? Kata untuk ternyata berlawanan arti dengan dari.

Sepasang kutilang terus bernyanyi di depan teras, langit masih menampilkan pelangi. Saya menunggu sampai mereka terbang menuju kaki pelangi yang sebentar kemudian bersembunyi di keremangan senja. Sore itu saya meneliti kembali seberapa bebas sesungguhnya hidup saya ini dari belenggu kehidupan ini.***

Penulis tinggal di Jogjakarta

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS